Fahmi dan Bian?

Aku menyadari Nina sudah menghilang dari pandanganku. Aku langsung mengedarkan pandangan mencari Nina.

Kemana kutu kupret itu berada!

Lima detik Aku mencari, ternyata Nina lagi duduk bersama Adnan. Mereka tengah asik berbincang. Ketawa berduaan kayak orang yang lagi pacaran. Padahal pas tadi berkenalan, Nina memasang wajah cuek dan datar. Kenapa sekarang jadi sedekat ini?

Oh tidak! Aku baru pertama kali melihat Nina dekat dengan Laki-laki. Biasanya dia akan sangat kesal kalau ada laki-laki yang mendekatinya.

Aku langsung mengambil ponselku, dan memotret momen penting ini.

"Yuk, udah." kata Daren setelah menyerahkan dua minuman soda kearahku.

Aku berjalan kearah Nina dan Adnan. Mereka berdua sudah memegang Popcorn ukuran besar yang tadi Daren beli. Entah kapan Daren memberikannya pada mereka.

Setelah menunggu lima menit. Kami langsung masuk kedalam, karena film sudah mau di mulai.

Aku, Daren, Nina dan Adnan memasuki ruangan dan langsung duduk. Aku menyadari, kenapa satu ruangan ini hanya ada kami. Tidak ada orang lain.

"Daren, kok gak ada orang lain?" tanyaku pada Daren yang duduk di bangku sebelah kananku, sedangkan Nina di bangku sebelah kiri.

"Udah, nonton aja. Tuh filmnya udah mulai." jawab Daren. Aku berdecak kesal atas jawabannya dan langsung memasukan satu genggam popcorn kedalam mulutku sekaligus. Membuat mulutku kembung karena penuh dengan popcorn.

"Kebiasaan." kata Nina berdecak kesal melihat mulutku yang penuh. Habisanya, kalo makan dikit-dikit itu gak kerasa!

Aku hanya memalingkan wajahku pura-pura tidak mendengar dan melihat Nina. Nina selalu kesal kalo melihatku memakan popcorn banyak. Karena kalo dia menonton berdua denganku, dan popcornnya cuma beli satu. Dia hanya akan kebagian sedikit. Aku suruh beli dua, dia gak mau. Katanya gak bakalan abis. Huh!

Tapi hari ini Aku tidak satu tempat popcorn sama Nina. Aku sama Daren, dan Nina sama Adnan. Jadi aman sentosa!

Aku fokus menonton film, menikmati detik demi detik film yang Aku tonton. Tak lupa sambil memasukan lagi popcorn sampai penuh ke dalam mulutku.

Tak sengaja Aku melirik ke arah Daren, dia bukannya fokus melihat film, malah menatapku.

Aku menatapnya balik. "Ambil aja kalo mau." kataku melupakan fakta kalo Daren yang membeli popcorn dan minuman soda itu.

Daren tak bergeming. Dan langsung memasukan tangannya kedalam cup popcorn.

Belum sempat film selesai, Aku pamit untuk ke toilet. Dan langsung berjalan keluar. Aku masuk ke salah satu bilik toilet, menuntaskan hajatku dan segera keluar. Toiletnya memang sepi, hanya ada Aku sendiri.

Aku berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangan dan merapihkan rambutku.

Tak lama seseorang masuk ke dalam toilet. "Fahmi? Ngapain kamu masuk ke toilet cewek!" kataku terkejut, setelah melihat Fahmi menerobos masuk ke dalam toilet khusus wanita.

Fahmi berjalan cepat ke arahku, membuatku mundur sampai terpentok ke dinding. Punggungku terbentur dinding cukup keras, membuatnya sedikit sakit.

"Lu tau! Gara-gara lu, gue di pecat!" sentaknya padaku. Aku meneguk ludahku, keringat dingin mulai membasahi pelipisku. Jantungku berdebar kencang, apa yang akan Fahmi lakukan padaku?

Aku hanya diam tak bergeming.

"Lu tau! Sebentar lagi gue bakalan naik jabatan! Dan semuanya hancur gara-gara lu! Apa yang lu kasih ke pak Daren? Sampe dia berani pecat gue! Cewek nggak ada harga dirinya kayak lu itu gak pantes buat pak Daren!" sentaknya padaku.

Badanku bergetar hebat, bukan karena takut, tapi karena marah. Bisa-bisanya dia bilang begitu? Tau apa dia soal aku?

PLAK!

"BRENGS*EK!" aku menampar keras pipi Fahmi.

"TAU APA KAMU SOAL AKU? KAMU SENDIRI YANG GAK ADA HARGA DIRINYA! JAUH-JAUH KAMU DARI AKU!" sentakku emosi. Sambil mendorong kencang badan Fahmi sampai terhuyung ke belakang.

"BERANI LU NAMPAR GUE!" sentak Fahmi. Suaranya melengking. Dia maju ke arahku, melayangkan tangannya, ingin menamparku. Belum sempat tangannya menyentuh wajahku, Aku langsung menendang alat vitalnya kencang. Membuat Fahmi jatuh terduduk di lantai.

"CEWEK SIAL*N LU!" teriaknya kesakitan. Aku langsung lari keluar dari toilet.

Jantungku berdetak kencang, perasaanku tak enak, pelipisku banjir keringat, aku memukul pelan dadaku karena sedikit sulit bernafas. Aku takut, dan juga marah. Tak menyangka Fahmi akan seperti itu, aku sangat kecewa atas sikap Fahmi, orang yang pernah aku cintai.

BRAK!

Aku menabrak seseorang. Badanku terbentur ke tembok untuk kedua kalinya.

"Nay? Kamu kenapa?"

Aku mendongak, ternyata itu Daren. Aku menabrak Daren!

"A-aku... Hiks...." belum sempat Aku menuntaskan perkataanku, Aku malah menangis terisak di depannya.

Daren langsung menarikku kedekapannya, mengusap pelan punggungku. Aku menangis terisak seperti anak kecil. Setelah lega, aku menceritakan kejadian tadi. Daren terkejut, wajahnya menegang.

"Udah, kamu tenang ya. Nanti aku yang urus Fahmi." kata Daren menenangkan. Dia sudah tidak memanggil Fahmi dengan embel-embel 'pak' lagi.

"U-udah, nggak usah. Biarin aja Daren," kataku yang masih terbata karena sesenggukan.

Daren hanya mengangguk pelan, dan kembali membawaku ke dalam ruangan untuk menonton. Aku menghapus sisa air mata di wajah, takut di lihat Nina. Bisa gawat darurat!

"Da-daren..." panggilku. Daren berhenti berjalan, dan menoleh ke arahku yang berjalan di sampingnya.

"Jangan bilang sama Nina ya? Cukup kamu aja yang tau..." lanjutku. Daren hanya mengangguk lagi.

Aku masuk ke dalam ruangan, film masih belum selesai. Aku kembali duduk dan menonton, memasukan kembali popcorn ke mulutku. Mencoba menetralkan perasaanku yang campur aduk.

"Lu kenapa, Nay?"

Aku sedikit tersentak kaget dan langsung menoleh kearah Nina. "Gapapa, Nin. Emang Aku kenapa?" kataku malah balik bertanya.

Nina terlihat keheranan melihatku, "Kok mata Lu merah?" tanya Nina lagi.

Aku mengucek mataku. Jangan sampai Nina tau! "Ohh... Ini tadi aku kelilipan di kamar mandi, terus langsung pake tetes mata. Emang se merah itu, ya?" kataku mencoba membuat alasan.

Nina berdehem."Gak bohong, kan?" tanyan Nina memastikan.

Aku menggeleng, "Beneran, kok. Suutt, udah diam, lagi asik nonton, nih!" jawabku.

Aku langsung mengalihkan pandangan ke depan. Sedikit deg deg-an takut Nina tau yang sebenarnya...

Setelah selesai menonton. Aku, Daren, Nina dan Adnan keluar dari ruangan. Aku dan Nina pamit untuk pulang. Belum sempat jalan jauh dari tempat Daren dan Adnan, aku bertemu Bian, dia sedang berdiri habis memesan minuman soda.

Aku memejamkan mataku, memegang tangan Nina erat. Berharap Bian tidak melihatku dan Nina di sini.

"Nayla!"

Deg...

Jantung berhenti berdetak beberapa detik. Aku membuka mataku, melihat Bian berjalan mendekat sambil tersenyum.

I-iya..." jawabku pelan.

"Kamu dari mana? Kok bisa di sini? Abis nonton?" tanya Bian beruntun. Aku diam, bingung harus jawab yang mana.

"Iya. Kenapa emang?" jawab Nina, dia maju satu langkah di depanku. Bisa gawat kalo Nina udah maju begini!

"Loh, Gue nanya Nayla, bukan Lu." kata Bian.

"Napa? Ga seneng Lu, kalo Gue yang jawab?" kata Nina emosi.

Aku menarik Nina pelan dan berbisik di telinganya, "Udah, Nin. Aku aja yang hadapin..." kataku.

Nina menatapku, Aku mengangguk meyakini.

Bersambung...

Gimana Bab 4 ini? Mudah-mudahan suka yaaa❤️

jangan lupa dukung Author biar lebih semangat, terimakasih 🫶

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!