Makan Bersama

Darennn, aaaaa..." kataku yang menyodorkan nasi, sayur nangka, daun singkong, sedikit sambal dan ayam bakar di tanganku, kemudian langsung menyuapinya. Supaya dia tau kenikmatan makan nasi Padang pakai tangan.

Daren menatapku bingung, tapi langsung membuka mulutnya dan mengunyah makanan yang Aku kasih. " Gimana? Enak?" tanyaku.

Daren mengangguk antusias, "Enak! Kok bisa? Padahal kan lauknya sama?" tanya-nya.

"Jangan pake sendok," kataku, Daren langsung menyodorkan makanannya padaku, membuatku kebingungan.

"Aku mau di suapin aja, soalnya gak bisa makan pake tangan..." katanya. Omonganmu segampang itu?

"Eh? Kok ketagihan! Males ah, makan sendiri aja." kataku.

"Cepetan! Siapa suruh nyuapin duluan. Itung-itung balas budi kan? Tadi udah Aku bantuin," kata Daren sambil tetap menyodorkan piringnya. Aku mengambil piring Daren kesal, dan langsung pindah untuk duduk di sampingnya, biar mudah.

"Dasar, perhitungan! Padahal Aku gak nyuruh!" jawabku kesal. Tapi Aku tetap menyuapi Daren dan menyuapi diriku sendiri.

Sesekali Aku melihat Daren kepedasan, sampai satu botol air mineral punyanya habis tak tersisa.

"Abis..." katanya sambil menutup botolnya.

"Minum teh manisnya, mau ku suapin-nya gak pake sambel?" tanyaku.

Daren menggeleng, "Pake sambel aja, walaupun pedes tapi enak." jawabnya.

Daren meminum teh hangatnya dan Aku menyuapinya, dia terlihat seperti anak kecil.

Yang lebih mengejutkan lagi, Daren sampe nambah dua kali! Walaupun sambil kepedesan, Rasakan Daren, nikmatnya nasi Padang ini! Daren bilang, baru seumur hidup dia makan nasi Padang. Sia-sia sekali hidupnya selama ini...

Setelah selesai makan, Aku, Daren dan Pak Sopir langsung bergegas pulang, mereka mengantarkan-ku ke rumah lebih dulu.

"Kenyang?" tanyaku pada Daren yang mengusap perutnya.

"Kenyang, tapi kalo sepiring lagi, masih muat." jawab Daren yang sukses membuatku dan Pak Sopir melongo. Karena Pak Sopir juga melihat betapa lahapnya Daren memakan nasi Padang pertamanya.

"Buset! Udah dua kali nambah, loh." kataku, Daren cemberut membuat Aku dan Pak Sopir terkekeh.

Baru pertama kali bertemu, Kami sudah sedekat ini. Aneh, rasanya. Seperti teman yang sudah kenal sangat lama.

.

.

.

.

.

Drtttttt Drtttt Drtttt

Ponselku bergetar terus menerus, siapa, sih. Yang menelpon pagi-pagi buta begini? Ganggu orang tidur aja!

"Halo..." jawabku kesal.

"Halo."

Tunggu! Suara ini, kayak kenal.

"Ini siapa," kataku setelah mengecek ponsel ternyata nomor baru.

"Daren." jawabnya singkat.

"Ada apa? Ganggu orang tidur aja!" kataku kesal.

"Masih tidur? Ini udah jam sepuluh, loh." jawabnya yang reflek membuat mataku melotot dan langsung melihat kearah jam weker di atas meja. Benar, sekarang sudah jam 10:10 siang.

"Mati, Aku!" kataku yang langsung bergegas bangun dari tempat tidur.

Setelah cuci muka dan gosok gigi, Aku langsung bergegas dandan untuk pergi ke kantor. Walaupun gak mandi, Aku tetap wangi. Karena pake parfum sebotol! Haha.

Selesai dandan Aku langsung mengambil tas, ponsel yang masih tergeletak di atas kasur dan kunci mobil.

Aku bergegas turun dari kamarku yang terletak di lantai dua. Berjalan tergesa-gesa menuju Bagasi mobil.

"Neng, sarapan dulu..." kata Bi Ipah padaku, membuatku sedikit terkejut.

"Ehh Bibi. Enggak deh, nanti di kantor aja, oiya, Mama kemana?" jawabku dan langsung bertanya pada Bi Ipah.

"Loh? Neng gak tau? Ibu kan lagi arisan hari ini. Tadi Ibu suruh bangunin Neng jam 7 pagi, kalo gak bangun-bangun siram aja, katanya. Neng udah Bibi bangunin dari jam 7 pagi sampe jam 9 tetep gak bangun-bangun, mau Bibi siram tapi pintunya di kunci," jawab Bi Ipah membuatku cengengesan sendiri.

Aku kalo udah tidur memang susah di bangunin. Sampe Mama kadang menyiramku dengan air satu baskom. Hiks!

"Bibi tega, mau nyiram Aku..." kataku dramatis.

Bibi ketawa melihatku, "Haha, dari pada telat?" jawab Bi Ipah membuat Aku mengerucutkan bibir kesal.

"Yaudah, Aku pergi dulu, Bi." kataku langsung bergegas menghidupkan mobilku.

"Hati-hati di jalan, Neng! Jangan ngebut-ngebut." kata Bi Ipah.

"Iya, Bi, makasih." kataku dan segera melajukan mobilku menuju kantor.

.

.

.

.

.

Tak lama Aku sampai di kantor, hanya memakan waktu sepuluh menit perjalanan.

Aku bergegas ke ruanganku, karena hari ini Aku ada Meeting penting sama salah satu perusahaan.

"Nin, gimana Meeting hari ini?" tanyaku pada Sekertarisku, Nina.

"Udah di undur, Bu, jadi jam Empat sore ini. Ibu kok tumben datengnya telat?" kata Nina. Aku cengengesan lagi.

"Telat bangun," jawabku, Nina menggelengkan kepalanya.

"Untung Pak Handoyo gak nge-batalin Meeting-nya, Bu." kata Nina.

"Gak mungkin ngebatalin, Nin. Perusahaan mana yang gak mau kerja sama, sama perusahaan kita?" jawabku sedikit angkuh, biar Nina gak terus mengomel.

"Kalo lagi berdua panggilnya Nay aja, Aku ngerasa tua!" lanjutku pada Nina. Nina terkekeh pelan.

Aku sama Nina sangat dekat, karena Nina sudah lama bekerja menjadi Sekertarisku. Kadang kalo lagi libur dan bosan, Aku akan mengajak Nina main atau sekedar jalan-jalan. Tentunya Aku lebih dulu mengenal Nina dari pada Lia.

Sebelum Nina menjadi Sekertarisku, Kami dulu teman dekat di kampus. Cuma setelah kenal sama Lia, Lia melarangku untuk dekat dengan Nina. Katanya Nina cuma memanfaatkan-ku saja.

Tapi Aku menolak. Saat Nina mulai bekerja di Perusahaan Papaku, dia juga banyak membantuku. Hingga saat ini dia menjadi Sekertarisku. Dan pada akhirnya Aku menyadari, ternyata Lia yang memanfaatkanku, bukan Nina.

"Nay, besok ke Cafe, yuk. Mumpung libur," kata Nina sambil membereskan dokumen yang mau Aku tanda tangani.

"Boleh, Kamu jemput ya, soalnya males bawa mobil." kataku.

"Okeee. Nih, tanda tangan semuanya." jawab Nina sambil memberikanku setumpuk dokumen.

"Semuanya? Banyak banget!" kataku yang langsung lemas dan lesu seperti tak bertulang.

"Semangat dong, besok kan libur!" kata Nina mencoba menghiburku.

"Iya-iya!" jawabku dan langsung membuka satu persatu dokumen. Aku membacanya dan langsung ku tanda tangani.

.

.

.

Akhirnya, hari ini beres juga. Setelah Meeting bersama Pak Handoyo, Aku langsung bergegas untuk pulang.

Drtttttttt

Ponselku bergetar, Aku langsung membukanya. Aku baru sempat membuka ponselku malam ini. Seharian ini Aku sangat sibuk.

Aku melihat siapa yang mengirimku pesan. Ternyata dari Bian.

"Nay... Kapan bisa ketemu?"

Aku menimang-nimang pesan masuk dari Bian. Sebenarnya aku bisa saja ketemu besok, sekalian minta antar Nina. Tapi aku ngerasa gak nyaman setiap kali ketemu sama Bian. Kadang Bian terlalu posesif, padahal Kami berdua tidak memiliki hubungan apa-apa.

"Maaf Bian, Aku belum bisa... Masih sibuk banget nih."

TUK. (Terkirim)

Aku membalas pesan dari Bian.

Drtttttt

Satu pesan masuk, balasan dari Bian. Aku langsung membukanya.

"Bukannya besok libur? Main yuk, besok."

Aku membalas kembali pesannya. Takut dia mengira Aku sombong.

TUK (Terkirim)

"Libur. Tapi dirumah banyak kerjaan, Maaf ya..." balasku.

Drrttttt

"Oke, deh, Nay. Nanti kalo ada waktu seng

gang bilang aja, ya. Aku jemput."

Aku hanya membuka pesan dari Bian. Sudah tidak berniat membalasnya, takut dia menunggu jika aku 'iya'kan.

*****

"NAY, CEPET TURUN. NINA UDAH NUNGGU DI BAWAH!" Mama teriak cukup kencang membuatku terlonjak kaget. Dan langsung bergegas jalan kearah pintu.

Ceklek.

Aku berjalan menuruni tangga, menghampiri Nina yang sudah rapih tengah menungguku sambil memainkan ponselnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!