UJPP 3 - Nikah Kontrak?

Rasla duduk di sofa sembari membaca kertas yang ada di tangannya teliti dengan sesekali menganggukan kepalanya.

"Hey kau, sini." Rasla memanggil Hasbi yang tengah meletakkan alat sholat pada tempatnya.

Hasbi menoleh. "Saya punya nama," Ujarnya dengan menatap Rasla kesal karena terus di panggil kau kau dan kau.

Rasla berdecak. "Abdur, sini." Ujarnya meralat.

Hasbi tampak menarik nafas dan menghembuskannya. "Panggil saya Mas supaya lebih sopan Sa, dan jangan panggil saya Abdur tapi Hasbi."

"Iya-iya Mas bawel sini," Meskipun kesal Rasla tetap menuruti perkataan suaminya, Hasbi mengangguk mendekat ke arah sofa dimana Rasla duduk.

"Tanda tangani ini," Perintah Rasla menyerahkan berkas tersebut pada Hasbi yang menerima, Hasbi tampak membacanya dalam hati. Membelalakkan mata saat membaca judul, Perjanjian Kontrak.

"Maksud kamu apa Sa?" Tanya Hasbi belum mengerti.

"Kita nikah kontrak, setelah satu tahun kita cerai." Jelas Rasla enteng, Hasbi melotot tak setuju. Sudah ia bilang kalau pernikahan itu bukan untuk mainan. "Tanda tangani saja, oh ya dan jangan lupa baca aturan-aturan yang tertera." Lanjutnya lagi.

Hasbi spontan membaca kembali secara keseluruhan.

...... Perjanjian Kontrak.......

1) Tidak ada 'hubungan suami istri'.

2) Tidak boleh mencampuri urusan kedua pihak.

3) Tidak boleh terlalu banyak menuntut.

.

.

Saraslaytus Marxis. Abdurrahman Hasbi B.

Hasbi beralih menatap Rasla tak percaya. "Rasla, sudah saya bilang kalau pernikahan buk."

"Tapi bagi saya tidak!" Rasla menyela sebelum suaminya selesai bicara.

Menatap Rasla datar, mencoba agar tak bicara dengan nada tinggi. Mengatur napas sejenak sebelum berkata. "Saya tidak akan menandatangi surat ini sampai kapanpun itu," Ucapnya dingin seraya bangkit dan keluar dari kamar hotel, ia ingin menenangkan diri.

Cklek!

Rasla tersenyum miring menatap pintu yang tertutup. "Lihat saja nanti seberapa kuatnya kamu menjalani pernikahan ini,"

...

Angin malam yang dingin tak membuat Hasbi beranjak dari kursi taman, pria tampan yang malang itu terus menatap ke depan dengan di iringi air mata yang membasahi pipi.

"Ya Allah ya Rabb, kuatkan hamba. Perluas kesabaran hamba dalam menghadapi ujian ini," Gumamnya lirih, dirinya begitu frustasi saat ini. Berharap bahwa kejadian hari ini hanyalah mimpi, ia merasa tak sanggup membayangkan hari esok dan seterusnya. Bagaimana perasaan Isti nanti? dia pasti akan sangat kecewa dan terluka. Dan bagaimana pula dengan pernikahannya.

Hingga waktu sholat isya datang, Hasbi beranjak dari duduknya. Ia akan ke masjid saja.

...----------------...

Pagi datang, keluarga Marxis kini tengah sarapan di restoran yang masih satu lingkungan dengan hotel yang di booking untuk acara pernikahan anak tunggal dari pasangan Batarix dan Zizia.

"Lala sayang, itu suaminya tolong di siapin dong sarapannya." Zizia membuka suara saat melihat sang anak justru hanya menyiapkan makan untuk dirinya sendiri, sementara piring Hasbi masih kosong karena sang empu merasa canggung dan bingung dengan makanan yang tersaji. Disana terdapat daging yang harus di panggang terlebih dahulu secara mandiri, ada juga sayuran dan mie yang lurus.

"Ck," Rasla berdecak kesal, "Selagi dia masih punya tangan ya ambil sendiri lah, manja banget!" Lanjutnya ketus, terlihat raut wajah Hasbi sedih. Istrinya sendiri bicara seperti itu? sungguh ini sangat jauh dari ekspektasi nya sebelum menikah. Dulu ia membayangkan jika menikah nanti istrinya akan bersikap manis.

"Lala!" Vendi, kakek Rasla dari pihak ayah menegur. "Kamu gak boleh begitu, harus sopan sama suami!" Sambungnya penuh penekanan.

Sedangkan Rasla sendiri mendengus. "Iya-iya," Ucapnya malas dan dengan terpaksa mengambilkan makan suaminya.

Saat Rasla meletakan daging pada piring Hasbi. "Maaf, ini daging apa ya?" Tanya Hasbi namun tak di jawab oleh Rasla yang lebih memilih acuh.

Batar menghela napas. "Itu daging sapi Bi," Jawabnya mewakili sang putri.

Hasbi mengangguk kemudian memulai makannya dengan tenang begitupun dengan yang lainnya.

Lima belas menit berlalu.

"Ehm, setelah ini kalian mau tinggal dimana?" Tanya Batar usai mereka selesai sarapan.

Hasbi melirik Rasla yang masih acuh menatap tab di tangannya.

"Saya akan membawa Rasla ke rumah Hasbi," Ujar Hasbi akhirnya.

Batar mengangguk paham. "Yasudah kalau begitu, jaga Lala kami dengan baik ya. Jangan membuatnya menangis kalau tidak mau saya macam-macam dengan keluarga kamu," Pesan Batar sekaligus mengancam.

"In sha Allah, saya akan menjaga Rasla sebagaimana saya menjaga diri sendiri." Jawab Hasbi tenang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!