03. KEJUTAN BENO

“Selamat datang partner terbaikku.”

Seberkas cahaya masuk ketika seorang pria muncul dari balik pintu dengan senyum mengejek.

Sabda mengerjapkan mata, terasa menyilaukan. Setelah dalam waktu lama berada dalam kegelapan yang pekat, matanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan cahaya.

"Buka lakbannya, aku tidak suka bicara dengan orang bisu!"

Seorang anak buah Beno melepas lakban dari mulut Sabda.

"Beno, kau kah itu?"

Beno mendekat dengan senyum meremehkan.

"Apa kabarmu kawan? Kuharap kau suka dengan kejutanku"

Seorang anak buah Beno meraih saklar dan menyalakan lampu di ruangan itu. Sekarang tampak jelas siapa yang sedang berdiri di hadapan Sabda.

“Lepaskan aku Beno, ada apa ini sebenarnya? Kalau ada suatu masalah, bukankah kita bisa bicara secara baik-baik?” Kening Sabda mengernyit heran.

“Kau terlalu naif Sabda, tidak ada yang bisa dibicarakan secara baik-baik bila itu menyangkut tentang uang.” Beno tersenyum mengejek.

"Sesuai permintaanmu, aku sudah menunggu kedatanganmu di rumah wanita itu, lalu apa yang kau mau?” Sabda menoleh menatap Beno.

“Hahaha ... hahaha ... Kau tahu? Kedatangan istrimu dan kakak kembarnya menyusulmu ke rumah Sayekti adalah bagian dari skenarioku. Hal itu harus terjadi, agar Prada percaya akan pengkhianatanmu dan aku dengan mudah bisa ...” Beno sengaja menggantung kalimatnya.

“Bisa apa?!!!” teriak Sabda dengan raut wajah frustasi.

Sungguh dia tidak menyangka, partner bisnis sekaligus sahabatnya tega melakukan ini semua.

“Kau sungguh licik Beno. Sekarang katakan, apa maumu!” Sabda melotot tajam. Tangannya berusaha melepaskan diri dari ikatan di kursi.

“Bisa menculiknya ... Hahaha ... Kau lihat siapa ini?” Beno mendekat, membuka kunci layar ponselnya. Jarinya lincah mencari sesuatu di sana. Lalu menunjukkan layar ponselnya pada Sabda.

“Baj*ng*n kau, Beno!!! Lepaskan Hope!!! Jangan pernah libatkan keluargaku!!!” Teriak Sabda kalut melihat anak lelakinya disekap oleh Beno. Kaki dan tangan Hope terikat dan tubuhnya terbaring di lantai yang kotor dan dingin.

“Tenangkan dirimu, aku belum berminat mencelakainya. Tapi ada syaratnya.” Beno menyeringai.

“Jangan macam-macam kau Beno. Cepat katakan!!!” teriak Sabda panik. Dan reaksi itulah yang diinginkan Beno. Pancingannya berhasil kali ini.

“Sabar kawan, aku tahu ... kau lebih dari mampu untuk memenuhi syarat yang kuberikan padamu.”

Beno berjalan menjauh dan mengambil sebuah map berwarna putih dari dalam tasnya.

“Tanda tangani ini semua dan aku akan melepaskan keluargamu!”

“Lepaskan ikatanku, aku akan menandatangani berkas itu!”

“Jangan mencari kesempatan untuk kabur. Dan jangan menguji kesabaranku. Atau sesuatu yang fatal akan terjadi. Aku beri waktu lima menit mulai dari sekarang.”

Sabda melihat ada beberapa orang berseragam hitam menodongkan senjata ke arahnya. Seorang berjalan ke arahnya dan melepaskan ikatan tangannya. Sementara kakinya dibiarkan tetap terikat di kaki kursi.

Demi keselamatan Hope, Sabda bersedia melakukan apapun, termasuk tanda tangan pengalihan semua aset perusahaan dan aset pribadinya. Sabda membaca berkas itu.

“Jangan gila kau Beno. Bagaimana mungkin aku harus mengakui kejahatan yang tidak pernah aku lakukan?”

Beno memaksa Sabda mengakui tindakan penggelapan uang, penipuan, penjualan organ tubuh dan pembunuhan yang dilakukannya.

“Tidak mau tanda tangan? Jangan salahkan aku, kalau anak kesayanganmu itu terluka.”

“Biad*b kau Beno. Bangs*t!!!” Sabda menggertakkan gigi karena amarah. Lalu melanjutkan membaca lembar berikutnya.

“Dan kenapa aku harus mengakui wanita itu sebagai istri ke duaku?”

“Sudah lebih dari lima menit. Lihatlah!”

Beno kembali mendekatkan layar ponselnya dan mempertontonkan sebuah adegan. Tubuh Sabda bergetar dan lemas seketika melihat video yang diputar dari ponsel Beno. Seorang anak buah Beno melukai Hope. Darah segar mengalir membanjiri wajah anaknya. Tapi anehnya Hope sama sekali tidak menangis, meski tubuhnya terlihat bergetar menahan sakit.

Tak mau terjadi hal yang lebih buruk menimpa anaknya, Sabda segera menandatangani semua berkas itu.

“Sesuai janjimu, sekarang lepaskan anakku! Aku sudah menuruti semua kemauanmu.”

“Bagus, aku bisa memanfaatkan keluargamu, sebagai titik kelemahanmu. Rasa cinta dan sayang hanyalah kebodohan bagiku." Seringai kemenangan tampak di bibir Beno. Bagi Beno tidak ada satu pun yang bisa menghalangi ambisisnya, termasuk keluarga.

"Black, lakukan tugasmu!”

Pria yang disebut Black mengangguk. Dia berjalan menuju sebuah ruangan dan menyeret seorang anak yang wajahnya berlumuran darah, bahkan darah itu menetes membasahi kaos biru yang dipakainya.

Black mendorong anak itu sampai terjatuh ke lantai.

“Hope ...”

“Daddy!!!”

Seorang pria kembali membius dan mengikat Sabda di kursi. Sementara Hope terbaring tak sadarkan diri.

Seorang wanita sedang bersembunyi di balik pilar gedung tua itu dan menyaksikan semua yang terjadi. Dia harus menjalankan misinya dengan waktu yang sangat terbatas. Dan wanita itu datang terlambat karena dihadang beberapa pengawal Beno sejak dia menerima perintah dari tuannya. Rupanya gerak-geriknya sudah dibaca oleh musuh. Wanita itu sudah siap dengan segala konsekuensi dan hukuman yang akan diterimanya. Bahkan nyawa adalah bayaran yang setimpal karena tuan mudanya terluka parah.

*

Beberapa mobil polisi melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke sebuah bangunan tua. Berupa sebuah pabrik gula yang sudah tidak beroperasi lagi.

Setelah mendapatkan sebuah telepon misterius, polisi segera bergerak menggerebek bangunan tua itu untuk menangkap pelaku kejahatan.

Sesuai rencana awal, kawanan Beno segera melarikan diri melalui jalan belakang. Meninggalkan Hope dan Sabda sebagai umpan untuk memgecoh polisi. Toh mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Wanita itu segera menyelinap dan membawa pergi tubuh Hope sebelum polisi memasuki gedung itu. Hope harus segera mendapatkan pertolongan sebelum kehabisan darah. Dia melakukan misinya tanpa meninggalkan jejak, termasuk tetesan darah. Beruntung Hope tak sadarkan diri, sehingga memudahkan wanita itu dalam melakukan aksi senyapnya.

Beberapa polisi berpencar mencari keberadaan tersangka.

“Di lantai ini ada banyak darah. Milik pria itu?”

Seorang personil polisi memeriksa kondisi Sabda. "Dia tidak terluka ... Masih hidup, hanya pingsan."

“Berarti ada korban lain. Ayo kita telusuri tempat ini.”

Mereka berpencar mengitari bangunan itu, tapi tidak mendapati seorang pun. Barang bukti berupa bercak darah, bekas tali pengikat dan juga botol obat bius mereka ambil.

"Lelaki ini kita bawa dan kita periksa sebagai saksi."

Dua orang polisi melakukan proses dokumentasi dan pengumpulan fakta, lalu memasang police line di tempat itu.

Mereka melihat ada banyak jejak sepatu di lantai berdebu.

"Rupanya ada banyak orang di sini. Jejak kaki mengarah ke belakang bangunan ini."

Sebagian polisi berusaha mengejar kawanan Beno. Semak yang tinggi dan liar, menjadi penghalang. Sampai akhirnya mereka menemukan jalan setapak yang tampak random. Seperti sengaja dibuat meski dengan buru-buru. Hanya semak-semak yang dipangkas di sisi kanan dan kiri. Sementara rumput masih utuh.

"Mereka sudah merencanakan ini semua, jangan sampai mereka lolos.

Akankah polisi berhasil menangkap kawanan Beno?

Terpopuler

Comments

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁

banyak yg begitu sahabat tapi nusuk dari belakang, hanya demi uang ataupun jabatan.. mereka rela mengorbankan apa saja .

2023-12-04

3

Nayunda🌼

Nayunda🌼

Ternyata Beno itu sahabat nya Sabda ya,sungguh sahabat luknut ya...lihat teman sukses tapi iri,dengan liciknya skenario di buat demi untuk memuluskan aksi...hadeuh licik banget kamu Beno

2023-08-11

9

BaBy Cubby

BaBy Cubby

Beno cemen bisa nya main licik,kalau mau harta kenapa gak usaha sendiri..

2023-08-06

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!