02. DI MANA AKU?

Sebuah tembakan serampangan mengarah ke langit. Wanita itu reflek mengggerakkan tangannya, berusaha mengalihkan sasaran tembak. Meskipun sudah menduga akan bertemu dengan pria itu di tempat ini, tapi ternyata hati kecilnya belum siap melihat kemunculan pria itu. Pria yang sangat dia cintai dan sekaligus dibencinya setengah mati.

Pria itu tersungkur dan jatuh sujud sampai kedua lututnya menyentuh ke tanah. Sambil memeluk kedua kaki wanita itu, pria itu menangis.

"Forgive me, Prada. Aku bersalah padamu dan anak-anak," lirih pria itu sambil berurai air mata. Suaranya tersendat, jantungnya hampir copot membayangkan istrinya akan menjadi seorang pembunuh dari bayi yang tidak berdosa.

“Sayang, kumohon ... turunkan senjatamu. Demi kebaikan kita semua,” bujuk pria itu sambil mendongak, sementara tubuhnya masih dengan posisi yang sama. “Mari kita bicarakan hal ini baik-baik dengan kepala dingin,” lanjutnya.

Wanita itu bergeming, sambil menahan napasnya yang tersenggal. Di antara usahanya untuk mengendalikan amarahnya yang menggelora dan menahan tangis kesedihannya. Wanita itu tak ingin terlihat lemah tak berdaya, rapuh dan minta dikasihani. Tanpa sadar senjata api di tangannya terjatuh menimpa jempol kaki kanannya. Rasa sakit sudah tidak dirasanya lagi. Seiring dengan tubuhnya yang tiba-tiba lemas serasa tak bertulang, wanita itu ambruk tak sadarkan diri.

Beruntung pria itu segera bangkit dari posisi berlutut dan berhasil menahan tubuh sang wanita. Dan seorang pria lain tiba-tiba muncul dari arah mobil jeep, berlari secepat kilat untuk menangkap bayi yang terjatuh dari gendongan wanita itu. "Prada ... Faith!"

***

Bunyi sirine ambulans membelah kawasan hutan, berpacu dengan waktu menuju ke rumah sakit Garcia. Tanpa sepengetahuan adik kembarnya, Prado telah menyiapkan sebuah mobil ambulans untuk mengantisipasi bila ada yang terluka. Ambulans itu diparkir tak jauh dari rumah itu.

Mengingat kondisi Prada yang belum pulih benar, setelah melahirkan Faith dan memaksakan diri datang ke tempat itu. Bahkan bekas jahitan di perutnya pasca operasi caesar, belum kering sempurna.

Beberapa saat kemudian di dalam sebuah ruang perawatan ...

“Prado,” lirih Prada memanggil nama kakak kembarnya. Matanya menjelajah ke ruangan serba putih tempatnya berada. Perlahan Prada mulai mengingat semua yang terjadi sebelum dia berakhir di tempat ini.

"Love ... Faith, di mana kalian?"

Sampai dia tersadar ketika mendengar suara seseorang.

“Sayang, kamu sudah sadar?” Sabda segera beranjak dari kursi dan menggenggam tangan Prada. Ketika Sabda hendak mendaratkan kecupan di kening istrinya, Prada refleks membuang muka, sehingga kecupan Sabda hanya mengenai rambut di atas telinga kanannya.

“Tidak perlu drama dan bermanis kata. Lebih baik segera ceraikan aku!” lanjut Prada sengit.

“Prada, jangan salah paham dulu. Aku bisa jelasin semua. Kumohon ... kali ini percayalah padaku.” Sabda meraih jemari Prada dan mengecupnya.

"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!" Sabda menahan tangan Prada yang berusaha melepaskan diri dari genggamannya.

Tak kalah akal, tangan Prada yang bebas dari jarum infus menekan tombol nurse di samping kirinya.

Beberapa saat kemudian seorang dokter dan seorang perawat memasuki ruang rawat itu dan menghampiri Prada.

"Tuan Sabda, silakan anda keluar dulu. Kami akan memeriksa kondisi Nyonya Prada."

Dengan langkah gontai, Sabda keluar meninggalkan ruang rawat itu, "Baik Dok, tolong tangani istri saya dengan baik. Terimakasih"

Dokter itu hanya menganggukkan kepala dan memulai pekerjaannya.

Sesampainya di ruang tunggu, Sabda bertemu dengan Prado kakak kembar istrinya. Tanpa berbicara sepatah kata pun, tatapan tajam kakak iparnya seolah menuntut sebuah penjelasan darinya.

“Prado, aku bisa jelaskan semuanya. Tapi Prada tidak mau mendengar apapun dariku. Tolong kau bujuk Prada untuk memberiku kesempatan berbicara,” ucapnya dengan wajah lelah yang memelas.

Ya, Sabda semalaman tidak tidur sama sekali karena menjaga Prada yang tidak sadarkan diri. Pria itu menyesal karena selama ini menutupi kejadian sebenarnya supaya tidak membebani istrinya yang sedang mengandung Faith, anak ke tiganya.

“Kau berhutang penjelasan padaku, Sabda!” Kedua tangan Prado bersedekap dengan posisi tubuhnya yang menyandar di dinding. Kaki kanan menyilang di depan kaki kiri. Sementara mata elangnya tak lepas dari Sabda. Gestur tubuh yang sangat mengintimidasi adik iparnya.

“Tapi bukan kebiasaanku menginterograsi orang lemah dan kelaparan sepertimu. Isi dulu perutmu dan mandilah. Setelah segar dan pulih, segera temui aku, atau kau pilih ini?” lanjutnya sambil mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya ke arah Sabda. Sabda hanya meringis membayangkan jika dia harus duel dengan kakak iparnya itu.

“Tapi bagaimana dengan Prada?” Sabda masih ragu untuk meninggalkan istrinya sendirian di ruang perawatan.

“Jangan sok jagoan! Rasa sayangku untuk Prada lebih besar daripada milikmu. Kau tahu itu,” balas Prado sengit. Dia tidak terima bila ada yang meragukan rasa sayangnya untuk adik kembarnya.

“Baiklah, aku percaya padamu.” Akhirnya Sabda mengalah dan melangkah lesu hendak berlalu meninggalkan lorong rumah sakit itu.

Sabda bukan meragukan rasa sayang Prado untuk Prada istrinya, tapi Sabda kawatir kalau sampai Prado nekad membawa Prada pergi tanpa sepengetahuan dirinya. Terlebih tadi Sabda melihat sikap Prada yang terang-terangan menolaknya dan malah sengaja memanggil dokter untuk mengusirnya keluar dari ruang perawatan istrinya.

“Percayalah, aku tidak akan mengambil keputusan sebelum mendengar penjelasan darimu. Aku akan mengambil keputusan setelah tahu titik terang kebenaran kasusmu.” Prado melanjutkan, “Istrimu aman di sini, aku tidak akan membawanya kemana-mana.”

Sabda bernapas lega, sambil menggerutu dalam hati, “Tahu aja kau, apa yang aku kawatirkan. Dasar otak mafia!”

Sabda menelusuri lorong rumah sakit. Dia memesan taxy, karena mobilnya masih tertinggal di rumah Beno partner bisnisnya.

Ketika taxy online yang dipesannya tiba di area drop off lobby rumah sakit, Sabda segera beranjak masuk ke mobil itu dan mengatakan pada driver alamat tujuannya. Tanpa sadar tubuhnya yang lelah dan lapar membuatnya tertidur nyenyak di dalam taxy. Terlebih wangi parfum aroma teraphy yang menenangkan yang menguar di kabin belakang mobil, membuat relax tubuhnya dan membuatnya terbuai ke alam mimpi.

Ketika terbangun, Sabda gelagapan. Dia sudah tidak berada di dalam taxy yang tadi ditumpanginya. Tapi berada di sebuah ruangan gelap dan pengap. Tubuhnya terasa kaku karena kaki dan tangannya diikat di kursi dan mulutnya dibalut dengan lakban. Sabda berusaha menajamkan penglihatannya sambil menatap ruangan di sekelilingnya. Kegelapan yang sangat pekat tanpa seberkas cahaya sedikit pun, membuatnya tidak bisa menerka. Apalagi selama perjalanan dia tertidur, tanpa tahu arah dan tujuan ke mana sopir taxy gadungan itu membawanya pergi. Meski Sabda berusaha menajamkan telinganya, dia tidak bisa mendengar suara apa pun. Selain keheningan dan kesunyian.

“Dimana aku? Dan kenapa aku bisa di sini?”

Terpopuler

Comments

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁

blm juga selesai masalah sama prada, udah diculik aja.. alamat makin panjang masalah nya🤦‍♀️🤦‍♀️

2023-12-03

5

BaBy Cubby

BaBy Cubby

Hayo loh Sabda kenapa kamu ketahuan selingkuh ya.?

2023-08-06

18

NURSERY$$$

NURSERY$$$

Prada sangat terguncang dengan segala kenyataan yang ada

2023-08-06

7

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!