Chaiden POV :
Ibuku adalah sosok yang rupawan dan tidak pintar, menikah dengan ayahku yang merupakan seorang ilmuwan, yang mana ilmuwan terkenal akan kecerdasan mereka, hanya saja ayahku tidak cukup rupawan untuk bersanding dengan ibu.
Tetapi ibu menerima ayah apa adanya, tak sedikit pula yang mengatakan ibu menikahi ayah hanya karena harta. Tentu saja itu semua tidak benar karena dari yang kulihat ibu benar-benar peduli dan sayang kepada ayah.
Aku adalah anak tunggal dari keluarga Givenchen sehingga ayah menaruh harapan besar padaku untuk melanjutkan karir yang sama dengannya. Hanya saja ketika memasuki sekolah menengah atas aku menyadari bahwa bakatku ada pada hal lain, sehingga aku memutuskan untuk mengambil jurusan sosial yang berlawanan dengan karir ayah.
Sejujurnya, akhir-akhir ini aku sangat tertarik dengan hukum, namun tetap saja genetik ayah selalu lebih condong dalam diriku. Buktinya meskipun berada pada jurusan sosial nilai kimia ku tetap berada pada urutan pertama di sekolah Einstein & Roberts High School.
Kata orang aku adalah jiplakan ayah, si buruk rupa yang jenius. Yah aku tidak menyangkal sih, aku benar-benar meniru ayah sepenuhnya tanpa mengambil sedikitpun rupa dari ibuku.
berat badan yang berada dibawah rata-rata, dengan tinggi semampai sekitar 183 cm membuatku berada dikategori jangkung. wajah ku yang tidak cukup tampan pun membuatku jarang dilirik oleh setiap gadis kecuali mereka mengetahui siapa kedua orang tua ku, atau jikalau mereka mengetahui nama belakangku.
Sejak awal, ada satu gadis yang menarik perhatianku.
Narin...
Dia gadis tercantik yang pernah kutemui dan lebih terkejutnya aku saat tahu dia pun cukup ramah meskipun dengan orang yang baru pertama kali ditemui.
Begitu pun kepada ku, dia menyapaku dengan senyuman hangat miliknya saat pertama kali masuk ke sekolah ini. Aku yang cukup introvert kala itu sangat senang mendapat perlakuan demikian dan ingin menjadi lebih dekat dengannya.
Tetapi setelah hari-hari berikutnya pun aku tidak memiliki cukup keberanian untuk menyapanya terlebih dahulu, dan hanya mengamatinya dari kejauhan. Melihat kebiasaannya, beberapa kali aku mendapatinya dengan 2 gadis lainnya menyelinap ke ruangan teater, dan pernah sekali juga aku ikut menyelinap bersama mereka.
Menyaksikannya dari belakang dan berharap apakah mungkin suatu saat nanti aku bisa mengamatinya tepat dari sampingku.
Lama kelamaan entah mengapa dia sudah jarang tersenyum dan selalu terlihat menyendiri bahkan saat pergantian kelas dan jam makan siang.
Ketika pembagian kelas 11 aku begitu senang karena berada di kelas yang sama dengannya. Aku terus bertanya-tanya apakah aku bisa lebih dekat dengannya. Aku terus berada disekitarnya tetapi sepertinya dia pun tidak menyadari keberadaan ku dan jika dia membalas tatapan ku dia akan mengalihkannya seolah bertatapan dengan orang asing.
Setelah sebulan berada di kelas 11 aku memutuskan untuk menyatakan perasaan ku padanya, dengan cincin dari tempat perhiasan langganan ibu, dan ibu bahkan membantuku memilihkannya. Tetapi aku pun ditolak, yah aku pun tak cukup tampan untuk bersanding dengannya itulah awalnya yang terbesit dalam pikiranku. Tetapi aku salah penolakannya justru didasarkan pada status dan kekayaan.
flashback on :
"Jadi, ambillah" ucap ku kepada narin, aku ingin semakin dekat dengan narin, aku tidak suka saat lalat-lalat itu mendekati narin dan bahkan berlaku kelewat batas yang membuat narin tidak nyaman. Tetapi saat hal itu terjadi aku hanya bisa terdiam dan tidak membantu narin karna aku...
Bukan siapa-siapa...
Sehingga ku putuskan saat ini agar aku menjadi 'siapa-siapa' bagi narin. Mungkin aku sudah gila atau bahkan membiarkan rasa suka ini menguasai diriku.
Sehingga kewarasanku pun telah tertutupi dengan kebodohan ini. Aku bahkan rela jika narin menerimaku hanya untuk memanfaatkan ku saja. Aku tidak masalah dengan itu, narin bebas saja menggunakan ku sesukanya, asal aku menjadi 'siapa-siapa' baginya.
Suasana ini pas sekali, menyatakan perasaan di belakang pekarangan sekolah dengan cincin indah pilihan ibu, setelah narin mengatakan ya, kami akan pergi ke restoran chinese yang sudah ku reservasi sebelumnya. Sempurna ini semua sangat sempurna jika berhasil sampai aku tidak bisa memikirkan kegagalannya.
"Kau tau? Aku paling benci dengan orang kaya, terutama orang kaya seperti mu"
beberapa kata yang terlontar dari narin membuat ku terdiam cukup lama, terlebih lagi ketika narin menyeka tangan ku hingga membuat cincinnya terjatuh. Aku hanya bisa memandangi cincin yang perlahan memasuki selokan.
"Aku tidak mengerti apa yang membuatmu berpikir atau bahkan berani melakukan hal ini, tapi sudah jelas kau ditolak" tegasnya lagi.
"Aku tidak mengenalmu, tidak menyukaimu dan bahkan sekarang aku membencimu. Jadi pergi sana"
Dan bahkan narin bilang dia membenciku...
Apa memang aku melakukan kesalahan besar? Aku terus bertanya-tanya pada diriku. Sampai narin pergi menjauh pun aku masih terus berpikir, dan mengajaknya untuk berteman dekat saja.
Huft sudahlah kenyataannya aku memang ditolak, lebih baik aku melakukan pembatalan reservasi saja. Aku tidak berpikir sejauh ini dan hanya memikirkan langkah selanjutnya.
Aku meninggalkan pekarangan belakang sekolah dan segera menuju rumah, mau mengambil cincinnya pun tidak bisa karna tangan ku tidak cukup kecil untuk mengambilnya.
Ada sedikit rasa penyesalan dari diriku karena menyatakan perasaan secepat ini. Entah mengapa penolakan ini membuat rasa sukaku pada arin semakin besar. Apa besok aku coba minta maaf saja dan mengajaknya untuk berteman baik.
Namun keesokan harinya pun aku tetap tidak bisa mengajaknya berbicara dan dia pun seolah menghindari tatapanku.
Aku harus bagaimana?
flashback off.
......................
"Tuan muda Chaiden... Apakah benar anda menyatakan perasaan ini kepada Arin?" celetuk seorang remaja berambut warna coklat terang itu sambil meraba bagian dada chaiden seolah bisa mendengar isi hati chaiden dari sana.
Chaiden yang menerima pertanyaan itu benar benar terkejut dan menyumpal mulut pemuda itu seolah mengisyaratkan untuk diam dan jangan sampai terdengar oleh orang lain. Namun terlambat, beberapa teman yang mendengar itu serempak berkumpul di meja chaiden dan dengan serius menunggu jawabannya.
"Ya, ditolak" jawab chaiden singkat guna mengatasi rasa penasaran beberapa temannya.
"Yahh... Apa kurangnya tuan muda kaya raya ini?" tanya salah seorang temannya seolah tidak terima dengan fakta bahwa chaiden 'ditolak' yang dibalas dengan anggukan persetujuan dari perkumpulan itu.
"Iya apa kurangnya ya"
"Berat badan?" celetuk salah satu temannya lagi, dan dibalas dengan tawa yang bergema dalam ruangan kelas yang sedikit berembun karna dinginnya angin pagi.
Gelak tawa mereka mendadak terhenti saat kedatangan sosok arin yang memasuki ruang kelas. Arin yang memasuki ruang kelas dengan wajah datar dan sorot mata tajam, langsung menuju tempat duduk nya di belakang dan tertidur.
Tak selang beberapa lama kemudian,
“Hei” ujar arin datar membuat penghuni kelas reflek menoleh pada sumber suara.
Chaiden yang sangking gugupnya tidak bisa menoleh pada sumber suara, dan terus bertanya-bertanya dalam hati, ada apa dengan arin?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments