+
+
Mata Lily membelalak ketika pria didepannya tiba-tiba mendekatkan wajahnya lalu dia merasa benda lunak menempel di bibirnya. Badan Lily membeku, seluruh tubuhnya kaku tidak bisa di gerakkan.
Lily memberontak dengan memukul bahu Kay yang sedang menghisap bibirnya tetapi hal itu tidak membuat bibirnya terlepas jadi Lily memikirkan hal apa lagi yang harus dia lakukan.
Saat merasa akan kehabisan nafas dan tidak ada tanda-tanda Kay akan berhenti membuat Lily dengan berani menggigit bibir bawah pria kurang ajar itu hingga berdarah.
“Ma-maf tuan tapi-“ belum juga Lily menyelesaikan ucapannya, bibirnya kembali di serang pria didepannya bahkan tangannya naik mengelus pinggang Lily membuatnya meremang karena baru kali ini ada seseorang yang berani menyentuhnya se-intim ini.
Lily ingin memberontak tetapi jiwa murahannya sepertinya bangkit karena tubuhnya tidak bisa menolak sentuhan laki-laki itu. Tanpa sadar Lily mendesah ketika tangan Kay bermain di pinggangnya.
Berusaha mengambil kesadaran sebelum semuanya terlambat Lily kembali memberontak dengan menendang selangkangan pria didepannya dan cara itu berhasil. Tapi melihat Kay kesakitan dengan wajah yang memerah membuat Lily merasa bersalah.
“Maaf apakah itu sakit?” Lily mendekat pada Kay.
“DIAM!” Mendengar bentakan itu membuat Lily mengerjapkan matanya keget dan mundur perlahan.
“Tuan biarkan saya mengoba-“ Lily berhenti ketika sadar akan perkataanya bagaimana bisa dia mengobati di tempat yang seperti itu.
“Ya, kamu harus mengobatinya.”
“Tidak, tidak, tidak maksud aku bukan seperti itu tuan.” Lily menggelengkan kepalanya panik.
“TUAN TUAN, panggil saya Kay!”
“Kay maaf.” Lily menundukkan kepalanya dengan tangan yang saling bertaut.
Tanpa berkata Kay keluar dari kamar dengan langkah yang tertatih lalu Lily mendengar suara pintu yang dikunci dari luar membuatnya mendesah kesal.
Gila kenapa bisa Lily membiarkan tubuhnya dijamah seperi tadi, dengan cepat dia mengambil asal satu set pakaian dan segera memakainya takut ada orang yang masuk lagi.
Lily menyesal kenapa dimeja makan tadi dia tidak makan banyak, sekarang dia merasakan akibatnya. Perutnya kembali sakit dan juga kram padahal kan biasanya dia sudah biasa dengan keadaan seperti ini. Perutnya setelah berada di negara ini menjadi manja.
Ingin keluar pun pintunya terkunci dari luar dan Lily hanya bisa diam di depan jendela yang menyajikan pemandangan di sore hari dengan sebuah taman yang indah didepannya, ingin sekali dia turun kesana.
Tapi ketika Lily ingat ada sebuah harimau di rumah ini membuatnya harus berpikir lagi untuk keluar. Sedang asik melamun suara pintu terbuka membuat Lily segera berdiri dan melihat yang datang ternyata dua pelayan sebelumnya.
“Nona, tuan meminta anda untuk makan.” Lily berjalan mendekat kearah keduanya yang sedang menyiapkan makanan dimeja depan ranjang.
"Tolong jangan panggil nona, kalian bisa panggil aku Lily,”
“Tidak bisa nona nanti tuan tidak suka.”
“Aku mohon, sangat tidak nyaman mendengar kalian menyebutku nona,” Lily menatap kedua pelayan itu dengan memohon.
“Tapi nona-“
“Begini saja kalau tuan ada kalian boleh memanggilku nona tapi kalau dia tidak ada kalian harus memanggilku Lily.”
“Baiklah kalau itu mau nona.”
“Lily,”
“Ah iya Lily.” Kedua wanita itu menganggukkan kepalanya secara bersamaan.
“Kalau boleh tau nama kalian siapa aku belum tau.”
“Lily bisa panggil saya Paulina dan dia Giza namanya.”
“Paulina dan Giza.” Lily mengangguk-anggukan kepalanya.
“Kalau begitu kami keluar, kalau butuh sesuatu panggil kami saja.”
“Oke.”
Setelah keduanya keluar Lily segera duduk dan langsung memakan makanan didepannya dengan sedikit buru-buru karena dia sungguh lapar. Tanpa Lily sadari semua tingkah lakunya diawasi oleh Kay melalui kamera yang dia pasang dikamar yang dia tempati.
Di ruangan kerjanya Kay menarik sudut bibirnya ketika melihat cara Lily memakan makanannya, berbeda ketika sedang makan bersamanya.
Melihat bibir itu sedang melahap sebuah cake membuat Kay mengusap bibirnya sendiri dan membayangkan bibir gadis itu kembali berada di bibirnya. Memikirkan itu membuat Kay kesal karena lagi-lagi bagian bawahnya kembali keras bahkan hanya dengan memikirkannya saja.
Menutup kembali laptopnya. Kay lebih baik menyelesaikan tumpukan kertas yang berisi permintaan dari beberapa negara yang ingin mengirimkan barang-barang melalui maskapai pelayaran miliknya.
Kay sulit fokus pada pekerjaannya karena yang ada kepalanya dipenuhi oleh Lily. Ketukan di pintu membuat Kay mempersilahkan orang yang diluar untuk masuk.
“Maaf tuan anda harus bersiap karena pertemuan dengan Tuan Dario sebentar lagi.” Ujar Elger, asistennya.
“Siapkan saja semuanya.” Titah kay. Kemudian dia segera bersiap untuk menghadiri pertemuan itu.
Perusahaan milik Kay tidak hanya mencakup pengangkutan barang saja, tetapi pembuatan sebuah kapal juga yang dirancang langsung olehnya. Para borjouis biasanya meminta Kay untuk membuatkan sebuah kapal pesiar, tapi tidak semudah itu. Kay termasuk orang yang pemilih dalam menentukan klien nya. Bahkan banyak pejabat pemerintahan yang ingin memakai jasanya, ketika Kay menolak mereka rela untuk membayar beberapa kali lipat meskipun hal itu tidak mengurungkan niatnya.
Santorini, Yunani
“Halo Cyrano,” Kay menerima uluran tangan pria paruh baya didepannya.
“Tuan Dario.” Kay sedikit tidak suka dengan pria tua didepannya karena sudah membuatnya menunggu.
“Maaf terlambat, biasalah pria tua.”
“Lain kali anda harus menghubungi sekertaris saya untuk mengkonfirmasinya.”
“Baiklah-baiklah itu tidak akan terjadi lagi,” Dario mengepulkan asap dari mulutnya seraya memperhatikan suasana di sekitarnya.
“Seperti biasa aku ingin mengirim barang tapi kali ini jumlahnya cukup besar.” Lanjutnya.
"Untuk kali ini tidak bisa karena ada sedikit masalah dengan orang-orang pemerintahan.” Kay memberi kode dengan tangannya agar Elger yang berdiri tidak jauh dari keduanya untuk mendekat.
Elger menyerahkan sebuah iPad pada Kay. Kay menunjukkan sebuah artikel pada Dario.
“Sialan! bagaimana bisa.” Dario menggebrak meja yang ada diantara keduanya.
“Bisa saja,” Kay berkata dengan santainya. “Anda ingin menggunakan saya setelah membuat kekacauan ini? Jelas tidak bisa.” Lanjutnya.
“Cyrano berapa pun akan aku bayar asalkan kau mengirimkan barang ini, apa perlu aku berlutut di depanmu?” Dario berkata dengan wajah panik yang tidak ditutupinya.
“Tetap tidak bisa, barang-barang haram milikmu sudah berada di tangan pemerintah.” Kay beranjak diikuti Elger dibelakangnya meninggalkan Dario yang terlihat seperti serangan jantung setelah mendengar perkataan Kay.
Jangan kira selama ini pekerjaan Kay bersih, karena dia juga mengirimkan barang-barang ilegal seperti senjata api, manusia, bahkan narkoba bisa terkirimkan langsung oleh maskapainya tanpa sulit.
Para polisi di kota ini menganggap Kay seperti sebuah ancaman karena ketika mereka melakukan pemeriksaan atas laporan tentang penyeludupan barang-barang terlarang mereka selalu gagal karena tidak terbukti adanya.
Kay tidak memiliki identitas yang pasti karena yang mereka tahu Kay hanya seorang pemilik perusahaan pelayaran. Tapi ada yang mengatakan bahwa Kay itu adalah anak seorang yang paling berpengaruh di negara ini. Itu pun hanya desas-desus saja.
Kay’s Mansion
Kay kembali pada malam hari tepatnya pukul sembilan. Dia menyuruh pelayan agar memanggil Lily untuk makan bersama-sama, tapi pelayan itu kembali sendirian tanpa Lily.
“Maaf tuan, tapi nona Lily sudah tertidur saya tidak berani untuk membangunkannya.”
“Dia sudah makan?.”
“Hanya tadi sore yang tuan perintahkan, apakah saya harus membangunkan nona, tuan?”
“Biarkan saja.” Kay pun makan sendirian.
Kay menaiki tangga, bukannya menuju kamarnya sendiri tapi Kay melangkahkan kakinya menuju kamar tempat Lily berada. Membuka pintu secara perlahan Kay mendapati gadis itu yang memang sudah tertidur dengan posisi telungkup.
Melangkahkan kakinya menuju ranjang Kay berdiri disamping Lily. Tangannya terulur untuk merapikan rambut gadis itu yang menutupi wajahnya. Kali ini wajah polos Lily yang masih terdapat bekas luka terlihat dengan jelas.
Kay mengira Lily terbangun ketika dia menggeliat lalu merubah posisinya menjadi terlentang tetapi gadis itu rupanya tetap tertidur. Kay mendudukkan dirinya disamping Lily, tangannya terulur kembali untuk mengelus leher Lily yang terdapat lebam melingkar bekas cekikan meskipun terlihat samar.
Merasakan ada sesuatu yang menggerayanginya membuat Lily membuka matanya dan spontan terbangun dan menjauh dari pria itu.
“Ada apa?” Kay bertanya dengan sedikit heran melihat Lily yang menatapnya dengan horor.
“Tuan yang kenapa?”
“Rupanya kamu senang di hukum ya.”
“Hukum? Emangnya aku salah apa?” Belum sempat Lily memikirkan apa salahnya, bibirnya kembali menjadi santapan pria didepannya. Bahkan tubuh Lily diangkat hingga berada di pangkuannya.
Lily memberontak tentu saja, apalagi ketika dia merasa ada sesuatu yang menusuk di bagian bawahnya. Lily meronta dan meliukkan badannya membuat Kay menggeram. Hal itu malah membuat nafsu Kay semakin tidak bisa ditahan lagi.
“Jillian.” Geraman Kay disamping telinganya membuat tubuh Lily meremang.
Saat tangan Kay masuk kedalam bajunya lalu menyentuh buah dadanya membuat Lily mendesah. Tanpa sadar Lily mengalungkan tangannya di leher Kay serta menelusupkan jarinya di rambut pria itu.
Semua tindakan yang Lily lakukan tidak terpikirkan sama sekali sebelumnya.
Ketika Kay akan membuka baju yang Lily pakai, gadis itu seakan tersadar dengan apa yang sedang mereka lakukan lalu segera melompat dari pangkuan Kay.
“Ini salah.” Ujar Lily dengan nafas terengah pada Kay.
Mata Kay yang diselimuti hawa nafsu tidak bisa di sembunyikan dan Lily menyadari itu jadi lebih baik dia berhenti disini sebelum semuanya terlambat.
“Maaf kay.” Lily berlari menuju kamar mandi dan menguncinya dari dalam.
+
+
..."Let the tears flow down the soul"...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments