Dulu, Tari sempat membayangkan dapat berkeliling dunia bersama keluarganya karena memang itulah impiannya
Membuat boneka salju besar bahkan membuat istana pasir yang bisa ia masuki kapan saja tanpa berfikir bahwa istana pasir itu akan roboh terkena ombak, pikirannya waktu kecil
Waktu ia kelas 5 SD tepatnya, peristiwa yang menimpanya bersama keluarga kecilnya kala itu
"Masih jauh Pa?" Tanya Tari kecil
"Sebentar, Tari tidur aja dulu, nanti kalau udah sampai papa bangunin, ya?" Ucap ayah tenang
Dan benar saja, Tari tak memikirkan apapun lagi kecuali ia yang sudah berlari-lari kecil di bibir pantai, sambil memejamkan mata ia membayangkan betapa serunya bermain ombak nanti, dan yang terakhir dari yang Tari ingat adalah gelap, alam mimpi menyelimuti
Papa bohong! Nyatanya ia tidak dibangunkan dengan sambutan senyum sumringah bahwa mereka telah sampai di tempat tujuan melainkan sambutan tangis dari mama, sementara papa? dimana dirinya yang berkata akan membangunkan Tari tadi
"Ada yang sakit, Nak?" Suara pertama yang Tari dengar, ia ingin berbicara panjang lebar sekarang, dimana ia sekarang? Kenapa mama sedih? Kenapa badan Tari sakit semua? Dimana papa?, Suara-suara itu hanya sampai di hatinya tak bisa keluar
Rupanya Tari sudah mengalami koma selama 2 hari karena kecelakaan besar itu, mobil mereka mengalami rem blong sehingga papa tidak bisa mengendalikan mobil, papa sendiri mengalami koma selama 4 hari, beruntungnya mama tak mengalami luka berat
Kaki Tari mengalami kelumpuhan, itu sukses membuat papa dan mama menangis, Tari sendiri belum bisa mempercayainya, harus bersahabat dengan kursi roda bukanlah cita-citanya
Tak terhitung sudah berapa tetes air mata yang keluar dari maniknya, keadaan masih tak berubah, hanya bisa pasrah dan mengucapkan selamat tinggal pada bayangan yang indah itu
Tak luput dari dorongan semangat dari papa dan mama berikan, dan sekarang ia mempunyai sosok Iva yang menjadi sahabat karibnya, yang kedua setelah kursi roda
Ting!
Tari mengambil ponsel dari atas nakas lalu memajukan pelan kursi rodanya menuju depan jendela, ketika daun jendela itu terbuka lebar, suara-suara binatang malam mulai masuk di indera pendengarannya
Angin sepoi menyapu kulit Tari yang kuning langsat, ada pesan dari grup alumni SMP-nya
Alumni SMP Lentera
Dion
Pada sombong ya sekarang, kumpul napa woy, sepi amat nih grup
Fella
Bakar rumah biar rame!
+6254×××
Rumah Lo gue bakar
Dita
Bau bau kangen nih
+6231×××
Sekolah udah ngadain reuni tilil! Dari mana aja lu pada
Amel
Iya tuh, baru aja disampein sama pak Budi lusa katanya
+6254×××
Siap, awas aja ya pade jual mahal, kagak mau Dateng
Amel
Ini acara resmi dari sekolah sape'i!!nggak dateng nggak dapet snack lo
Dita
Lah emang iya?
Amel
Iya, baru aja pak Budi nge chat gue suruh ngumumin katanya, satu angkatan pada Dateng, grup masih lengkap kan?
+6231×××
Kebetulan sekali kawan
Dion
Lah? Masih chatan sama pak Budi Lo?
Fella
Hiyak ketahuan nih@Amel
...Amel keluar dari grup...
Tari menyunggingkan senyum melihat chat singkat itu, tak salah juga dirinya gak keluar grup alumni, ternyata ada gunanya juga, memori semasa SMP berputar ria di kepala Tari, ia harus ikut reuni itu!
...🌷...
Tari
Gimana Va ikut gak?ikut lahh ya, gak kangen lo sama temen temen?
^^^Anda^^^
^^^Terserah kalau gue^^^
^^^Ya udah deh ikut, gue nyetir ya, pantengin grup terus siapa tau jadwal berubah^^^
Tari
Oke
Iva menggulingkan badannya ke kanan di kasur empuknya, baru saja ada pemberitahuan bahwa akan ada acara reuni SMP kira-kira lusa mendatang
Dia mengambil sebuah boneka panda berukuran sedang di kepala tempat tidurnya, boneka yang diberikan seseorang kepadanya 3 tahun lalu
"Keadaan lo sekarang gimana? Masih sama kayak dulu nggak ya?"
Iva menatap langit langit kamarnya, mengingat kembali kisah cinta monyetnya dengan seorang gendut tetangga kelasnya
Bukan, nyatanya Iva risi dengan perlakuan cowok itu padanya, Iva sangat ingin terlepas dari belenggu gangguan cowok itu, tapi dirinya terlalu sungkan
Dan berakhir kepura-puraan seakan cinta cowok itu terbalas, Iva benar benar tak menyukainya
Tetapi saat Iva memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya pada cowok itu, dengan hati-hati, manusia itu malah menyumpah serapahinya dengan kata-kata yang Iva sendiripun terdiam habis habisan mendengarnya
Dan berakhirkan cowok itu yang menghilang misterius dengan meninggalkan kotak makan tupperware di laci mejanya, berisikan roti bakar selai strawberry kesukaannya
Sudahlah, buat apa juga dia mengingat kejadian kampret itu, lebih baik ia tidur cantik agar besok tidak tertidur di pelajaran bu Vika
...🌷...
"Yah, lo jadi pergi emang?" Ujar Danang sendu
"Jadi, kan gue juga udah tanda tangan di berkasnya kan?" Jawab Athaya
"Di sini aja kenapa sih, pertukaran pelajarnya ganti si Agung aja tuh, di kan juga pinter" Danang menimpali
"Kenapa sih?heran gue sama lo, biasanya aja suka diajak berantem giliran mau ditinggal aja, ngerengek"
"Enak aja, aku ndak ngerengek lho ya"
"Terserah lah"
Athaya menutup resleting tasnya, sore ini ia sudah harus pindah ke Jakarta karena dia adalah siswa yang terpilih untuk menjadi duta pertukaran pelajar dari SMA nya
Dan kebetulan sekali, mamanya juga harus dipindahkan ke Jakarta untuk urusan dinas, jadi mereka bisa langsung pindahan
"Jangan lupain aku ya, Thay" ujar Danang
"Tai lo! Yang niat napa"
"Oke oke, sukses buat sampean ya Ath, kalau ada waktu sering sering mampir yo?"
"Siap siap"
Danang adalah teman dekat Athaya selama di Semarang, tinggal sekelas juga, kalau kemana mana suka bareng, tapi bukan berarti mereka belok ya
Selain suka mentraktir Danang di angkringan mbak Puji, Athaya adalah temannya curhat kalau Danang tengah mabuk kasmaran dengan anak Mbak Sri–dek Dian
"Gue berangkat ya, Nang?" Ucap Athaya sambil memeluk Danang, pelukan lelaki.
"Iyo, hati-hati yo?"
Cowok berkulit sawo matang itu tak henti-hentinya mengucapkan kata 'hati-hati', Danang tahu betul masalah dan masa lalu yang dialami teman dekatnya itu, dirinya pun sangat khawatir pada Athaya
"Mas Danang? Kita pamit dulu ya?" Ucap Tante Zahra–mama Athaya
"Iya, Tan, hati-hati"
Pertemuan mereka sampai disini, mobil Athaya melaju meninggalkan rumah modern bernuansa cokelat yang sudah menjadi saksi bisu perjuangan Athaya disini
"KAPAN KAPAN MAMPIR, ATHAYA!!" teriak Danang dari kejauhan sore itu
Kendaraan berlalu lalang membaur jadi satu, kenangan di kota ini sangat banyak bagi Athaya, saat 3 tahun lalu mama membawanya pindah untuk tugas dinas
Menjadi single parent bukanlah hal yang mudah, ayahnya meninggal saat Athaya masih bayi, bahkan sampai saat ini Athaya masih belum tahu penyebab kematian ayahnya, kata mama terkena serangan jantung, tapi entah kenapa seperti ada hal yang disembunyikan, entahlah...
Sekali saja ayahnya pernah menemuinya di alam mimpi, dikarenakan waktu SD dia sempat diremehkan karena tak memiliki seorang ayah, Athaya menangis hebat kala itu, ia tertidur memeluk foto ayahnya hingga bermimpi melihat wajah ayahnya untuk pertama kali
"Papa tau kamu hebat nak, kamu pasti bisa melewati semua ini, jagain mama kamu ya, jadi laki laki itu harus kuat, oke?, Papa selalu ngawasin kamu dari jauh, papa selalu ada di belakang kamu buat menopang kamu kalau kamu akan jatuh nak, papa selalu ada, selalu..."
"Nak, gimana urusan pertukaran kamu?" Ujar mama tiba-tiba
"Udah kok mah, udah Athaya urus semua"
Mama mengangguk, kemudian membuang arah kembali ke luar jendela
"Pak Budi?, Ntar mampir beli makanan dulu ya?" Athaya berujar
"Loh kok tiba-tiba" mama kembali menatap Athaya
"Athaya tau mama belum makan tadi" ujar Athaya tersenyum
"Hmm..mama belum laper"
"Jangan mah, nggak boleh gitu, ntar maag mama kambuh lagi"
"Makasih ya" ujar mama lembut
Athaya akan selalu menjaga mama, Athaya tau ada yang nggak beres disini, mama selalu sedih dibelakang Athaya, tapi kembali tersenyum hangat ketika berhadapan dengan Athaya, semoga saja
"Jagain mama kamu ya, jadi laki-laki itu harus kuat oke?"
--
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments