Sabar

Di rumah sakit, Mala tampak menghubungi seseorang. Wanita itu membaringkan tubuh Adnan di brankar pasien yang dia pinjam dari bagian pendaftaran pasien. Pasien memang bisa meminjam bed dan juga kursi roda dengan menjaminkan KTP mereka.

Seorang pria berjas hitam membantu Mala mendorong brankar Adnan menuju loket laboratorium. Tak menunggu lama seorang petugas sudah datang untuk mengambil sample darah Adnan. Mala mengusap sayang kepala Adnan sebelum jarum suntik menembus kulit bocah itu.

"Apa dokter Tio sudah stand by. Pendaftaran online-nya memang nomor satu kemarin." Si pria berjas langsung memberi tahu kalau dokter spesialis anak sudah menunggu.

Jam masih pagi tapi pemeriksaan Adnan sudah selesai, bahkan laporan laboratorium anak itu siap dalam setengah jam. "Kamu yang ngambil obat ya." Pinta Mala. Pria berjas hitam itu patuh. Seolah dia sudah terbiasa dengan perintah Mala.

"Bu, kalau tuan curiga bagaimana?" Pria itu bicara sebelum Mala menutup pintu mobil yang akan mengantarnya pulang.

"Gak akan, dia sudah gak peduli sama saya. Dia lebih sayang sama si ulet keket itu. Sapa namanya? Katy...Katy....bule abal-abal. Rambut dicat dah kek janda pirang yang lagi trending di tetangga." Oceh Mala.

"Tapi tuan masih nyari ibu." Info pria itu lagi.

"Biarin, masih inget juga dia sama saya. Biar tahu rasa!"

Braakkk, si pria berjas hitam menghela nafas melihat kelakuan tuan dan nyonyanya. Nyonya? Siapakah Mala? Sampai pihak rumah sakit mengutamakan wanita itu tiap Adnan kontrol ke rumah sakit.

Dalam mobil, Mala kembali mengusap kepala Adnan. Terlihat sekali jika Mala sangat menyayangi Adnan. "Ibumu sangat luar biasa, Le. Merawatmu sendirian. Banting tulang sendirian." Air mata Mala mengalir, mengingat Rossa yang selalu sabar saat merawat Adnan. Cukup bersyukur, keadaan Adnan baik-baik saja. Mala tadi juga sempat konsul ke bagian rehab medik. Bertemu dokter yang menangani terapi Adnan.

Hampir tengah hari saat Mala sampai di kontrakannya. Dia sendiri yang mengangkat Adnan masuk ke dalam rumah. "Wah mobilnya bagus, Bu." Tukang kepo datang.

"Taksi onlen, mumpung promo, murah," Mala menjawab dengan logat medok khas desa. Berbeda dengan tadi saat bicara dengan pria berjas hitam. Terlihat jika Mala seorang nyonya.

"Bulan depan, nanti tak kirim tanggalnya." Si supir mengangguk paham, mendengar bisikan Mala. Tak lama mobil itu melenggang pergi dari sana.

"Maaf bu, waktunya Adnan makan. Permisi." Pamit Mala. Huft, Mala menghembuskan nafasnya. Masuk ke dalam rumah, mengganti setelan celana dan blusnya dengan daster. Mulai rutinitasnya membantu Rossa merawat Adnan.

**

**

"Aduuhhh, jalan pake mata dong!" Bentak seorang perempuan, tinggi semampai dengan rambut berwarna pirang. "Janda pirang teko (datang), janda pirang teko (datang)," beberapa staf pria berbisik.

Rossa hanya mengangguk minta maaf, tidak mau memperpanjang masalah, walau dia yang ditabrak sebenarnya. Shilda langsung mengomel. Kesal pada sang teman yang terlalu nerimo (pasrah). Tidak pernah melawan. "Apa gunanya kita melawan orang sinting?" Satu jawaban dari Rossa membuat Shilda bungkam. Benar sih, wanita tadi lebih terlihat seperti orang gila dibanding orang waras.

Satu pesan masuk ke ponsel Rossa," Aku tidak akan pernah menceraikanmu." Siapa lagi jika bukan dari Angga. Rossa menghela nafas, sepertinya ini tidak akan mudah. Satu lagi notifikasi masuk ke SMS-nya. Sejumlah uang masuk ke rekeningnya. Diiringi satu pesan lagi, "Ini nafkah untukmu bulan ini."

Kali ini Rossa mendengus geram, muak sekali dia dengan semua keadaan ini, ingin rasanya dia marah.

Hari beranjak sore, Rossa tergesa-gesa mengambil motornya. Waktu Magrib hampir habis, dan dia sangat penasaran dengan hasil kontrol sang putra. Meski Mala sudah mengabari kalau hasilnya bagus.

Kurang berhati-hati, Blacky menubruk mobil sedan hitam yang baru keluar dari parkiran di depan Rossa. "Astagfirullah, mati gue!!" Rossa bergegas turun dari motornya. Bersamaan dengan si pengemudi mobil. Seorang pria tinggi besar dengan kaca mata hitam nangkring di hidung mancung pria itu.

"Ma...maaf Pak, saya tidak sengaja." Lirih Rossa, beberapa karyawan berhenti untuk menonton kejadian itu.

"Ganti rugi!" Kata pria itu singkat. Mata pria itu sempat melirik name card Rossa yang masih tergantung di leher wanita itu.

"I...iya, Pak." Rossa mengeluarkan dompetnya. Mengeluarkan lima lembar uang ratusan ribu, yang sejatinya untuk membeli susu Adnan dua minggu ini.

"Masih kurang. Besok harus genap ya. Aku berikan tagihannya." Mata Rossa membulat ingin protes. Tapi wajah dingin pria itu membuat mulut Rossa kicep tidak bisa buka suara.

Sepanjang jalan pikiran Rossa bercabang, uangnya habis. Susu Adnan belum terbeli, gajian masih dua minggu lagi, di rumah hanya tinggal beberapa lembar untuk membeli sayur, tissu, bayar listrik juga air. Sepertinya malam ini dia harus lembur mencari tambahan penghasilan.

Satu mobil sedan hitam masuk ke sebuah minimarket, melewati sebuah mushala. Di mana pengemudinya melihat seorang wanita tengah melepas mukena. Sudut bibir pria itu tertarik. "Menarik."

"Istirahat Cha." Mala menepuk pelan bahu Rossa, sudah jam sebelas malam, dan wanita itu masih berkutat dengan adonan roti. Usaha sampingan Rossa, menjual roti. Beberapa teman ada yang memesan kemarin, dan setelah posting di SW-nya. Yang lain ikut memesan, sekalian buat. Satu kalimat syukur terucap dari bibir Rossa. Selain balik modal, sisanya bisa untuk membeli susunya Adnan.

"Sebentar lagi Bu. Ini tinggal roti gorengnya. Buat warungnya mbak Semi. Lumayan kemarin banyak yang nanya. Sekalian nunggu itu yang lagi di-bake." Mala tersenyum.

"Sambil nunggu jam minum susu-nya Adnan ya?" Rossa mengangguk mengiyakan pertanyaan Mala.

Hari berganti, Rossa kembali ke rutinitasnya. Hari ini wajah wanita tersebut tampak sumringah, satu kotak susu Adnan berhasil dia beli nanti sore. Hasil keuntungan COD rotinya.

Perhatian beberapa teman Rossa mulai terbagi, saat dua orang pria keluar dari ruangan Angga. Berjalan ke arah karyawan yang tengah bekerja.

"Silahkan tuan Aria." Terdengar suara Angga, samar-samar masuk ke telinga Rossa. Tapi wanita itu tidak peduli. Rossa terus fokus pada pekerjaannya. Tanpa dia tahu, dua pria menatap bersamaan padanya. "Sasaran terkunci." Bibir pria bernama Aria itu tersenyum tipis.

Sebuah pengumuman Angga berikan, memperkenalnya direktur utama mereka yang baru sekaligus pabrik tempat mereka bekerja. "Perkenalkan nama saya Riffaldo Aria Loka. Semoga kita bisa bekerja lebih baik." Tepuk tangan menyambut kalimat pria itu.

Rossa mengangkat wajahnya, merasa pernah mendengar suara itu. "Astagfirullah, dia kan kemarin yang mobilnya aku tabrak." Wajah Rossa yang mendadak pucat, tertangkap oleh ekor mata Aria.

"Senang bertemu denganmu, Nurmala Alika Rossa."

"Cobaan apa lagi ini?" Dua pria tampan menatap bersamaan ke arah dirinya. Bisa Rossa pastikan, gosip soal dirinya akan semakin bertambah banyak.

Satu tepukan di bahu Rossa, membuat wanita itu menoleh. Shilda tersenyum manis padanya. "Aku tahu, Da. Sabaaarr." Balas Rossa lirih.

***

Kredit Pinterest.com

Meet Riffaldo Aria Loka

Up lagi readers. Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih.

***

Terpopuler

Comments

Memyr 67

Memyr 67

aria itu suaminya mala?

2023-06-17

1

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

rosa ma angga ne mana
akhire nama rosaa loncing juga di sini

2023-06-17

1

Damar Pawitra IG@anns_indri

Damar Pawitra IG@anns_indri

yaaak good
saingan cinta datang
pertinyiinnyi, siapakah sad boy nya
wkwkwk
maap bund, aku menunggu itu 🤭🤭😁

2023-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!