Us Four

"Celine!! " Teriakan dari Shana memenuhi koridor yang tengah ramai-ramainya.

Celine terseyum kecil, sama sekali tak mempedulikan banyak tatapan kagum yang mengarah padanya. Celina Lee memang selalu berhasil menjadi pusat perhatian, gadis itu cantik dan punya tutur kata yang lembut.

"Gila! Lo dari mana aja dua hari nggak datang. Gue khawatir banget sama lo!" Shana itu super aktif jadi jangan terkejut jika suara gadis bersweeter biru itu menggema di sepanjang koridor.

"Nggak usah teriak. Malu gue punya teman kayak lo" Chrisa mendorong belakang kepala Shana dengan telunjuknya. Jika Shana adalah orang yang super aktif maka kenalkan Chrisa yang sekali ngomong langsung nyelekit.

"Tahu, kayak udah nggak ketemu setahun aja" Kekeh Celine menanggapi keduanya.

Ketiganya kembali melanjutkan langkah, dengan percakapan ringan yang mereka buat. Sampai tiba didekat tangga Celine menghentikan langkahnya, netranya ter arah pada seorang lelaki yang kini tengah berada di tengah tangga.

"Ce, ayo ih" Shana menariknya membuat Celine otomatis mengikuti.

Celine merasakan sentuhan kecil di punggung tangannya, ia menoleh sejenak kearah lelaki yang kini menatapnya dengan segaris senyum dibibirnya.

"Lo cantik hari ini" Bisiknya sukses membuat detak jantung Celine terpacu.

Rasa takut, cemas, dan kecewa bergabung menjadi satu.

Jemari tangan Celine menggepal erat, matanya mentap kosong"Nggak" Celine menggeleng kepalanya. Ingat kembali akan hal yang sudah ia lalui"Nggak, jangan" Katanya dengan nafas memburu.

"Ce. Hey, are u okey?" Chrisa menepuk pipi Celine beberapa kali.

Gadis itu tetap menggelengkan kepalanya dengan gumaman kecil yang terus keluar dari mulutnya. Chrisa menangkup wajah Celine, dilihatnya wajah Celine yang pucat dengan sorot mata yang kosong.

Chrisa khawatir apalagi beberapa orang yang lewat sempat menatap aneh "Celine" Panggilnya lagi.

"Sha cari Eiden. Cepat!"

"Wait. Gue cari".

Chrisa kembali menepuk pipi Celine, berharap sahabatnya itu kembali baik-baik saja. Bingung, Chrisa tidak tahu apa yang membuat sahabatnya itu seperti ini.

...

"Hey" Eiden melakukan hal yang sama dengan yang Chrisa lakukan sebelumnya. Lelaki itu menghela nafas kasar kemudian mendekatkan dirinya lebih dekat pada Celine"Celine, jangan gini"bisiknya pelan.

Seolah ucapan Eiden adalah mantra yang mampu menyadarkan Celine dari lamunannya. Nafas Celine pendek-pendek sebelum kepalanya terangkat"Ei?"tanyanya.

"Kenapa?" Eiden menatap dalam netra coklat gelap milik Celine, ada ketakutan dari sorot mata gadis itu. Mau tak mau Eiden mengangkat tangannya, meski kaku ia memberanikan diri mengelus rambut Celine"Ada gue"katanya.

"Dia jahat" Adu Celine.

Chrisa dan Shana hanya memerhatikan sejak tadi. Melihat interaksi antara dua anak manusia dengan hubungan tak jelas itu.

"Ce, lo lebih baik pulang aja. Nanti gue bisa minta izin buat lo sama-"

"Nggak perlu" Eiden lebih dulu memotong ucapan Chrisa.

Pada dasarnya tidak akan ada yang berani melawan Eiden. Sekalipun Chrisa ingin protes demi kebaikan Celine, tetap saja ia tidak akan melakukan hal itu.

"Chrisa tanya sama Celine, bukan lo" Chrisa membolakan matanya tak percaya, ia tahu Shana itu super aktif tapi mulutnya itu benar-benar tidak bisa di kontrol.

"Gue tahu apa yang baik dan nggak buat dia" Tekan Eiden tajam sambil menunjuk Celine.

Celine menghela nafas pelan "Ei" tegurnya, tak ingin ada keributan.

"Hm."

"Udah bell, lo balik ke kelas lo sana. Gue juga mau ke kelas" Celine tersenyum kecil "Okey?."

"Hm" Eiden segera melangkah menaiki tangga lebih dulu.

Sementara Shana kini tengah mencak-mencak setelah kepergian Eiden. Gadis dengan sweeter biru itu masih tidak bisa menatralkan kekesalannya.

"Lo gila!. Gimana kalau lo digulingin dari tangga, mau mati lo!" Marah Chrisa masih tak habis pikir.

"Mana berani, ada Celine kok" Shana bergumam kecil.

"Masuk kelas ih, bell udah lama bunyi" Intrupsi dari Celine membuat keduanya langsung menghentikan perdebatan.

"Ce. Lo kenapa bisa gitu?."

●●●

Celine belum pulang kerumah hari ini karena Jonan pastinya akan ada di rumah jika berada di hari sabtu seperti sekarang, karena hari minggu adalah waktu lelaki itu bersama Papa. Sejujurnya Celine tidak menyukai adik lelakinya itu setelah sebuah kebenaran terbongkar. Jonan dan dirinya nyatanya punya Mama yang berbeda.

Mama Celine adalah istri sah Papa, sedangkan Ibu Jonan adalah mantan pacar Papa. Mama tidak terima dengan kehadiran Jonan, tapi Papa tetap dengan keputusannya untuk merawat Jonan setelah Ibu lelaki itu menghilang.

Mama menjadikan Celine seperti apa yang wanita itu inginkan, seperti boneka yang siap dimainkan kapan saja. Jadi Mama memang sakit, tapi Celine jauh lebih sakit.

Jika dulu Mama sering mengepang rambut,menyiapkannya sarapan dan menyiapkan kebutuhannya, maka sekarang tidak lagi. Celine tidak masalah jika Mama tidak mau mengepang rambutnya lagi karena dia sudah besar, tapi Celine sangat berharap setidaknya Mama mau menyiapkan sarapan untuknya dan mengurus keperluannya.

Dihari sabtu dan minggu Mama pasti tidak akan keluar dari kamarnya. Wanita itu akan mengurung diri tanpa makan dan minum selama dua hari, kadang Mama ditemukan dengan keadaan kacau atau pingsan.

Celine menghela nafas kasar, tatapannya menerawang pada langit-langit kost Eiden. Lelaki itu tengah pergi keluar membeli makan.

Suara ponsel dari atas tempat tidur membuat Celine bangkit dari tempatnya. Dengan malas Celine mengambil ponsel milik Eiden, ah lelaki itu melupakan ponselnya. Celine mengernyit menatap nama orang yang menghubungi Eiden.

"Gimana, baguskan kejutan gue hari ini?. Mau kejutan yang lebih besar lagi nggak?."

Kejutan? Mungkinkah Eiden mendapat kejutan dari temannya. Tapi Celine agak ragu lelaki itu punya teman. Ini Aderal Eiden soalnya, lelaki yang paling ditakuti penghuni Cahaya Nusantara.

"Ha-"

"Ponsel gue" Eiden menadahkan tangannya tepat di depan wajah Celine.

Lelaki itu mengambil ponsel yang disodorkan Celine, sebelah tangan lainnya memberikan plastik yang ia bawa "Lo makan dulu, gue angkat telpon diluar" Katanya.

Celine mengambil plastik itu dengan senang hati, ia mengidikkan bahunya tak peduli pada Eiden yang kini sudah menutup pintu. Celine sibuk dengan kegiatannya, mengambil alat makan yang berada tak jauh dari tempatnya duduk.

Dengan telaten Celine menyiapkan semuanya, sedangkan Eiden yang berdiri di dekat pintu menatap aneh kearah Celine. Entah apa yang ada didalam pikiran lelaki itu.

"Ei" Celine mengangkat kedua piring yang kini diisi oleh nasi dan lauk.

Eiden mendudukan dirinya didekat Celine, mengambil satu piring dari tangan gadis itu. Eiden melirik piring Celine lalu beralih pada piringnya, gadis itu tidak makan sayur rupanya.

"Pantas lo kecil" Katanya terdengar ambigu di telinga Celine. Tapi sebelum Celine sempat protes lelaki itu kembali berucap"Lo perlu makan sayur, lihat badan lo. Kerdil"ejeknya, tapi tak urung memindahkan beberapa sayuran kedalam piring Celine.

Celine ingin merasa tersentuh tapi lelaki itu kembali membuka mulut dan berucap"Sayurnya lo makan aja. Gue nggak suka sayur, dari pada buang uang"katanya dengan entengnya.

Jujur saja Celine tidak senang dengan ucapan lelaki itu barusan, tapi mau protes juga percuma. Eiden adalah Eiden, bisa-bisa nanti ia makin di ejek habis-habisan jika protes.

Jadi dengan perasaan kesal Celine memasukkan satu sendok besar nasi ke mulutnya. Masa bodoh jika Eiden akan ilfiel padanya.

...

"Lo nggak pulang?" Eiden memberi sebuah selimut untuk Celine. Saat ini mereka tengah berada di teras depan kost-kostan Eiden. Duduk diatas sebuah bangku kayu yang dibuat lelaki itu tempo hari lalu.

Celine melilitkan selimut itu ketubuhnya, sebelumnya ia sudah mandi dan berganti pakaian. Untungnya ada beberapa sweeter yang ia letakkan di tempat penyimpanannya yang ada di sebelah kamar Eiden.

Celine menatap selimut yang kini membalut tubuhnya "Mirip selimut gue" Gumamnya.

"Iya. Gue ambil dari sebelah" Eiden menunjuk pintu tempat penyimpanan barang Celine. Sudah Celine duga sebelumnya, karena Eiden tidak akan rela memberikan sesuatu begitu saja.

"Lo nggak pulang?" Ulang Eiden lagi pada pertanyaannya yang sempat Celine abaikan.

"Gue nggak mau pulang" Nada suara gadis itu terdengar sendu. Celine menatap tepat pada netra tajam Eiden "Lo percaya nggak kalau gue benci sama saudara sendiri?" Tanyanya.

Eiden tahu arah pembicaraan ini. Sekarang kedua orang itu sudah saling membenci rupanya, Eiden mengangguk"Nggak mustahil buat lo, karena lo bukan tuhan yang maha pemaaf" Ucapnya meski sebenarnya Eiden cukup ragu untuk percaya pada tuhannya.

"Dia hancurin keluarga gue, ambil Papa dari gue, dan buat Mama nggak peduli sama gue" Celine terkekeh hambar, matanya masih menatap tepat pada netra Eiden"Kalau suatu hari nanti gue udah nggak sanggup, gue mohon. Tolong bawa gue pergi sejauh apapun lo bisa."

●●●

Terpopuler

Comments

gst. bintangselatan

gst. bintangselatan

udalah thor, gue nikahin aja ya eiden sm celine

2023-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!