Us Three

^^^Flashback^^^

Seperti kebiasaannya pada hari-hari yang telah berlalu, Eiden dengan sebatang rokok disela jarinya diatas pembatas rooftop. Membuat beberapa orang yang lewat di lapangan bergidik ngeri.

Hembusan angin membuat rambut Eiden terangkat mengikuti arah angin. Lelaki itu mendongak sejenak sebelum tatapannya terarah pada taman yang terletak di samping sekolah. Eiden bisa melihat dengan jelas seorang gadis yang tergelatak disana. Gadis yang menarik perhatian Eiden sejak kakinya menginjak gerbang SMA Cahaya Nusantara.

Antara harus menolong atau tidak, jujur saja jarak taman dan tempatnya sekarang cukup jauh. Tapi ini sudah jam pulang sekolah, bagaimana jika gadis itu tidak ditemukan.

Eiden hampir beranjak ketika seorang gadis lainnya berteriak dan dua orang lelaki berpakaian hitam berlari mendekat. Eiden kembali mendudukan dirinya di tempat semula, tatapannya tak lepas dari gadis yang tengah dibopong menuju mobil yang terparkir di sebelah taman.

Harusnya Eiden memang tidak perlu khawatir, karena nantinya rasa itu bisa membuat bodoh. Manusia harusnya punya rasa itu dan Eiden termasuk salah satunya, tapi seringkali rasa khawatir akan membuat lemah dan tak punya pilihan. Seperti Mama.

Eiden tidak ingin jadi orang lemah, ia lebih baik dipandang sebagai monster agar semua orang takut dan ia tidak perlu khawatir. Tidak lagi, Eiden tidak ingin seseorang didekatnya pergi lagi.

"Lo lihat, dia bahkan sampai kayak gitu. Cuman buat nunggu gue datang" Suara dari belakang bahkan tak membuat Eiden menoleh.

Lelaki dengan nama lengkap Aderal Eiden itu menghisap rokoknya dalam lalu beranjak dari tempatnya. Tepat menginjak lantai rooftop, tatapannya terkunci pada lelaki yang sama tinggi dengannya itu"Apa tujuan  lo?"intonasi datar dengan tatapan dingin itu biasanya mampu membuat lawannya pergi, tapi tidak untuk orang yang satu ini.

"Mudah. Lo bawa dia pergi, jauh dari keluarga gue" Lelaki itu tersenyum culas.

Huh! Eiden benar- benar benci dengan lelaki yang sangat berambisi menjauhkan saudaranya sendiri. Lelaki itu tak ada bedanya dengan hewan liar dimata Eiden.

"Lo bisa bawah dia tanpa gue" Tolak Eiden.

Lelaki itu bertepuk tangan dengan kekehan kecil"Nggak usah naif Eiden. Lo pikir gue nggak tahu, kalau lo suka sama dia?"katanya.

Eiden masih bersikap tenang seperti tadi, namun tatapan matanya jelas menajam"Lo nggak punya hak"desisnya.

"Dia kakak gue, gimana sekarang?" Jonan tersenyum sinis, lelaki itu kembali berucap dengan nada syarat akan ancaman"Gimana kalau gue jual dia, lumayan gue bisa beli mobil baru"katanya.

"Gila" Eiden melayangkan satu pukulan tepat dirahang kanan Jonan"Lo bajingan!"makinya.

"Sekalipun gue bajingan, lo nggak akan bisa nepis fakta. Celine kakak gue, dan selamanya bakal gitu" Jonan terkekeh kecil"Lo tahu bagian yang paling gue suka?".

Eiden mengangkat sebelah alisnya.

Jonan meraba rahangnya yang terasa perih"Celine bisa jadi apa aja buat gue. Bahkan ****** sekalipun"ucapnya yang sontak mendapatkan satu hantaman keras lagi dibagian yang sama.

Eiden mencengkram kerah baju Jonan, urat-urat lehernya menonjol menandakan lelaki itu marah"Gue nggak akan biarin itu terjadi, bahkan gue nggak akan segan-segan bunuh lo"tekannya sambil mendorong tubuh Jonan dengan kencang.

"Silahkan! Bunuh gue dan Celine bakal benci sama lo!. Bahkan sebelum lo mulai dia bakal ngejauh dari lo!"

●●●

Hari itu hujan tengah mengguyur ibukota, seorang gadis yang selama ini Eiden perhatikan lagi-lagi duduk di taman yang sama. Bedanya kali ini gadis itu menggunakan sebuah payung dan memakai sweeter berwarna cream.

Eiden berdecak kesal saat gadis itu mengelus lengan atasnya yang terkena tetesan air. Gadis itu punya fisik yang lemah tapi hobi sekali mencari penyakit. Kemarin saja pingsan padahal hari tidak terlalu panas.

Eiden mengembangkan payung yang ada ditangannya lalu berjalan mendekati gadis yang duduk di bangku taman itu.

"Celine?" Tanyanya berpura-pura memastikan.

Gadis yang baru saja disebut namanya itu pun mendongak, senyum tipis dibibirnya mengembang "Iya?" jawabnya.

"Titipan Jonan" Eiden menatap pipi gadis itu yang memar.

"Oh iya. Makasih kalau gitu" Katanya lagi-lagi dengan senyum manisnya.

Satu anggukan menjadi respon Eiden, lelaki itu langsung saja melangkah meninggalkan taman. Tapi sebelum itu, ia sempat mengeluarkan jaket berwarna abu dari tasnya"Sweeter lo udah basah. Pakai itu"katanya lalu melenggang pergi.

"Hey. Nama lo siapa?!."

Eiden menghentikan langkahnya, sejenak menoleh kebelakang"Eiden. Aderal Eiden!"teriaknya.

●●●

Aderal Eiden dikenal sebagai anak pendiam, bahkan sejak lelaki itu masih berada di taman kanak-kanak. Saat teman-teman sebayanya berlarian kesana kemari dengan riang, Eiden justru lebih suka menyendiri di dalam kelas. Eiden diasingkan karena banyak teman-teman sebayanya yang takut padanya.

Hingga seorang anak lelaki yang lebih muda satu tahun darinya mengajaknya berteman, terus mengikuti kemanapun Eiden pergi. Mau tidak mau Eiden berteman dengan anak lelaki itu, mereka main bersama. Bahkan Eiden beberapa kali diajak Jonan untuk menyelinap kerumahnya.

Saat itu Eiden tidak sengaja melihat seorang anak perempuan sebayanya. Sangat cantik, dengan rambut coklat yang bergelombang serta senyum manisnya. Saat itu Eiden masih duduk disekolah dasar.

Hingga saat Eiden menginjak bangku SMP ia bertemu lagi dengan anak perempuan itu yang kini sudah menjelma menjadi sosok gadis cantik. Eiden cukup kaget karena gadis itu ternyata adalah kakak Jonan, melihat tidak ada sama sekali kemiripan di wajah mereka.

Tapi kini Eiden tahu satu hal, mengapa wajah Jonan dan Celine hampir tidak memiliki kemiripan. Kedua saudara itu terlahir dari orang yang berbeda tapi memiliki Ayah yang sama. Dan sejak saat itu pula Eiden sadar, bahwa sahabatnya itu membenci Celine.

Eiden mulai melindungi Celine tanpa sepengetahuan gadis itu, layaknya pahlawan yang berada dibalik bayang. Persahabatan Eiden dan Jonan hancur karena bendera perang itu sudah Jonan kibarkan. Bukan sekali Eiden melihat secara langsung bagaimana Jonan hendak menempatkan Celine dalam bahaya.

Seperti saat ini, lagi-lagi gadis itu duduk dibangku taman yang sama. Tatapan Eiden tak sengaja menangkap seorang lelaki yang berada di lantai dua, tengah memegang pot yang siap dihantam kepada gadis yang ada di taman.

Eiden segera turun dari atas rooftop, langkahnya terpacu sekuat mungkin. Beberapa kali Eiden hampir menabrak orang-orang, tapi siapa yang akan berani protes sekalipun benar-benar Eiden tabrak.

Na'asnya gadis itu sudah terkapar dengan darah yang memenuhi bahu gadis itu. Segera saja Eiden mengangkat gadis itu menuju UKS yang sontak mengalihkan perhatian orang-orang di koridor.

Nafas Eiden menggebu dengan kedua tangan yang menggepal. Jonan benar-benar serius akan menyingkirkan gadis itu, harusnya Eiden bergerak lebih cepat.

"Luka dibahunya udah dijahit" Ucapan dari dokter yang sudah menangani Celine membuat Eiden bernafas lega.

"Dia pingsan, kenapa?."

"Dia cuman shock" Jelas dokter itu lagi.

Eiden mengangguk serta mengucapkan terimakasih. Matanya melirik kearah brankar tempat tidur Celine, kakinya baru saja akan melangkah saat suara beberapa orang gadis mengusik pendengarannya. Maka Eiden lebih memilih membelokkan langkahnya keluar dari sana.

Bertepatan saat Eiden membuat pintu UKS, sosok Jonan berada di hadapannya. Eiden tak terima begitu saja jika orang yang ia jaga malah dilukai seperti sekarang.

"Lo benar-benar bajingan Jonan" Desisinya dengan suara pelan,sadar akan keramaian disekitarnya.

Jonan malah terkekeh kecil" Gue kasih satu kesempatan lagi buat lo, bawa dia pergi atau gue buat dia yang pergi jauh."

"Nggak perlu. Gue bisa bawa dia pergi tanpa bantuan lo."

●●●

Terpopuler

Comments

auliasiamatir

auliasiamatir

ternyata Celine sangat sangat ribet sama kehidupn nya

2023-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!