Part 6

Tidak menghiraukan Airil yang melarangnya pergi ke kantor, Nasya tetap berangkat kerja. Hanya saja hari ini dia tidak mengenakan sepatu, melainkan sandal jepit.

Key menatap penuh selidik Kakak sepupunya yang memasuki meeting room menggunakan sendal jepit.

"Kaki Kakak kenapa?"

"Tadi malam nggak sengaja kelindes ban kursi roda Airil." Nasya tidak ingin mendramatisir, memang seperti itu kenyataannya.

"Kok bisa?" Key kembali bertanya dengan kening berkerut.

"Aku nggak hati-hati waktu kursi rodanya bergerak mundur."

"Ini murni kecelakaan kan, bukan KDRT?" Ujar Key serius.

Nasya menghela napas panjang. "Kalau KDRT, aku pasti sudah membuatnya mendekam di jeruji besi." Perjelas Nasya, masuk ke meeting room lebih dulu.

"Okey percaya," sahut Key mengikuti ke meeting room.

Sementara di sudut ruangan yang berbeda, Airil tengah menatap malas berkas-berkas yang ada di hadapannya. Dia sudah berbaik hati memberikan dokter terbaik tapi malah diabaikan.

Hah! Kenapa jadi memikirkan perempuan itu. Biarkan saja Nasya angkat kaki dengan sendirinya dari apartemen.

"Bagaimana?"

Airil menegakkan tubuh ketika Arraz masuk ke ruangan. Sudah lebih dari dua bulan ia masih belum menemukan dalang dibalik kecelakaannya. Jelas sekali itu bukan murni kecelakaan biasa. Ia sangat ingat ketika rem mobil yang dikendarainya tidak berfungsi dengan baik.

"Belum ada, polisi masih melakukan penyelidikan. Perempuan yang menyelamatkan Abang itu juga belum ditemukan identitasnya."

Airil mengangguk kecil, terus saja seperti itu informasi yang didapatnya. Semua kejadian saat kecelakaan terjadi, ia tidak dapat mengingatnya sama sekali. Waktu itu Airil baru pulang meeting dari hotel Emeral. Dan ingatan setelah itu semuanya buyar.

"Satu jam lagi kita akan mengadakan meeting di Emeral Hospital," beritahu Nefa.

Dua orang pria itu spontan menoleh ke arah pintu sambil geleng-geleng kepala.

"Mentang-mentang Abangmu yang duduk disini jadi sesuka hati masuk tanpa mengetuk pintu ya?" Omel Airil. Si empunya justru memberikan cengiran yang lebar.

"Keluar!!" Usir Airil tidak serius.

"Okey, jangan cari Nefa lagi." Ancamannya tidak pernah berubah, gadis itu melenggang pergi dengan anggun.

Tidak berapa lama Nefa kembali, "kita sekalian check up. Abang sudah satu minggu melewatkannya." Peringat Nefa dengan pelototan tajam.

"Kenapa aku selalu lemah dengan kelinci kecil ini!!" Kesal Airil yang terpaksa mengangguk.

...🍀🍀🍀...

"Abang sudah melalui terapi okupasi dengan baik. Nefa tahu Abang bisa melakukan semuanya sendiri. Tapi ada baiknya kalau kita melakukan konseling seperti saran dokter," bujuk Nefa. Selepas meeting ia langsung memaksa abang sepupunya itu melakukan check up.

Terapi okupasi merupakan terapi untuk pasien paraplegia mempelajari keterampilan sehari-hari yang diperlukan untuk kemandirian.

Mereka diberikan latihan dan strategi untuk mengatasi tantangan sehari-hari. Seperti mandi, berpakaian, makan, dan beraktivitas di sekitar rumah. Itulah kenapa Airil tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk mengurus dirinya.

"Abang nggak butuh semua itu Nefa," Airil meninggalkan dua orang yang selalu setia menemaninya.

"Nanti kita bujuk lagi," Arraz mengajak Nefa menyusul Airil.

Gadis itu mengangguk pasrah. Sedari awal memang abangnya tidak mau melakukan konseling. Padahal dampak kecelakaan itu sangat terlihat pada perubahan emosionalnya.

"Gagal Kak," Nefa mengirimkan pesan pada Nasya.

Ya, Nasya lah yang memintanya membujuk Airil kembali agar mau menjalani konseling.

Membaca pesan dari Nefa, Nasya hanya bisa menghela napas berat. Memberanikan diri memutar kembali video rekaman dimana kecelakaan tunggal itu terjadi.

Abi Adnan menyimpan rapat identitas dirinya. Karena tidak ingin ia dijadikan saksi mata dan terlibat semakin jauh dengan kejadian naas itu.

"Key," Nasya mendatangi ruangan Direktur.

"Ada apa?" Key menutup berkas yang sedang di periksanya. Menatap penuh tanda tanya pada perempuan yang duduk di hadapannya.

"Carikan aku detektif swasta untuk menyelidiki kasus kecelakaan Airil," pinta Nasya terus terang.

"Penyelidikan itu masih ditangani polisi Kak, sabar saja menunggu hasilnya. Kita percayakan semuanya pada pihak berwajib."

"Aku perlu detektif swasta yang profesional Key. Abi tidak akan menutupi identitas perempuan yang menjadi saksi mata pada kejadian itu kalau tidak ada yang dikhawatirkannya."

"Abi Adnan menutupi semuanya agar Kakak tidak dimintai keterangan oleh pihak berwajib. Abi lebih peduli pada kondisi mental Kakak. Abi tahu kalau Kakak memiliki trauma dengan kecelakaan," jelas Key.

"Okey kalau tidak mau membantu, aku akan mencarinya sendiri." Nasya tidak memaksa, bangkit dari tempatnya duduk.

Ting

Sebuah pesan masuk di ponsel Nasya, Key mengirimkan nomor telepon.

Nasya berbalik badan, "thanks you." Ucapnya dengan senyuman manis.

Key malas menanggapi senyuman yang ada maunya itu.

"Misi dimulai," gumam Nasya. Mengambil tas ke ruangannya lalu pulang. Hari ini ia pulang lebih awal.

Betapa kagetnya Nasya ketika pulang, Airil sudah berada di apartemen. Pria itu seperti sedang menonton televisi, namun tatapannya kosong.

"Mas," panggil Nasya khawatir.

Airil terjingkat kaget seperti orang linglung, "sudah pulang?"

"Iya, kamu lihat apaan Mas?" Nasya menatap layar televisi dan langsung mematikannya ketika berita kecelakaan yang ditayangkan.

"Kenapa dimatikan?" Protes Airil, merebut remote. Namun Nasya melempar remotenya jauh.

"Nonton kayak gitu cuma bikin kamu semakin nggak tenang Mas," omel Nasya. Meninggalkan Airil sendirian dan masuk ke kamarnya.

"Aku lebih tidak tenang kalau belum menemukan dalang dari semua ini," gumam Airil.

Tentu saja Nasya tidak dapat mendengarnya. Perempuan itu sudah membenamkan kepala di antara kedua bantal dan memejamkan mata.

Beberapa menit kemudian Airil tersadar kalau dia belum mendapatkan jawaban kenapa Nasya pulang cepat. Pria itu masuk ke kamar istrinya tanpa mengetuk pintu.

"Tidur? Apa dia sakit jadi pulang cepat?" Tanya Airil dalam hati. Memeriksa kaki Nasya yang tadi pagi cedera.

Pria itu mengambil tisu, membersihkan dua jari yang akan diolesinya salep.

Setelahnya Airil berpindah ke sisi tempat tidur yang lain. Memindahkan bantal yang menutupi wajah Nasya dan memeriksa suhu tubuhnya.

"Masih normal," gumamnya. Merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan Airil meninggalkan kamar Nasya.

Terpopuler

Comments

Arindaa

Arindaa

apakah Nasya trauma ?

2024-05-10

1

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

PERDULI JUGA LO RIL..

2023-12-11

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEWA DETEKTIF AL, DI NOVEL NYA ORTHOR DF_ YG BRJUDUL KEBANGKITAN PRIA TERHINA (DETEKTIF AL)

2023-12-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!