“Astaga, Sunny. Lo kenapa, hm?”
Jasmin terkejut melihat kondisi Matahari saat dia membuka pintu rumahnya. Sahabatnya itu datang dalam kondisi basah kuyup karena kehujanan.
“Gue boleh nginep di rumah lo gak malam ini?” tanya Matahari.
Jasmin mengangguk. Dia langsung mempersilakan Matahari memasuki rumahnya.
“Ganti baju dulu sana. Nanti lo sakit lagi,” ucap Jasmin. Dia memberikan handuk bersih beserta pakaian miliknya untuk dipinjamkan kepada Matahari.
“Makasih,” ucap Matahari yang hanya dibalas anggukkan ringan oleh Jasmin.
Jasmin menatap sendu punggung Matahari yang sedang berjalan ke arah kamar mandi hingga sahabatnya itu menghilang di balik pintu. Setelah Matahari selesai mengganti pakaian, kini gadis itu sedang di kamar Jasmin dalam keadaan hening.
“Lo kenapa, Sunny? Berantem sama Kak Venus?”
Bukannya menjawab, Matahari malah menangis. Dia benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi. Dadanya terlalu sesak dan sakit.
“Sunny lo kenapa? Plis jangan bikin gue panik. Lo tenangin diri dulu, terus ceritain semuanya ke gue,” ucap Jasmin.
“Gue lelah banget, Jasmin. Gue mau mati saja.”
“Heh, jangan suka sembarangan kalau ngomong. Jangan mati dulu, entar gue gak ada teman lagi,” sahut Jasmin.
Dia menarik tubuh Matahari ke dalam pelukannya dan mengusap punggung sahabatnya itu agar bisa sedikit lebih tenang. “Kenapa? Kak Venus nyakitin lo?”
Matahari menggelengkan kepalanya. “Bukan Kak Venus, tapi bokap gue.”
“Hah? Kenapa sama bokap lo? Dia sudah balik ke rumah lo?” tanya Jasmin.
“Tadi papa balik ke rumah bawa istri barunya,” ucap Matahari.
“What?!” Jasmin memekik karena terkejut. “Jadi bokap lo yang sudah lama enggak balik-balik itu hari ini dia balik tapi cuma buat ngenalin lo sama istri barunya?”
Matahari mengangguk.
“Wah gak beres ini. Gila sih bokap lo. Gak habis pikir gue,” ucap Jasmin yang merasa geram kepada papanya Matahari.
Jasmin menghela napas panjang. Dalam diam dia menatap Matahari, merasa kasihan dengan nasib sahabatnya itu. Selama ini Matahari selalu menceritakan keluh kesah dan masalah pribadinya kepada Jasmin tak terkecuali mengenai sikap Hadi yang dingin kepadanya.
“Sabar ya, Sunny,” ucap Jasmin kemudian sembari mengusap pundak Matahari lembut.
“Gue harus gimana sekarang, Jasmin?” lirih Matahari.
Jasmin terdiam sesaat. “Lo tadi dari rumah langsung ke sini?” tanyanya.
Matahari mengangguk.
“Venus gimana? Lo gak ngabarin dia?” tanya Jasmin lagi.
“Sudah. Seperti biasa, dia sibuk,” jawab Matahari.
Jasmin berdecak kesal. Diam-diam dia mengepalkan kedua tangannya erat-erat merasa geram kepada Venus yang justru malah menghilang di saat Matahari membutuhkannya.
“Aaarrrrgh!”
Merasa frustrasi, Matahari menggeram sembari mengacak-acak rambutnya sendiri. Melampiaskan setiap rasa sakit dan sesak yang tengah dia rasakan sekarang.
Melihat hal itu Jasmin pun langsung menarik tubuh Matahari dan memeluknya dengan erat. Dia mengusap punggung Matahari, berusaha untuk menenangkannya. Setelah beberapa saat terdiam memberi sedikit ruang untuk Matahari menenangkan diri, Jasmin pun merenggangkan pelukannya.
“Lo tenang saja, masih ada gue. Apa pun yang terjadi, gue bakal tetap ada di samping lo,” ucap Jasmin.
Kali ini Matahari yang memeluk Jasmin erat. Merasa terharu dengan ketulusan Jasmin atas persahabatan mereka.
“Makasih ya, Jasmin. Lo memang sahabat terbaik gue,” ucap Matahari.
“Itulah gunanya sahabat kan,” balas Jasmin. Dia mengulas senyum manis kepada Matahari dan Matahari pun membalasnya.
“Tapi lo tau gak? Dengan lo kabur kayak gini menurut gue justru malah bikin bini baru bokap lo kesenengan,” ucap Jasmin.
“Lo harus balik, Sunny. Lo harus mempertahankan yang masih bisa lo pertahankan. Rumah dan semua kenangan yang ada di rumah itu milik lo. Jangan biarkan orang lain merebutnya dari lo.”
Matahari terdiam. Semua yang dikatakan oleh Jasmin tidak ada yang salah. Dia harus mempertahankan sesuatu yang masih bisa dia pertahankan. Rumah dan seluruh isinya adalah miliknya yang harus dipertahankan karena semua itu adalah peninggalan dari mendiang mamanya.
Dan lagi, bukankah bersabar sedikit lagi tidak ada salahnya? Selama ini Matahari bersabar menunggu Hadi pulang, dan sekarang lelaki itu sudah pulang seperti harapannya. Walaupun Hadi kembali tak sendiri melainkan dengan istri baru dan bahkan anaknya yang lain.
“Lo bener, Jasmin. Gue gak boleh pergi dari rumah. Yang harusnya pergi itu mereka,” ucap Matahari kemudian.
Jasmin mengangguk setuju.
“Tapi untuk malam ini, gue boleh kan nginep di rumah lo dulu?”
“Tentu saja boleh. Pintu rumah gue selalu terbuka kapan pun buat lo,” ucap Jasmin.
“Makasih ya, Jasmin.”
“Sama-sama.”
“Oh, ya, untuk urusan Venus—“ Jasmin menjeda sejenak perkataannya. “Biar nanti gue kasih pelajaran ke dia.”
“Kesel banget gue sama itu cowok, bisa-bisanya dia menghilang di saat kondisi lo kayak gini,” geram Jasmin.
Matahari menghela napas panjang. Dia menggigit bibir bawahnya sembari menatap Jasmin dengan sorot yang sulit dijelaskan.
“Kak Venus sudah berubah sekarang, Jas. Gue bahkan hampir gak mengenal dia yang sekarang,” ucap Matahari.
Jasmin menghela napas panjang. “Sudah diomongin apa masalahnya?”
Matahari mengangguk. “Ya, tapi gak ada kepastian.”
“Gue sudah tanya ke dia apa ada cewek lain, tapi dia bilang gak ada.” Matahari menatap Jasmin berkaca-kaca. “Dia kayak ngehindarin gue akhir-akhir ini.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments