PERTEMUAN 2

"Hai cantik!" sapa Mark menggoda.

Kerling mata membuat tatapan Rose menajam. Gadis itu memang sangat anti pada pria terlebih pria genit macam Mark.

"Siapa kau?" desisnya bertanya.

Rose memperbaiki kacamatanya sambil menjauhkan diri dari tubuh wangi pria itu.

Mark menatap gadis itu dengan kening berkerut. Banyak wanita berbagai cara menarik perhatiannya termasuk tak mengenalinya dan sok tak mau berdekatan dengannya.

"Aku Mark ... Mark Ortega!" ujarnya memperkenalkan diri dengan nada bangga di ujung kalimat.

"Oh ...," sahut Line tak peduli.

Gadis itu menatap sekeliling, ia memindai jalan. Otaknya yang genius tentu bisa melihat jalan yang tadi dilaluinya.

"Rupanya aku berpisah dengan rombongan," ujarnya pelan.

Line atau Rose berjalan meninggalkan Mark. Pria itu tentu bingung bukan main. Ia mengejar langkah sang gadis.

Mark berjalan bersisian dengan perempuan yang belum ia ketahui namanya itu.

"Kau kesini dengan siapa?" tanya Mark ramah.

Ia adalah sang penakluk wanita. Tak ada yang bisa menjauh dari pesonanya walau gadis kutu buku macam manapun. Pria itu menyangka jika sang gadis akan tertarik padanya setelah beberapa lama.

Line hanya diam, ia hanya menikmati pemandangan sekelilingnya. Sesekali ia menfoto hewan-hewan yang ada di sana.

"Hei ... aku bertanya padamu!" sentak Mark marah.

"Singkirkan tanganmu!" sentak Line balik.

Gadis itu menepis kuat tangan Mark yang mencengkeramnya. Mark terkejut dengan hal itu.

"Ck!" decak Line setengah marah.

"Jangan begitu manis ... kau makin menggemaskan jika seperti itu?" Mark malah makin tertantang.

Rose tak peduli, gadis itu terus melangkah. Perlahan ia mulai berjalan cepat. Mark masih terus mengganggunya.

Bahkan pria itu makin berani menggoda sang gadis.

"Sayang ... jangan lari ... kau akan tersesat!' kekeh Mark makin usil.

Line berlari, Mark mengejarnya. Pria itu benar-benar ingin menggoda sang gadis. Hingga tak terasa mereka sudah terlalu jauh berlari ke arah hutan.

"Jangan lari!" teriak Mark.

Tentu saja pria itu kesulitan mengejar Line. Ia salah pakai kostum jika ingin berolahraga sore. Tapi Line juga sudah terengah-engah.

"Sudah jangan berlari lagi ... hossh ... hossshh!" ujar Mark lalu melonggarkan dasinya.

Keduanya menenangkan diri. Mark memindai sekeliling, ia tak mengenali daerahnya.

"Apa ini sudah di tengah hutan?" tanya pria itu.

Line ikut memindai. Gadis itu kini benar-benar kehilangan jejak pulang. Semua area berubah dan ia tak mengenal sama sekali tempat itu.

"Kita sepertinya dari arah sana?" ujar Line menunjuk jalan.

Keduanya melangkahkan kaki, hingga entah siapa yang salah. Tiba-tiba kaki salah satu dari mereka merosot.

"Eh!" teriak Mark dan Line bersamaan. "Arrrgghhh!"

Bruukk! Keduanya jatuh bertindihan. Line menindih tubuh Mark. Pria itu asik memeluk sang gadis dan meraba punggung sang gadis.

"Berengsek!' maki Line gegas berdiri dari tubuh yang hangat itu.

'Sial!' umpatnya dalam hati.

"Aah!" pekik Mark kesakitan ketika berdiri.

"Kakiku terkilir!" ujarnya lalu memegangi kakinya.

Line berdecak kesal, mau tak mau ia memapah tubuh besar pria itu. Beruntung, Line sosok yang kuat.

"Kita ada di mana?" tanya Mark melihat sekitarnya.

Sedang di tempat lain. Marcus tampak panik, ia kehilangan kontak dengan sang putra.

"Kenapa kau tak mengikutinya Paul!" teriaknya pada ajudan sang putra.

"Tuan muda tak menelepon saya Tuan besar ...."

"Mestinya kau mengikutinya kemanapun bodoh!" maki Markus lagi.

Maria sudah berkali-kali pingsan. Wanita itu mendapat kabar jika sang putra tidak mendatangi ruang kerja sang ayah untuk penyerahan perusahaan baru.

"Putraku ... mana putraku!' pekiknya meraung.

"Sayang ... tenanglah!" pinta Marcus pada istrinya.

"Bagaimana bisa tenang. Putraku ada di luar ... aku tak tau apa yang terjadi padanya!" teriak Maria lagi emosi.

"Sayang ...."

"Pecat dia! Dia tak becus menjaga tuan mudanya!" teriak Maria lagi sambil menunjuk Paul.

Paul hanya menunduk, entah berapa kali Maria memecatnya. Tetapi Paul selalu kembali di sisi tuan mudanya.

Paul Walker, 26 tahun. Pria berpostur sedang dan berparas tampan. Ia satu-satunya karyawan Mark yang masih bertahan dan setia juga loyal.

"Tuan muda tengah bercinta dengan Nona Broks ... bagaiman saya mengikutinya?" desah Paul lemah.

"Sudah ... kau pergilah sana," suruh Marcus pada asisten putranya itu.

Paul membungkuk hormat. Maria kembali tak sadarkan diri. Para medis langsung menangani wanita itu.

Sementara di lokasi wisata. Para mahasiswa mencari keberadaan Rose yang menghilang.

"Line!" pekik Bella salah satu teman dekat gadis itu.

"Ah ... anak itu!" gerutu salah satu dosen.

"Hanya mentang-mentang garis lurus. Ia tak menganggap keberadaan semuanya di sini!" lanjutnya mendumal.

"Sebentar lagi malam, kita rasa harus melapor pada petugas penyelamat jika salah satu mahasiswi kita hilang!" ujar salah satu mahasiswa memberi saran.

Hari terus beranjak. Matahari mulai condong ke barat. Langit mulai kemerahan.

"Sepertinya kita harus melakukan itu sebelum hari benar-benar gelap!" ujar salah satu Dekan.

Akhirnya, mereka melapor pada pos penjaga. Beberapa pria dengan peralatan khusus mulai naik dan masuk ke dalam hutan.

Sedangkan Mark dan Line tampak menatap batuan dengan berbagai ukuran dan bentuk.

Batu-batu itu seperti sengaja disusun sedemikian rupa hingga membentuk lingkaran.

"Kita ada di mana ini?" tanya Mark lagi.

Pria itu masih dipapah oleh gadis yang belum juga ia ketahui namanya.

"Kenapa aku seperti berada di sebuah pusat sekte rahasia?" lanjutnya bertanya.

"Kau duduklah di sini. Aku akan cari tau tempat apa ini!" ujar Line lalu mendudukkan Mark di sebuah batu yang seperti tempat duduk.

"Aaah!" keluh Mark kesakitan.

Rose menoleh, gadis itu melihat pria mengurut kakinya.

"Sini biar kulihat?" ujarnya lalu berjongkok di depan sang pria.

Mark menatap raut wajah mungil gadis di depannya. Rambutnya yang pirang hanya sepanjang di bawah telinga.

Line membuka sepatu Mark dan juga kaus kakinya. Pergelangan kaki pria itu sedikit biru.

"Aaah ... sakit!" teriak Mark ketika Line menekan bagian memar.

"Ih ... manja!" ledek Line sebal.

"Hei ... kau yang membuat kita ada di sini!" sengit Mark kesal.

"Eh ... kau menyalahkan aku?" sengit Line juga kesal.

"Aaauuu!" pekik Mark kesakitan ketika Line memijat kakinya yang terkilir.

"Diam lah manja!" sentak Line melirik pria itu tajam.

"Sakit!" rengek Mark cemberut.

"Tahan sedikit, ini hanya perlu memutar seperti ...."

"Aaaarrrggghhh!" pekik Mark kesakitan ketika Line memutar kakinya.

"Ini ... sekarang gerakkanlah!" perintah gadis itu sangat puas.

"Eh ... kok nggak sakit lagi?" tanya Mark bingung.

Line memutar mata malas. Gadis itu hendak berdiri sampai ia melihat satu garis yang menarik perhatiannya.

"Apa ini?" tanyanya lalu menyibak rumput yang menutupi garis itu.

Line berdiri di tengah-tengah altar. Jika dilihat dari atas. Gadis itu berdiri di pusat titik. Bangunan bebatuan semacam persembahan dengan lingkaran-lingkaran hingga terpusat pada Line.

"Apa situs kuno itu benar-benar ada?" tanyanya dalam hati.

Bersambung.

dukung karya othor ya makasih

Next?

Terpopuler

Comments

🌸 Yowu-Kim 🌸

🌸 Yowu-Kim 🌸

Aduh Markus temen kuliahku. Huhu sejak kapan kamu udh punya anak bar markeu 😭

2024-03-30

1

🌸 Yowu-Kim 🌸

🌸 Yowu-Kim 🌸

Sempet2nya 😭

2024-03-30

1

Anita Barus

Anita Barus

coowok kok manja y sakit sedikit aja udah teriak maklum kan doi bos

2023-06-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!