Hari yang dinanti-nanti tiba, Ambar kecil melambaikan tangannya ke atas, menyapa Ayah yang tengah menyebrangi jalan. Ambar yang sedang berdiri di samping gerbang sekolah, berjalan beberapa langkah mendekat ke tepi jalan raya.
"Bagaimana hari terakhir mengerjakan tes?" tanya Ayah Ambar begitu sampai di depan putri kecilnya. Pria itu masih mengenakan setelan kantor saat menjemput Ambar.
"Mudah! Ambar yakin akan mendapat nilai bagus," ucap Ambar penuh percaya diri. Kedua tangannya memegang erat strap tas sekolah sedangkan tubuh bergerak ke kanan dan kiri bergantian.
Ayah Ambar menaikkan alis. "Masa?"
Ambar mengangguk, membenarkan ucapannya. "Yapp... Hari ini jadi kan Yah?"
"Let's go baby Ambar."
Keduanya kembali menyebrangi jalan, menuju mobil yang terparkir di depan mini market. Sepanjang jalan menuju rumah, Ambar bercerita tentang kegiatannya di sekolah. Bercerita tentang rencana liburan teman-temannya, juga tugas membuat cerita bertema liburan.
Ayah Ambar merespons cerita putrinya antusias, dengan tidak melalaikan fokusnya untuk menyetir. Sekita 15 menit diperjalanan, mobil mereka sampai juga di halaman rumah. Dengan semangat, Ambar turun dari mobil. Berlari meninggalkan Ayahnya.
Ambar kecil berseru memanggil Ibunya, namun tidak ada respon apapun. Ambar berkeliling ke penjuru rumah, namun hasilnya tetap nihil. Ibunya tidak ada. Gadis kecil itu mulai panik memikirkan kenapa ibunya tidak ada di rumah? kemana perginya sang ibu?
"Ayahh!"
Akhirnya Ambar kembali ke depan, memanggil sang ayah untuk menanyakan keberadaan Ibu.
Sedangkan di luar, Ayah Ambar yang hendak membuka pintu mobil, seketika membeku saat netranya melihat ada mobil lain yang terparkir di belakang mobilnya. Jaraknya kurang lebih 40 meter.
Memang mobil itu sudah ada di sana sejak tadi, bahkan Ayah Ambar sempat melewati. Namun saat melihat yang ke-2 kalinya, beliau terkejut sebab mobil itu ternyata tidak asing baginya. Ayah Ambar sering melihatnya di parkiran kantor.
Tersadar dari keterdiamannya, Ayah Ambar bergerak turun dari mobil. Langkahnya tergesa, apalagi saat melihat putrinya hendak berjalan keluar.
Dengan perasaan yang tak menentu, Ayah Ambar menarik Ambar kecil menuju ruang tengah. Ekspresi wajahnya yang tak biasa tentu membuat Ambar kecil penasaran, setitik rasa takut muncul di hatinya. Seakan bertanya 'kenapa tatapan Ayah seperti itu? ada apa ini?'
Ayah Ambar merendah di depan putrinya. "Ayah punya tantangan untuk Ambar. Jika Ambar berhasil melewati tantangan ini, nanti sehabis ke kebun binatang Ayah akan membelikan Ambar boneka kelinci yang besar."
"Ayah janji?" melihat Ayahnya mengangguk, Ambar merasa senang. Namun hanya sesaat, gadis kecil itu tiba-tiba teringat ibunya. "Ayah, dimana ibu?"
"Ibu sedang pergi ke warung sebentar. Ayo, sekarang Ambar ikuti tantangan Ayah yaa..."
Ayah Ambar membuka nakas berukuran 70×50×70 yang di salah satu pintunya terdapat tulisan 'untuk di-loak-an.' Mengeluarkan kasur lipat usang beserta bantal dan guling. Beliau menaruh seperangkat alat tidur itu di atas nakas.
Fokusnya kini beralih menatap putrinya. "Ambar harus berdiam diri dalam nakas, tidak boleh mengeluarkan suara apapun sampai Ayah menyuruh Ambar keluar."
"Tapi, kenapa Ayah?
"Ayah ingin menguji kesabaran Ambar," ucapnya dengan senyum ringan.
"Tenang saja, Ayah tidak akan mengunci pintu nakas. Dan jangan takut gelap ... Lihat lubang-lubang kecil pada ukiran di pintu ini." Ayah Ambar menunjuk ukiran minimalis pada pintu nakas. "Udara dan cahaya akan masuk lewat sini."
Ambar mengangguk paham. "Baik Ayah." Gadis kecil itu akhirnya masuk ke dalam nakas, duduk dengan kaki melipat, mencari posisi nyaman untuk berdiam diri sesuai perintah Ayahnya.
"Ingat, tidak boleh bersuara dan keluar sebelum Ayah sendiri yang memanggil Ambar. Jika mendengar suara yang Ambar tidak suka, Ambar bisa menutup telinga rapat-rapat."
Tatapan mereka saling mengunci, seakan terhipnotis, Ambar mengangguk seperti robot. gadis itu diam tanpa ekspresi.
Melihat itu, Ayah Ambar tersenyum. Tangannya kemudian mengelus puncak kepala Ambar sesaat sebelum akhirnya menutup pintu tersebut.
Di dalam nakas, Ambar masih bungkam. Tatapan gadis kecil itu menelisik melewati lubang kecil-kecil pada ukiran pintu. Lurus memperhatikan kepergian Ayahnya, menuju depan.
Dalam keheningan itu, suara detik jam dinding dan detak jantung Ambar terpacu beriringan. Pikirannya kacau entah kemana arahnya.
......................
Di ruang tamu, saat Ayah Ambar hendak menutup pintu, sosok yang membuatnya resah berdiri tepat di depannya, bersama 2 orang berpenampilan seperti preman di belakangnya.
Tatapan Ayah Ambar dan ketiga orang itu saling beradu. Arogan dan merendahkan, itulah yang Ayah Ambar rasakan.
"Apa yang membuat Pak Haris meluangkan waktunya yang berharga untuk datang ke kediaman saya?" tanya Ayah Ambar basa-basi.
Sosok yang ternyata bernama Haris itu, tersenyum remeh. "Rumahmu cukup nyaman," ucap Haris tidak nyambung. Tanpa diminta, pria berusia 35 tahun itu melangkahkan kakinya ke dalam kediaman Ayah Ambar. Netranya menyapu seluruh ruang.
Ayah Ambar mundur perlahan, hatinya semakin gelisah. "Jika ingin membahas sesuatu sebaiknya jangan di sini, ayo kita bertemu di luar, Pak Haris."
"Saya tidak akan lama... Jan, cepat lakukan tugasmu." Haris menoleh ke belakang sejenak. menyuruh anak buahnya itu bergegas.
Pria berpenampilan preman yang bernama Ijan lantas mendekati Ayah Ambar. Dibantu seorang temannya, mereka mencengkram erat kedua lengan Ayah Ambar, mendorongnya pada dinding. Ijan menarik pisau pada saku jaket kemudian menghunuskan benda itu pada perut Ayah Ambar. Tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Sedangkan temannya menarik kepala Ayah Ambar untuk kemudian dibenturkan pada dinding.
Ayah Ambar tidak sempat memberontak, semua itu terjadi begitu cepat. Tidak ada teriakan menggema, hanya ada rintihan yang tertahan. Bahkan disaat-saat seperti ini, beliau tidak ingin putri tercintanya mendengar suara-suara mengerikan yang dia timbulkan. Tidak ingin membuat putri tercintanya ketakutan.
Semua tertahan sampai kesadarannya perlahan menghilang. Sedangkan Haris, pria itu hanya menatap Ayah Ambar tanpa ekspresi. menyaksikan seseorang meregang nyawa dengan tenang.
"Itu akibat jika tidak mengikuti permainanku, bersikap sok suci dan berusaha melengserkan jabatanku," desis Haris.
Pria itu ternyata menyimpan dendam pekerjaan pada Ayah Ambar. Merasa posisinya sebagai manager terancam sebab Ayah Ambar tidak menerima fasilitas tambahan darinya.
Tidak semua perusahan seperti itu, namun ada beberapa oknum yang menyediakan fasilitas tambahan berupa party mewah yang akan dilakukan setiap beberapa kali dalam sebulan, terjadwal. Tidak hanya itu, para oknum ini juga memberi mereka wanita bayaran secara cuma-cuma.
Haris memandang sinis pada Ayah Ambar yang sudah tidak bernyawa lagi. Pria itu kemudian menyuruh anak buahnya membawa Ayah Ambar ke ruang tengah, menidurkannya di sofa.
Belum merasa puas, Ibu Ambar pun ikut menjadi korban. Kejadiannya hanya beberapa menit setelah mereka memindahkan Ayah Ambar.
Ibu Ambar yang sedang menenteng barang belanja, tanpa rasa curiga menarik pintu, membukanya lebar-lebar saat ingin memasuki rumah. Sedetik kemudian anak buah Haris membekap mulutnya dan menarik Ibu Ambar ke ruang tengah.
Pemberontakan Ibu Ambar sia-sia, tenaganya tidak lebih besar dari kedua orang yang menjagalnya. Wanita itu melotot saat netranya melihat kondisi suaminya.
Tanpa basa-basi, kedua anak buah Haris melakukan hal yang sama pada Ibu Ambar. Menusuk dan membenturkan kepala di dinding beberapa kali.
Cekalannya terlepas, Ibu Ambar tersungkur dilantai yang dingin.
Setelah eksekusinya selesai, Ijan memasukan pisau tersebut pada kantong plastik untuk dibakar nantinya. Dengan perintah Haris, keduanya sedikit mengacak-acak rumah tersebut dan mengambil beberapa barang berharga.
Sedangkan Haris, pria itu mengamati sejenak pasangan yang kini telah merenggang nyawa di hadapannya. "Tenang-tenang kalian di alam baka," ucapnya. Kemudian mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan, menatap foto nikahan mereka dengan intens, mengecek kamar dan ruangan lainnya.
Setelah dirasa cukup aman, ketiganya pergi meninggalkan rumah itu dengan santai. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Aida Murni
sadis bah. pasti Ambar melihat semua ulah biadab org org itu..
2023-10-19
0