2. Gadis kecil

Alarm dari sebuah ponsel terus berdering. Membuat pemiliknya mengerang, kemudian terbangun karena merasa terganggu. Beberapa kali netranya mengerjap akibat sinar matahari yang masuk lewat celah korden yang tersingkap.

Gadis itu terlonjak kaget saat menyadari dirinya bangun kesiangan. Tangannya refleks meraih ponsel. Mematikan alarm yang di-setting bertahap dan berakhir pada pukul setengah tujuh.

"Bangun terlambat lagi! Astaga ...." serunya bercampur kesal.

Selesai mematikan alarm, gadis itu lagi-lagi terkejut saat melemparkan ponselnya ke ranjang, lebih tepatnya mendarat di atas jaket kulit yang terletak di ranjang. Dahinya mengerut, walaupun sudah tahu kejadian apa yang menimpa dirinya, tapi gadis itu tetap merasa penasaran.

Sedetik kemudian kepalanya menggeleng kuat. Saat ini prioritasnya bukan rasa penasaran, melainkan kewajibannya sebagai pelajar.

Selesai membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan seragam sekolah, gadis itu mengambil tas dan memasukkan beberapa buku catatan serta buku paket sesuai jadwal hari ini. Kemudian merapikan tempat tidur. Mengambil jaket kulit dan menggantungnya di balik pintu kamar.

Gadis yang tak lain adalah Ambar itu berlari menuju sekolah, tidak ada waktu untuk mencari tumpangan. Lagi pula jarak dari kontrakannya menuju sekolah tidak begitu jauh. Ambar membungkuk begitu sampai di gerbang sekolah, mengantur napasnya yang memburu.  Walaupun sudah berusaha berlari sekencang mungkin, waktu tetap saja berjalan normal. Pintu gerbang sudah di tutup, dan satpam tidak terlihat di tempatnya.

Seperti sudah biasa akan hal ini, Ambar memilih bersandar di gerbang, menunggu satpam datang. Gadis itu mengambil sesuatu di dalam tas, sebuah kacamata dengan bingkai tebal lalu memakainya. Bukan karena matanya bermasalah, Ambar hanya berpikir hal itu perlu dilakukannya.

Beberapa menit bersandar, seorang cowok datang dengan motor sport. Berhenti tepat di depan Ambar. Cowok itu membuka helm, menatap Ambar dengan serius.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Ambar sebenarnya enggan berbicara, namun tatapan cowok itu benar-benar membuatnya risih. Bukankah tidak sopan memperhatikan seseorang dengan tatapan begitu Intens? Tanpa berkedip dan seperti menilai?

"Kau, wajahmu tidak asing. Seperti pernah melihatnya." Cowok itu mengatakan sejujurnya.

"Jelas kau pernah melihatku. Kita sekolah di tempat yang sama," jelas Ambar.

Belum puas dengan jawaban Ambar, cowok itu kembali bertanya, "siapa namamu?"

"Ambar."

Cowok itu mengangguk paham. Terlalu fokus keduanya berinteraksi, suara satpam yang keras membuat mereka menoleh bersamaan.

"Kalian! cepat masuk. Bu Heni sudah menunggu di ruangannya," titah Satpam tersebut setelah membuka pintu gerbang. Dengan patuh, keduanya mengikuti instruksi.

Setelah memarkirkan motor, cowok itu menyusul Ambar menuju ruang BK, dimana Bu Heni tengah menanti dengan sabar. Di belakang keduanya, si satpam ternyata diam-diam mengawasi. Takut tidak sampai ke tempat tujuan. Mungkin keduanya mendadak lupa arah atau apapun itu yang penting dapat terhindar dari ruang BK.

"Ambar lagi?" tanya Bu Heni dengan raut wajah seolah-olah kaget. Pasalnya dalam seminggu ini sudah 2 kali gadis itu terlambat masuk sekolah.

"Maaf Bu." Ambar menunduk, terlihat begitu pasrah. "Semalam kepala saya kembali pusing dan paracetamol membuat tidur saya tiba-tiba pulas, sampai tidak mendengar alarm."

Bu Heni mengangguk paham. "Dan ini?" guru itu menatap wajah si cowok sebelum akhirnya membaca name tag. "Arav Sanjaya?"

"Ya, Bu." Cowok yang ternyata bernama Arav itu mengangguk. Cara dia berdiri begitu tenang dan santai.

Bu Heni bersedekap. "Kenapa terlambat?" Netranya tidak lepas dari sosok Arav.

"Tidur terlalu larut," jawab Arab jujur.

"Alasan klasik," sergah Bu Heni.

Arav mengangguk, itu memang alasan klasik. Tapi dirinya berkata apa adanya. "Tapi memang itu kenyataannya. Lagi pula ini kali pertama saya datang terlambat," jelas Arav membela diri.

Tidak ingin terpancing suasana panas yang ditimbulkan Arav. Bu Heni ber-oh ria. Diam-diam memikirkan hukuman apa yang pantas diterima keduanya.

Hening beberapa saat, ketiganya sama-sama terdiam. Hanya terdengar suara dari luar, yang timbul dari kegiatan belajar mengajar.

"Baik, setelah jam belajar berakhir jangan lupa datang ke kebun belakang sekolah. Saya tunggu kalian di sana." Bu Heni akhirnya memutuskan, keduanya mengangguk paham.

......................

Di Rooftop, Ambar bersandar di tepi pembatas sambil menyaksikan suasana sekolah pada saat jam istirahat. Gadis itu mengabaikan perut kosongnya. Bukannya tidak ingin makan, Ambar lupa membawa bekal. Gadis itu juga sedang tidak mood pergi ke kantin yang pastinya ramai.

Ambar tidak terlalu suka suasana ramai. Dirinya lebih baik menyelinap pergi ke Rooftop daripada harus merasa pusing ditengah kumpulan manusia dan menahan lapar.

Hembusan angin siang hari menerbangkan anak rambut Ambar, gadis itu memejamkan netranya. Menikmati angin yang menusuk-nusuk kulit membawa rasa segar dan sedikit merinding. Sedangkan pikirannya mulai berkelana dimasa lalu. Masa dimana dirinya masih berumur 7 tahun.

Ambar kecil tengah mengikuti gerak-gerik ayahnya dengan rasa penasaran yang tinggi. Gadis itu terus memperhatikan saat ayahnya mengambil semua foto yang terdapat dirinya, dan menyimpannya disebuah kotak. Hanya menyisakan foto-foto Ayah dan Ibunya saat masih berpacaran sampai saat menikah.

Ambar bertanya pada Ayah kenapa foto dirinya disimpan dalam kota. Ayah Ambar tersenyum, menatap Ambar sesaat sebelum menyimpan kotak itu di bawah kasur.

Selesai menyimpan kotak tersebut, sang ayah berbalik. Membawa Ambar duduk di pinggir ranjang, sedangkan beliau menekuk kaki di depan Ambar.

"Fotonya mau diganti, besok kita sama Ibu pergi ke studio foto yaa?"

Ambar kecil berbinar, kepalanya mengangguk dengan semangat. "Ambar pengen foto sama ayah sama Ibu di kebun binatang, seperti foto keluarga temen Ambar, Yah." gadis kecil itu berceloteh dengan riang. Netra cerahnya menatap ayah penuh permohonan.

Ayah Ambar mengangguk. "Besok kita berangkat ke kebun binatang setelah Ambar pulang sekolah."

Wajah ceria Ambar memudar, gadis itu berpikir dirinya akan libur satu hari untuk pergi ke kebun binatang. "Tapi lama ayaaaaah," rengek Ambar.

Sang ayah mengelus rambut Ambar dengan sayang. "Ambar kan sedang tes. Hari terakhir pasti pulangnya lebih awal."

"Tapi besok beneran kan Yah? Janji?" Ambar mengulurkan tangannya, mengacungkan jari kelingking di depan Ayah.

Ayah Ambar mengikuti kemauan Ambar, mengikat janjinya. Ambar kemudian memeluk Ayahnya dengan sayang. Entah mengapa beberapa hari ini mereka terlihat begitu akrab. Ayah dan Ibunya juga sering tidur memeluk Ambar.

Kegiatan Ayah dan anak itu terhenti saat Ibu Ambar datang dan menyuruh keduanya untuk makan malam sama.

Ambar turun dari ranjang, berlari kecil meraih tangan sang Ibu. Gadis kecil itu mendongak, menatap Ibunya. "Besok Ambar, Ayah, dan juga Ibu mau ke kebun binatang."

"Benarkah?" Ibu Ambar menatap anaknya dengan senyum hangat, menanggapi putrinya dengan antusias.

"Yapp! iya kan Ayah?" Ambar menoleh ke belakang, menunggu respon Ayahnya.

"Ya, besok kita akan foto bersama di kebun binatang."

"Wahh, kalau begitu besok Ibu akan menyiapkan bekal yang enak-enak untuk putri Ibu dan Ayah."

Ibu Ambar mengusap puncak kepala Ambar dengan sayang.

Mereka akhirnya pergi ke tempat makan dengan perasaan bahagia, terutama Ambar. Gadis kecil itu tidak sabar menunggu hari esok, membayangkan keseruan mereka di kebun binatang membuat Ambar tambah bersemangat.

"Kebun binatang, Ambar dataaaang!" seru Ambar dalam hati."

Terpopuler

Comments

xrayyy

xrayyy

keluarga cemara

2023-07-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!