Pingsan

Fandi semakin jarang Inggit temui. Pulang kerja selalu larut malam dan tak pernah mau makan masakan Inggit lagi. Inggit yang bosan memutuskan untuk berjalan-jalan dengan motor yang Fandi tinggalkan di garasi mobil untuk mencari udara segar.

Inggit pun pergi ke garasi dan mengeluarkan motor bebek matic milik Fandi. Rencananya Inggit akan mampir ke supermarket depan untuk membeli buah-buahan segar dan beberapa keperluan lain.

Motor matic tersebut Inggit starter dan langsung Inggit gas. Udara sore membuat Inggit senang jalan-jalan dengan motor maticnya tersebut. Rambut Inggit tergerai dan terbang bak model iklan shampoo. Cantik sekali membuat banyak pasang mata melihat ke arahnya. Di supermarket Inggit membeli buah dan sayuran segar serta beberapa keperluan rumah yang lain lalu kembali lagi ke rumah dengan mengendarai motornya.

Inggit masih menikmati jalan-jalan sorenya namun belum lama Inggit memasuki area komplek, motor yang dikendarainya tiba-tiba mati. Inggit terus mencoba menyalakan mesin motor namun motor tersebut masih mati. Inggit memeriksa bensin yang ada di bawah jok motor, ternyata penuh. Motornya mogok, dengan terpaksa Inggit mendorong motor miliknya sampai ke rumah. Jarak yang lumayan jauh ditambah motor yang didorongnya lumayan berat untuk tubuh mungil Inggit membuat peluh mulai bercucuran di kening dan pakaian Inggit.

Tiiin!

Suara klakson mobil membuat secercah harapan timbul dalam diri Inggit. Semoga ada yang mau membantunya memperbaiki motornya agar bisa dikendarai lagi. Inggit berbalik badan dan melihat Dalvin, si tampan tetangga sebelah rumahnya yang ternyata mengklaksonnya. Dalvin turun dari mobilnya dan berjalan ke arah Inggit. Tubuhnya tinggi dan tegap membuat Inggit terlihat makin imut saja.

"Mogok?" tanya Dalvin.

"Enggak tau, Mas. Tiba-tiba mati padahal bensinnya masih penuh," jawab Inggit.

"Coba aku lihat dulu." Dalvin memeriksa motor yang Inggit gunakan. "Lumayan sih karena jarang digunakan mesinnya ada yang rusak."

"Yah ... bagaimana ya? Di sekitar sini ada bengkel tidak sih, Mas?" tanya Inggit yang terlihat cemas. Ia takut diomeli Fandi karena merusak motornya.

"Hmm ... tak perlu ke bengkel. Aku bisa betulin kok."

Mata Inggit berbinar mendengar penawaran dari Dalvin. "Serius? Beneran Mas bisa benerin?" Timbul harapan dalam diri Inggit.

Dalvin berdiri dan tersenyum penuh maksud. "Serius tapi ada syaratnya loh."

"Syarat? Syarat apa itu?" tanya Inggit. Hatinya was-was takut syarat yang diajukan Dalvin memberatkannya.

"Kamu jangan marah lagi sama aku, kayak kemarin. Ya ... aku memang salah sih mencampuri urusan pribadi kamu, tapi niat aku baik. Aku hanya mau kamu jadi pribadi yang kuat karena mau melawan orang yang menyakiti kamu. Kalau bukan kamu yang melawan, siapa lagi?"

Inggit melihat kesungguhan Dalvin. Ternyata syarat yang diajukan tidaklah berat. Inggit masih bisa menyanggupinya. "Baiklah, aku enggak marah lagi sama Mas Dalvin," kata Inggit.

"Syukurlah. Eh tapi ada satu syarat lagi."

"Syarat apa lagi?"

"Kamu harus traktir aku makan. Bagaimana kalau besok siang? Makan pecel ayam di Warung Janda Bohay, bagaimana?"

Inggit pikir Dalvin akan mengajukan syarat yang sulit, ternyata tidak. "Oke, aku setuju!"

"Kamu bisa bawa mobil?" tanya Dalvin.

"Bisa."

"Bagus. Kamu pulang saja ke rumah bawa mobil aku. Nanti motor kamu biar aku yang dorong sampai rumah."

"Serius, Mas? Jarak ke rumah masih jauh loh, nanti Mas Dalvin capek," kata Inggit tak enak hati.

"Tak apa. Aku kuat kok. Aku 'kan laki-laki, kamu tenang sajaa. Kalau kamu yang dorong malah capek nanti." Dalvin menyerahkan kunci mobilnya pada Inggit. "Tugas kamu adalah menyiapkan saja minuman es yang segar untukku, oke?"

"Oke, akan aku siapkan. Terima kasih banyak, Mas." Inggit pun masuk ke dalam mobil Dalvin dan mengendarainya sampai rumah. Inggit langsung memarkirkan mobil Dalvin di garasi miliknya.

Setelah menunggu selama sepuluh menit akhirnya Dalvin tiba. Peluh bercucuran di kening Dalvin karena jarak yang ditempuh lumayan jauh, ada tanjakan pula yang harus dilewati. "Huft ... akhirnya sampai juga." Dalvin mengelap kasar keningnya yang bercucuran keringat.

"Silahkan, Mas, jusnya. Maaf ya merepotkan Mas Dalvin terus." Inggit memberikan jus buatannya pada Dalvin yang langsung diminum setengahnya karena haus.

Dalvin pun menunaikan janjinya membetulkan motor Inggit. Dalvin yang berkeringat lalu membuka kemeja yang dikenakannya dan hanya memakai kaos dalam saja. Tubuhnya yang kekar dengan otot lengan yang menyembul membuat segar pandangan mata Inggit. Dalvin yang pintar bisa dengan mudah membetulkan motor dengan kemampuannya.

"Wah, Mas Dalvin hebat sekali bisa membetulkan motorku. Terima kasih banyak loh, Mas," puji Inggit.

"Ah biasa saja. Jangan lupa traktirannya ya!" Dalvin tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Siap. Aku traktir! Jangan lupa ya besok jam makan siang kita makan ayam penyet. Terima kasih banyak, Mas. Kalau tak ada Mas, aku bisa diomeli karena baru saja pakai motor sudah aku buat rusak," kata Inggit.

"Sama-sama. Itulah gunanya tetangga, saling tolong menolong. Aku tunggu besok ya traktirannya!"

Inggit menyesal sudah berprasangka buruk terhadap Dalvin. Tetangga barunya memang baik. Kalau tak ada Dalvin, siapa yang akan membantu Inggit? Untuk itulah keesokan harinya Inggit menunaikan janjinya mentraktir Dalvin. Mereka makan sambil mengobrol akrab layaknya orang yang sudah mengenal lama. Pribadi Dalvin yang ramah membuat Inggit menemukan teman baru yang asyik diajak mengobrol.

"Jangan lupa ya pesan aku, kamu harus berani melawan jika ada yang menyakitimu! Semangat, Inggit!" kata Dalvin menyemangati.

Inggit terdiam, tak lama kemudian sebuah kilasan memori muncul di benak Inggit.

"Gel, kamu pasti bisa! Semangat, Gel!" Suara bocah laki-laki itu terdengar begitu kencang dan seakan berulang-ulang di telinga Inggit.

Inggit menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Mata Inggit ikut terpejam dan tak lama Inggit jatuh pingsan.

Inggit baru tersadar satu jam kemudian. Dirinya kini berada di sebuah kamar yang asing. Inggit bangun dengan cepat dan merasakan kepalanya kembali berdenyut kencang.

"Hei, pelan-pelan, jangan langsung berdiri!" Dalvin memegangi tubuh Inggit agar tidak jatuh.

"Aku dimana, Mas?" Inggit kembali duduk di tepi tempat tidur.

"Di rumahku. Kamu tiba-tiba pingsan saat kita selesai makan. Aku sudah panggil dokter katanya kamu mengalami tekanan. Ada masalah lagi dengan keluarga suamimu atau mungkin dengan suamimu?" tanya Dalvin dengan penuh perhatian.

"Aku tak apa, Mas. Boleh aku pulang?" Inggit memilih bungkam.

"Boleh, tentu saja. Ayo, biar aku antar." Dalvin mengantar Inggit sampai depan pintu rumahnya.

"Terima kasih, Mas, atas bantuan Mas."

"Sama-sama. Hubungi aku ya kalau butuh bantuan."

Inggit masuk ke dalam rumah dan merebahkan tubuhnya di kasur. "Siapa ya anak laki-laki itu? Apa hubungannya denganku?"

****

Terpopuler

Comments

lucky gril

lucky gril

teka teki fandi blm bisa terjawab,akankah terkuak🙄

2024-08-08

0

Tuti Yati

Tuti Yati

ada hiburan tetangga baik hati awas aja nnti lama" bisa jatuh cintrony lho..

2023-09-10

2

𝓓𝔀𝓲_𝓒𝓱𝓪𝓴𝓮𝓮𝓹 😘🍃

𝓓𝔀𝓲_𝓒𝓱𝓪𝓴𝓮𝓮𝓹 😘🍃

biasa bertemu lama2 nyaman klo nyaman ya Pepet terus sampai mentok🤭🤭

2023-07-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!