Menggoda Suami Sendiri

Inggit menatap rumah baru yang akan ia tempati bersama Fandi mulai sekarang. Rumah berkonsep minimalis dengan cat warna putih itu terletak di dalam komplek perumahan yang hanya berisikan beberapa unit rumah saja. Fandi benar-benar menepati janjinya untuk mengajak Inggit pindah rumah dan tak tinggal lagi bersama Mama dan adiknya.

"Bagaimana, suka rumahnya?" tanya Fandi dengan ekspresi datar seperti biasanya.

"Suka! Suka banget, Mas. Terima kasih," jawab Inggit.

"Syukurlah! Ingat, jangan lagi berulah, sok mau mengancamku dengan memberitahu Mama!" Fandi masuk ke dalam rumah dan menunjukkan bagian dalam rumah tersebut pada Inggit. "Kamar ini adalah kamar kamu dan di sebelahnya kamar aku."

Senyum di wajah Inggit menghilang saat mendengar perkataan Fandi. "Kamar kita terpisah, Mas?"

"Iya, memang kenapa?" tanya balik Fandi. "Memang itu tujuan kita pindah dari rumah Mama bukan? Agar bisa hidup tenang tanpa tekanan. Bukan hanya kamu yang butuh hidup tenang, aku juga."

"Tapi, Mas-" Belum selesai Inggit bicara, Fandi sudah memotong ucapannya.

"Aku mau mengurus yang lain. Kamu bereskan saja pakaian kamu. Biar nanti pakaianku, aku yang urus!"

Inggit terdiam di kamarnya yang baru. "Enggak bisa begini nih. Tujuan aku pindah dari rumah Mama Olla bukan hanya ingin mendapatkan ketenangan, namun aku ingin hubunganku dengan Mas Fandi semakin erat. Kenapa kami jadi pisah kamar? Bukankah ini malah menjadi kemunduran bagi hubungan kami?" gumam Inggit.

"Pokoknya, aku akan membuat Mas Fandi benar-benar memperlakukanku seperti istrinya. Lihat saja, pernikahan pura-pura ini akan menjadi pernikahan yang sesungguhnya dan Mas Fandi tak akan jijik lagi saat menyentuhku!" tekad Inggit.

Inggit pun memulai misinya menjadi istri sesungguhnya untuk Fandi. Pagi hari setelah Inggit menyiapkan sarapan untuk Fandi, Inggit masuk ke dalam kamar Fandi dan menyiapkan pakaian untuk Fandi bekerja. Inggit bertindak seperti biasa saat masih tinggal di rumah mertuanya.

"Loh, ngapain kamu di kamar aku?" tanya Fandi yang terkejut mendapati Inggit di kamarnya. Fandi baru saja selesai mandi. Ia hanya memakai handuk putih yang dililitkan ke pinggangnya. Ia cepat-cepat menutupi bagian dadanya dengan kedua tangannya.

"Menyiapkan pakaian kerja buat kamu, Mas. Aku ini istri kamu, sudah tugas aku menyiapkan pakaian untuk kamu pakai. Kamu mau yang warna apa? Biru muda atau putih garis-garis biru?" Inggit mengangkat dua buah kemeja untuk Fandi pilih sambil tersenyum.

"Biru muda saja," jawab Fandi tanpa senyum. Fandi mengambil kemeja di tangan Inggit dengan kasar. "Mulai besok tak perlu menyiapkan pakaian kerja untukku lagi, aku bisa sendiri. Satu lagi, kalau mau masuk kamarku tolong ketuk pintu dulu dan jangan masuk sebelum aku ijinkan! Tak sopan namanya main masuk ke kamar orang tanpa ijin!"

Fandi mengusir Inggit dari kamarnya lalu mengunci pintu. Tak putus asa, Inggit melancarkan aksi menggoda Fandi di meja makan. Inggit membuka dua kancing blouse yang ia kenakan dan menampilkan buah sintal miliknya yang kencang dan menggoda. Inggit menemani Fandi sarapan sambil sesekali memamerkan aset miliknya. Sengaja mencari perhatian agar Fandi melihat miliknya dan berharap Fandi akan tergoda.

"Uhuk ... uhuk ... uhuk ...." Fandi sampai tersedak dengan ulah Inggit. Cepat-cepat Fandi menghabiskan sarapan paginya agar tak berada di dekat Inggit lebih lama lagi.

Inggit mengantar Fandi sampai depan rumah sambil bergelayut manja di lengan suaminya. Inggit sengaja menempelkan dadanya di lengan Fandi agar suaminya semakin tergoda oleh pesonanya. "Mas, nanti pulang kerja mau aku masakkin apa?" tanya Inggit dengan nada manja.

Fandi melepaskan tangan Inggit. "Aku lembur. Tak perlu menungguku," kata Fandi dengan dingin.

Inggit memeluk Fandi dari belakang, membuat Fandi terkejut dan secara tak sengaja membentak Inggit seraya melepaskan tangan Inggit dengan kasar. "Ngapain sih kamu peluk-peluk aku segala? Gerah tau! Lebay banget sih, aku mau kerja bukan mau pindah rumah! Lepasin aku! Aku enggak suka kamu kayak begini, norak tau!" kata Fandi dengan pedas.

Sambil menahan sakit hatinya, Inggit melepaskan pelukannya. Lepas dari pekukan Inggit, Fandi cepat-cepat pergi ke kantor setelah membanting pintu mobilnya dengan kencang. Inggit terdiam mematung di tempat. Pagi ini ia sudah mendapat penolakan tapi Inggit bertekad akan terus mendekati Fandi sampai Fandi mau menghamilinya.

"Ehem!"

Inggit menoleh dan melihat seorang pria sedang menatap ke arahnya. "Hi! Kamu penghuni rumah baru ini ya?" tanya laki-laki tersebut dengan ramah.

Inggit menatap lelaki di depannya seraya bertanya-tanya siapa lelaki di depannya? Inggit pun menganggukkan kepalnya. "Iya, aku penghuni baru rumah ini. Kamu ...."

"Aku Dalvin Haris, tetangga sebelah rumah kamu." Dalvin tersenyum ramah. Kedua lesung pipinya terlihat membingkai senyumnya. Alis matanya yang hitam lebat dengan rahang yang tegas membuat wajahnya terlihat makin tampan. Dalvin mengulurkan tanganya pada Inggit sebagai tanda perkenalan.

"Aku Inggit. Senang berkenalan dengan kamu." Inggit membalas uluran tangan Dalvin.

****

Entah sudah berapa kali Inggit menguap. Ia menunggu Fandi pulang kerja namun suaminya tak kunjung pulang. Sejak Inggit menggoda Fandi pagi itu, suaminya selalu pulang larut malam dan semakin menghindar bertemu Inggit.

Suara deru mobil di depan rumah membuat Inggit berdiri dan menyambut kedatangan Fandi, sayang bukan Fandi yang datang melainkan Dalvin, tetangganya yang tampan dan suka menyapanya dengan ramah. Raut wajah kecewa Inggit tak bisa ia sembunyikan lagi.

"Masih menunggu suamimu pulang?" tanya Dalvin begitu turun dari mobil miliknya. Bukan sekali dua kali Dalvin melihat Inggit menunggu suaminya dan akan keluar rumah begitu mendengar suara deru mobil miliknya yang mirip mobil suaminya. Tatapan sedih dan wajah kecewa milik Inggit seakan tak bisa Dalvin lupakan begitu saja.

Inggit mengangguk lemah. "Mas Dalvin baru pulang?" tanya balik Inggit sekedar berbasa-basi.

"Iya. Kamu sudah makan malam belum?" tanya Dalvin.

Inggit menggelengkan kepalanya. "Aku menunggu suamiku pulang agar bisa makan malam bersama, Mas."

Kasihan. Satu kata yang Dalvin berikan pada Inggit. Kurang apa Inggit sebagai istri? Cantik, sopan dan perhatian pada suaminya, lalu kenapa suami Inggit seolah tak peduli padanya.

"Kalau suamimu pulang pagi, kamu akan tetap menunggu sampai kamu kelaparan?" tanya Dalvin lagi.

"Ya ... aku akan tidur saja kalau begitu."

"Bodoh!" gumam Dalvin pelan. Sudah ia duga Inggit akan menjawab begitu. Entah kenapa saat melihat Inggit, Dalvin akan teringat dengan cinta pertamanya dulu saat sekolah. Dalvin seakan tak rela melihat Inggit disia-siakan oleh suaminya sendiri.

Dalvin membuka pintu mobil miliknya dan mengeluarkan sekotak pizza yang sengaja ia beli untuk Inggit. "Kalau temani aku ngemil pizza mau 'kan?"

***

Terpopuler

Comments

Telik sandi Megantara

Telik sandi Megantara

kisah apa ya thor 3 tahun pinya istri cantik gak disentuh, atau penyakitan suaminya tuh

2023-09-10

2

⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾

⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾

Fandi apakah gay....Terong makan terong 🍆🍆🤭🤭

2023-08-13

0

Hasrie Bakrie

Hasrie Bakrie

Suami Inggit gay keles 😁

2023-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!