Inggit menatap jam dinding di kamarnya. Sudah jam 12 malam. Rumah besar yang ia tempati terasa begitu sunyi. Fandi ternyata malam ini tidak pulang ke rumah. Fandi bahkan tak tahu kalau tadi siang Inggit pingsan. Bagaimana mau tau, mengirim pesan ke Inggit saja tak pernah. Inggit merasa lelah sekali harus terus mengemis perhatian Fandi, padahal Inggit adalah istri sah Fandi. Kemana Fandi yang katanya dulu begitu mencintai Inggit? Ternyata semua palsu. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi, si miskin harus terus mencari perhatian di depan si kaya agar si kaya mau melirik sedikit saja.
Keesokan harinya Inggit mengumpulkan lagi semua keberaniannya. Inggit berniat pergi ke kantor Fandi. Ia harus terus mendekati Fandi dan membuatnya jatuh cinta meski harus membuang harga diri yang dimilikinya. Ia pun memesan taksi online dan menunggu di depan rumah sampai taksi yang dipesannya tiba.
"Pagi, Inggit. Bagaimana keadaan kamu? Sudah sehat?" tanya Dalvin yang baru saja selesai lari pagi. Dalvin mengenakan kaos tanpa lengan dengan celana pendek. Otot lengannya yang kekar selalu membuat Inggit terpesona. Bulir keringat terlihat membasahi kaos dan kening Dalvin. Seksi sekali dilihatnya.
"Alhamdulillah sudah sehat, Mas."
"Syukurlah. Jangan stress lagi, oke? Kamu harus jaga kesehatan. Mau kemana kamu? Kok rapi sekali sih?" tanya Dalvin seraya memperhatikan penampilan Inggit yang terlihat cantik.
"Iya, Mas. Aku mau ke kantor Mas Fandi. Mau bawakan makanan dan baju ganti," jawab Inggit dengan jujur.
"Wah, beruntung sekali ya suami kamu itu punya istri yang perhatian sekali. Rugi sekali dia selalu mengacuhkan kamu dan jarang pulang," sindir Dalvin.
Dalvin tahu benar bagaimana situasi rumah tangga Inggit. Diam-diam Dalvin memperhatikan bagaimana Inggit tidak bahagia dengan pernikahannya dan selalu kesepian karena diacuhkan Fandi. Menurut Dalvin, Fandi adalah lelaki bodoh yang menyia-nyiakan istri sebaik Inggit.
"Udah deh, Mas. Masih pagi, jangan mulai ceramah," jawab Inggit. "Taksi aku sudah datang. Aku pergi dulu ya, Mas Dalvin!"
"Iya. Hati-hati di jalan!" Dalvin melambaikan tangannya sambil tersenyum. Dalam hati Dalvin berdoa semoga suami Inggit kali ini menghargai usaha yang Inggit lakukan.
Kedatangan Inggit tentu saja membuat Fandi terkejut. Ia tak menyangka kalau Inggit akan datang ke kantornya. "Kenapa sih kamu datang tiba-tiba ke kantorku tanpa kasih kabar dulu?" tanya Fandi dengan wajah kesal.
"Maaf, Mas. Aku hanya mengkhawatirkan keadaan Mas Fandi saja. Semalam Mas tidak pulang. Aku takut Mas Fandi tak ada baju ganti, jadi aku bawakan untuk Mas." Inggit mengeluarkan paper bag berisi baju ganti dan menyerahkannya pada Fandi.
"Aku ada baju ganti kok, tenang saja," kata Fandi dengan dingin. Ditaruhnya asal paper bag pemberian Inggit.
"Mas sudah sarapan belum? Aku bawakan Mas makanan juga loh. Mas mau sarapan sekarang? Biar aku siapkan," tanya Inggit dengan lembut.
"Tak perlu. Aku sudah kenyang!" Fandi berdiri dan membelakangi Inggit. Ia tak mau melihat Inggit yang seenaknya datang ke kantornya tanpa ijin. Fandi sudah berusaha menghindari Inggit dengan tidak pulang eh malah Inggit sendiri yang datang ke kantornya.
Fandi pikir, Inggit akan segera pulang setelah melihat sikapnya yang secara terang-terangan menolaknya, ternyata tidak. Fandi lalu berpura-pura menatap pemandangan di luar gedung bertingkat milik perusahaannya. Fandi kaget saat Inggit tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Mau apa lagi kamu?" tanya Fandi dengan dingin.
"Aku kangen sama kamu, Mas. Kenapa sih sekarang Mas pulang malam terus? Semalam Mas malah tak pulang sama sekali. Wajar dong kalau aku merindukan Mas Fandi?" kata Inggit dengan nada yang dibuat agak manja. Inggit menonton drama dan mempraktekkan cara merayu suaminya dari hasil menonton.
Fandi melepaskan tangan Inggit dan berbalik badan. "Kamu ngapain sih peluk aku segala? Kamu sudah datang tanpa ijin dan sekarang main peluk aku seenaknya!"
"Memang aku salah ya, Mas, jika aku memeluk suamiku sendiri? Mas, aku ini istri Mas loh. Aku bahkan bisa menuntut Mas memenuhi hakku sebagai istri," balas Inggit.
"Hak kamu apa? Aku sudah memberikan kamu uang saku bulanan. Aku juga sudah memberikan kamu rumah yang nyaman untuk kamu tinggali. Apa lagi yang kurang?" tanya Fandi dengan sedikit emosi.
"Kamu yang kurang, Mas. Sejak kita menikah, tak sekali pun kamu menyentuhku. Apa sih Mas kurangnya aku? Kalau kamu katakan, aku akan berusaha memperbaiki kekuranganku. Kita tuh suami istri, Mas. Kenapa Mas sama sekali tak mau menyentuhku?" desak Inggit.
Inggit mendekati Fandi dan menyentuh wajah tampan suaminya. "Apa salah kalau aku ingin meminta hakku, Mas? Mama selalu mengecek kehamilanku setiap bulan. Bagaimana aku bisa hamil kalau Mas tak pernah sekalipun menghamiliku?"
Fandi menepis tangan Inggit dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" kata Fandi dengan dingin.
"Kenapa, Mas? Apa Mas tak menyukai perempuan?"
"Jangan sembarangan kamu kalau bicara!" potong Fandi.
"Lalu kenapa Mas tak mau menyentuhku? Kita suami istri yang sah, Mas. Halal bagi kita saling menyentuh." Inggit kembali mendekati Fandi yang malah terus menjaga jarak dari Inggit.
"Aku tak mau. Pulanglah, sebelum kita semakin menyakiti nantinya!" kata Fandi dengan dingin.
Inggit menghembuskan nafas dalam dan menutup matanya. Membiarkan buliran air mata yang terasa hangat menetes di wajahnya yang berpoles make up tipis. Sia-sia semua usahanya hari ini. Fandi menolaknya. Fandi seakan jijik padanya.
"Apa aku tak layak untuk kamu, Mas? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu mau menikahiku karena kamu cinta sama aku, Mas?" Inggit membuka matanya kembali dan menatap Fandi dengan tatapan matanya yang sedih. Inggit merasakan hinaan dari sikap Fandi yang menolaknya secara terang-terangan.
"Sudahlah, jangan membahas hal yang tak penting, apalagi tentang cinta. Pulanglah! Malam ini aku tak akan pulang ke rumah, jangan menungguku! Satu lagi, tak perlu membawakanku baju ganti. Aku bisa beli di Mall langsung!" Fandi kembali ke meja kerjanya dan mengacuhkan Inggit.
Fandi sama sekali tak peduli dengan Inggit. Tetesan air mata Inggit tak dilihatnya sama sekali. Inggit pun pergi dari kantor Fandi membawa perasaan terhina dan sakit hati yang mendalam.
Inggit terus menangis selama perjalanan pulang. Hatinya marah sudah diperlakukan layaknya orang hina oleh suaminya sendiri.
Saat turun dari taksi dengan air mata yang tak bisa berhenti menetes, ada tetangga sebelah rumahnya yang menyapa dengan ramah. "Hi Inggit, loh, kamu kenapa? Kok kamu nangis? Siapa yang nyakitin kamu?"
Tangis Inggit semakin kencang. Ketika ada tangan yang menghempas uluran tangannya maka ada tangan lain yang mengulurkan tangan pada Inggit.
"Mas Dalvin, huaaaaa ...."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
lucky gril
ngga kuat bacanya nyesek banget🤧
untung baca udah the end ,bisa pelan2 baca nya ngga nunggu up😆
2024-08-08
0
☠☀💦Adnda🌽💫
kalo udah capai lambaikan tangan nggit ....jngn memaksakan diri ...pura " bahagia itu menguras tenaga dan bikin makan hati ☺️🤭
2023-10-14
4
Lusiana_Oct13
aneh kok mau bertahan
2023-09-18
0