Chapter 3 - MLMH

Usai acara besar itu, Miranda mengaba abakan agar setiap anggota keluarga berkumpul di gedung utama resort. Artinya Alea harus berjalan kaki menuju ke sana.

Ia berdiri menatap sepatu 12 cm dikakinya, sepatu pilihan Miranda agak terlalu pas di kakinya, semakin lama di pakai berjalan, jemari kaki Alea makin terasa sakit.

Mata Alea kesana kemari mencari Andin, ia butuh bantuannya sekarang. Namun untuk bertanya, tak ada seorang pun yang ia kenal dan tak ada yang mengenal Andin.

"Nick?" Dari arah tenda Nick sedang berbincang dengan seorang pria kurus.

Alea berteriak sekaligus melambai memanggil Nick.

"Nick."

Selain Miranda dan kini Nick, tak ada lagi seorang pun yang ia kenal di situ.

"Nick," panggil Alea sekali lagi.

Nick melirik ke arah Alea kemudian datang menghampirinya.

"Kamu masih disini?" tanya Nick.

"Kamu melihat Andin asistenku?" tanya Alea sambil matanya terus mencari ke sekeliling.

"Wanita sahabat mu tadi?" tanya Nick sembari ikut mencari ke sekitar.

"Aku tidak melihatnya. Kamu butuh bantuanku?" lanjut Nick menawarkan bantuan.

Alea mengangkat kakinya yang mulai terlihat memerah.

"Kakiku sakit, aku tidak bisa kembali ke resort berjalan kaki dengan sepatu itu," jawab Alea.

"Ya sudah aku akan mengantarmu," Nick mengambil sepatu dari atas lantai. "Masih bisa berjalan?"

Alea mengangguk. "Sepatuku?" tanyanya karena Nick sudah menenteng sepatunya.

"Jika membuat sakit kenapa harus dipakai?" ujar Nick kemudian membantu Alea berdiri. Ia bersedia menemani Alea berjalan menuju resort.

Dalam hati Alea tersenyum senang. Tak hanya berwajah tampan, Nick juga baik hati. sepertinya ia benar benar ketiban durian runtuh.

Mendekati resort, cahaya lampu di sekitar mulai tampak terang benderang. Alea baru sadar akan satu hal. Wajah Nick terlihat tegang, keringat segede jagung menetes dipipinya.

"Nick, kamu baik saja?" tanya Alea namun tak di jawab oleh Nick.

"Kita sudah sampai, masuk lah Andin mungkin berada di dalam. Aku masih ada urusan lain di tenda," Nick menyerahkan sepatu Alea kemudian berbalik badan pergi dari situ.

"Terimakasih Nick." Teriak Alea pada sosok yang makin menjauh. Ia terlihat buru buru dengan urusannya.

Alea melanjutkan langkahnya masuk ke dalam resort. Di loby resort yang tak seberapa luas, banyak orang berkumpul disitu termasuk mertuanya Miranda.

Miranda langsung berdiri sesaat setelah Alea tiba.

Ia mengetuk gelas ditangannya dengan sendok untuk meminta perhatian semua orang disitu.

"Seluruh anggota keluarga Madison, kita telah ketambahan anggota keluarga baru." Miranda menunjuk ke arah Alea. "Hazalea Ningrum. Aku mengadakan acara pernikahan dengan tiba tiba, bahkan Alea sendiri tidak tau rencana ini. Dia baru saja tiba beberapa hari lalu dari London. Oh ya, menantuku ini lulusan seni modern dari Royal Halloway, University of London. Lulusan terbaik," seraya menepuk tangan pelan Miranda tersenyum bangga.

Seorang wanita kemudian mendekati Alea sambil menatap kaki Alea yang tak mengenakan sepatu.

"Selamat bergabung dengan keluarga Madison Hazalea," ucap wanita itu sembari menyunggingkan senyum simpul dari bibirnya.

"Alea, dia kakak ipar kamu, Venita Madison," ujar Miranda memeprkenalka anak sulungnya.

Alea tertawa kaku, ia memindahkan sepatu dari tangan kanan ke tangan kiri kemudian menjulur kan tangan memberi salam kepada Venita.

"Kak Venita, apa kabar. Panggil saja saya Alea."

Venita mengangkat kedua Alisnya dan tak menerima jabatan tangan Alea.

Sesaat menyusul di belakang Venita beberapa orang sepupu dan sepupu jauh Nick menyapa Alea.

Dan kemudian beberapa tetua laki laki dan perempuan seumuran ibu mertuanya yang harus ia sambangi. Kini giliran Alea yang memberi mereka salam kemudian mencium tangan mereka.

"Oh ya dimana Nick?" tanya Miranda.

Seorang wanita bersetelan hitam berbisik ditelinga Miranda. Ia kemudian kembali mengetuk gelas dengan sendok.

"Acara keluarga selanjutnya 2 minggu dari sekarang di rumah saya. Sekarang sampai disini dulu, saya masih ada urusan mendadak."

Miranda mendekati Alea kemudian berbisik, "Walaupun tidak ada acara bulan madu, malam pengantin tetap harus di laksanakan, jangan lupa tugas mu. Nick butuh penerus laki laki secepatnya," ujar Miranda.

Alea tertegun, Miranda begitu blak blakan. Tapi memang seperti itulah wanita itu. Sejak awal perjanjian, Alea sudah tau tugas nya dengan baik. Alea bisa apalagi selain menunduk patuh pada Miranda.

"Pulanglah, kamu pasti lelah." Miranda menyerahkan kunci mobil berpita keemasan kepada Alea kemudian meninggalkan ruangan itu.

Saat itu Andin sudah berada di samping Alea.

"Nona, maaf tadi aku-"

"Ayo pulang, kakiku sakit, aku lelah dan ingin istirahat," Alea menyerahkan kunci mobil baru itu ke tangan Andin.

Seperti itulah Miranda, setiap ia menyuruh Alea melakukan sesuatu ia akan memberikan hadiah yang besar kepada Alea. Termasuk memilih sekolah, memilih tempat kuliah, memilih jurusan. Setiap Akea patuh ia akan memberikan imbalan besar kepada Alea.

Setiba di parkiran, Andin memencet tombol kunci mobil ditangannya. Sebuah mobil yang sedang terparkir di parkiran khusus berdecit.

Mata Andin melotot melihat mobil tersebut.

"Lamborghini Egoista," seru Andin.

Alea berjalan mendekati mobil berwarna merah itu kemudian menarik pita dari atas mobil.

"Ada hasil ada harga," gumamnya pelan kemudian masuk ke dalam mobil

Andin mengemudikan mobil menuju sebuah bilangan di pinggiran kota.

"Kamu sudah tau kemana harus membawaku?" tanya Alea. "Seperti nya ini bukan arah menuju rumah ku," lanjutnya.

Andin melirik sejenak ke arah Alea.

"Kita akan pulang ke rumah tuan Nick." Setelah berucap Andin diam sejenak. "Tadi aku bertemu ibu, seperti biasa ada tugas baru dari nyonya Miranda untukku."

"Memata mataiku dan Nick soal perkembangan hubungan aku dengannya." Alea memastikan dan ternyata tebakannya benar Andin mengangguk membenarkan.

"Lebih tepatnya, memastikan kalian secepatnya memiliki komongan," lanjut Andin.

Alea tersenyum, seakan tak percaya namun seperti itulah kenyataannya, Miranda seperti diktator yang akan memantau perkembangan seluruh bawahannya.

"Urusan ranjang pun ingin dipantaunya," gumam Alea kemudian bersandar lemah pada sandaran kursi.

Selang beberapa saat mereka berkendara, mereka mulai memasuki sebuah kawasan perkebunan. Tak ada satupun rumah di wilayah itu. Namun di ujung jalan sebuah rumah megah berwarna putih berdiri kokoh dengan kemilau lampu yang menyorot rumah itu dari berbagai penjuru.

Mobil sport terbaru itu terus melaju melawati jalan lurus itu hingga tiba di halaman rumah tersebut.

Alea dan Andin di sambut oleh seorang pelayan pria dan wanita. Pria itu mengambil kunci mobil dari tangan Andin sedangkan si pelayan wanita mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.

"Nick sudah pulang?" tanya Alea.

"Sudah," jawab pelayan itu.

Setiba di pintu besar, belasan orang pelayan berbaris rapih menyambut kehadiran Alea dan Andin.

"Selamat datang nona Alea. Dan selamat menempuh hidup baru," sapa mereka bersamaan sambil membungkuk setengah badan.

"Dimana Nick," tanya Alea lagi.

"Tuan di auditorium belakang, sedang ada urusan pekerjaan," jawab pelayan itu.

"Aku ingin menemuinya," ucap Alea namun pelayan paruh baya itu hanya semakin menundukkan kepalanya.

"Jarak auditorium dari rumah ini lumayan jauh dan sudah malam Nona. Saat tuan selesai dengan urusan nya ia pasti akan ke sini," jelas pelayan itu.

Alea menatap lama pelayan itu sembari berpikir. Kakinya masih sakit, dan ia pun agak lelah, ya sebaiknya ia bicara dengan Nick besok.

"Oh ya saya Raudah, saya kepala pelayan di sini. Jika butuh sesuatu saya akan siap membantu nona," ucap pelayan itu kemudian membungkuk semakin dalam.

"Baiklah, dimana kamar ku?"

Raudah mengantar Alea menuju kamar utama di rumah itu.

"Andin, istirahatlah, kamu juga pasti lelah," ucap Alea sebelum masuk ke dalam kamar nya.

Kamar luas bercahaya temaram lilin itu di tata sedemikian indah. Lilin aromatik dan taburan kelopak mawar merah dimana mana.

Tak ingin berpikir lebih lagi, Alea merebahkan tubuhnya di atas ranjang kemudian terlelap.

.

.

.

Dini hari Alea terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya yang kering membuat ia harus bangun untuk mencari air sekedar untuk membasahi tenggorokan.

"Nick tidak pulang, apa pekerjaannya sangat penting hingga harus melewati malam pengantinnya. Atau?" Alea bertanya tanya dalam batinnya.

Setelah beberapa tegukan air dari dalam gelas di atas nakas, Alea melepas kebaya lengkap yang masih menempel di badannya dengan pakaian dari dalam lemari. Ia kembali ke atas ranjang mencoba terlelap namun terasa sulit.

Akhirnya bangkit dari pembaringan menuju teras kamar itu. Pemandangan rumput dari kegelapan malam terlihat begitu tenang.

Tanpa sadar mata Alea menangkap sosok pria yang sedang berlari larian dari arah belakang. Pria itu terus berlari telanjang dada menuju rumah besar itu.

"Nick? Itu Nick? Apa yang dilakukannya subuh subuh begini?"

.

.

.

Next

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!