Laki-laki itu tidak kalah tampan di bandingkan dengan Adnan, apalagi saat tersenyum seperti sekarang.
Astaghfirullah, Nazwa sadar. Sesaat dia sendiri terkesima dengan ketampanan Guntur.
“Mas Guntur? Lagi nemenin ummi kontrol ya?” Tanya Nazwa.
“Iya, alhamdulillah ummi udah mulai bisa bicara lagi sedikit-sedikit.”
“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu. Aku ikut seneng dengernya.”
Kedua insan yang terlihat serasi itu kini berjalan berlawanan arah, kalau bukan sedang mengantar ibunya yang sedang kontrol, Guntur tidak akan rela berpisah begitu saja dengan Nazwa.
Di rasa cukup kenyang, Nazwa buru-buru kembali ke kamar dimana Salsa tengah di rawat. Terlihat Adnan sedang duduk memangku laptop miliknya, sambil menunggui istrinya yang kini terlelap. Nazwa pamit pulang, setelah tahu Farah dan juga Imran sudah pulang lebih dulu.
“Tunggu Na!”
Nazwa menoleh pada laki-laki yang berstatus kakak iparnya itu.
“Ada apa mas?”
“Aku antar pulang.”
Ucapan Adnan sukses membuat Nazwa terkejut, sebenarnya dia juga merasa tidak enak pada Salsa.
“Nggak usah mas, aku bisa pulang sendiri.”
Nazwa buru-buru pergi dari kamar Salsa, membuat Adnan heran dengan tingkahnya.
.
.
.
Seminggu berlalu begitu saja, tak hentinya Nazwa berdoa di setiap sepertiga malam, termasuk melakukan istikhoroh. Sampai saat ini dia masih menolak permintaan Salsa.
Pagi itu, keluarganya kembali di kejutkan dengan keadaan Salsa yang semakin drop. Bagaimana tidak, manusia keras kepala yang satu ini menolak meminum obat, makan pun tak banyak yang masuk.
Bagi Nazwa, ini adalah keputusan yang sangat berat dalam hidupnya. Mau maju ataupun mundur, keduanya sama saja, akan melukai hati Salsa yang sudah di anggapnya sebagai kakak kandungnya.
“Aku bersedia menikah dengan mas Adnan. Dengan syarat kak Salsa mau melakukan pengobatan.” Lirihnya dengan air mata yang tiada hentinya mengalir deras.
Salsa yang merasakan tubuhnya sudah tidak berdaya lagi, hanya menanggapi dengan seulas senyum dan genggaman tangannya mengerat pada Nazwa.
Kedua keluarga, yaitu keluarga Adnan dan juga keluarga Nazwa ikut menyetujui pernikahan itu terjadi demi kesehatan Salsa. Bagaimana setelahnya, pikirkan nanti.
Pernikahan antara Nazwa dilakukan di rumah sakit, malam itu juga. Pihak keluarga Adnan menghadirkan seorang penghulu juga menyewa jasa perias pengantin.
Meskipun acara itu dilakukan secara mendadak, tapi tidak mengurangi kecantikan Nazwa saat memakai kebaya putih sederhana, dengan polesan make-up tipis.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Nazwa Ayu binti Imran Suparman, dengan mas kawin seperangkat alat sholat serta 8 gram emas 24 karat, dibayar tunai.”
Adnan mengucapkan kalimat qobul dengan satu tarikan napas, saat berjabat tangan dengan Imran selaku wali nikah yang sah untuk Nazwa.
“Sah.” Ucap kedua saksi, yang mana mereka adalah kerabat dekat Adnan dan juga salah seorang dokter kenalan Imran yang bekerja di sana.
Selagi penghulu merapalkan doa untuk kedua mempelai yang baru saja sah secara agama. Nazwa terus menundukkan pandangannya. Mulai hari ini, statusnya sudah berubah menjadi seorang istri. Bagaimanapun kini tanggung jawabnya telah berpindah pada suaminya.
Sebagai seorang ayah, Imran merasa bahagia, bersyukur juga bersedih dalam waktu yang bersamaan. Anak gadisnya kini telah menikah, namun hanya sebagai istri kedua bagi suaminya, terlebih lagi menjadi madu untuk kakaknya sendiri.
Begitu juga dengan Farah, meskipun Nazwa bukanlah anak yang lahir dari rahimnya. Farah menyayangi Nazwa sama seperti dia menyayangi Salsa. Perempuan itu kini memeluk erat Nazwa, sambil berderai air mata.
“Ada hal yang mau aku bilang sama kamu dan Nazwa, mas.”
“Apa?”
“Sebelumnya, maafin aku. Sekali lagi aku bersikap egois sama kalian berdua. Tapi tolong, jangan sampai media tahu kalau suamiku menikah lagi.” Ucap Salsa.
“Lalu, satu hal lagi. Pulanglah bersama Nazwa, mas.” Ucap Salsa.
“Aku mau di sini dulu, nemenin kamu.”
“Mas... Pulanglah. Biar aku di temenin mama. Bagaimanapun ini malam pertama kalian.” Lirih Salsa.
Apa yang baru saja di ucapkan oleh Salsa, membuat sepasang pengantin baru itu terlihat salah tingkah.
“Biarkan mas Adnan disini, kak. Biar aku pulang ke rumah sendiri.” Nazwa juga menolak pulang bersama Adnan.
Bukan Salsa namanya, kalau permintaannya sampai tidak di turuti.
Tak lama setelah Adnan dan Nazwa pulang, Elsy dan Hendra pun pamit pulang. Di ruangan itu tinggal Imran dan juga Farah, yang setia menunggui Salsa.
Tok. Tok. Tok.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar, rupanya yang datang adalah Maudy.
“Gimana keadaan kamu, Sa?” Tanya Maudy.
“Aku baik-baik aja.”
“Tante sama om keluar dulu ya, titip Salsa sebentar.” Ucap Farah pada Maudy.
“Iya tante, tenang aja.” Maudy tersenyum ramah pada Farah dan juga Imran.
Sepeninggal orang tua Salsa, Maudy mengulang kembali pertanyaannya.
“Aku baik-baik aja, Maudy.” Jawab Salsa yang kesal karena Maudy bertanya dengan pertanyaan yang sama.
“Aku tahu, Sa. Kamu nggak baik-baik aja. Cerita sama aku, Sa.”
Perempuan yang di tanya oleh Maudy hanya bergeming.
“Aku tahu dari tante Elsy, kalo kak Adnan nikah lagi.”
“Iya, mas Adnan nikah lagi sama Nazwa. Aku sendiri yang nyuruh mereka menikah.” Salsa menjawab dengan santainya.
“Kenapa Sa? Ada apa sebenernya? Aku rasa ini bukan cuma masalah penyakit kamu kan? Cerita sama aku.” Bujuk Maudy.
“Maudy! Please, stop. Leave me alone.” Pekik Salsa.
Hal itu membuat Maudy terkejut dengan sikap Salsa, mungkin untuk sekarang dia bisa memakluminya.
“Ok, fine. Aku pergi.”
“But, I’ll be there for you.” Imbuh Maudy.
Beruntung, saat Maudy akan keluar. Farah dan Imran kembali dengan membawa beberapa bungkus makanan.
“Loh, Maudy mau kemana?” Tanya Farah.
“Maaf tante, emmm... aku ada urusan.”
“Hati-hati ya, Maudy.” Ucap Imran.
“Iya om. Pamit dulu tante, om.” Maudy pamit dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.
.
.
.
Bukannya pulang ke rumahnya, Adnan membawa Nazwa ke sebuah rumah minimalis di sebuah kompleks perumahan yang cukup bagus. Sebelumnya, mereka sudah berpamitan pada orang tua dan juga mertuanya. Rumah itu pernah di tempati oleh Adnan sebelum menikah dengan Salsa.
Meskipun Adnan sudah jarang berkunjung, tapi rumah ini cukup bersih dan rapi. Karena ada seorang pelayan yang datang untuk membersihkan rumah.
“Ini rumah siapa mas?” Nazwa memberanikan diri untuk bertanya.
“Ini rumahku... Tidak, ini rumahmu juga.” Ucap Adnan yang kemudian meralat ucapannya.
“Ini berlebihan mas, aku pulang ke rumah ayah sama mama aja.” Nazwa menolak secara halus.
Berlebihan apanya? Ini hanya rumah kecil, bahkan rumah ini bukan baru. Adnan menatap Nazwa dengan heran.
“Ya sudah, terserah kamu. Tapi untuk malam ini tidurlah disini, aku juga lelah. Aku ngajak kamu pulang ke sini, karena jaraknya cukup dekat dengan rumah sakit.” Jelas Adnan.
“Tapi aku tidur dimana mas?” Tanya Nazwa polos.
“Tentu aja di kamarku. Kamarku ada lantai atas.” Ucap Adnan sambil berlalu menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
Semoga Adnan memperlakukan Nazwa layak nya sebagai istri
2023-12-27
0