Saat Daniel dibuat pusing dengan beberapa permintaan klien yang membuatnya harus menahan rasa sakit di kepalanya. Akibat terlalu banyak mengkonsumsi anggur saat makan malam, bahkan pesona yang ditimbulkan oleh tuan rumah membuat Daniel tidak mampu berpaling.
Dia terpesona. Sisi buruknya adalah jatuh cinta terlalu cepat. Mungkin itu anggapannya saat ini.
Dering telepon di meja kerjanya agak membuat Daniel malas. Kalau bukan panggilan dari klien yang menagih janjinya, mungkin juga dari beberapa produsen yang menagih janji pembayaran utang perusahaan.
Terlihat malas, tetapi Daniel harus selalu profesional. Perusahaan yang sudah berdiri kokoh ini adalah jerih payah dan usahanya menipu mantan istrinya, Catherine.
"Halo, ada apa?"
"Maaf, Tuan. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda."
Daniel mencoba berpikir. Jika Brenda yang datang, tidak mungkin dia melalui resepsionis. Dia bisa langsung masuk ke ruangannya, bahkan bagian terkecil dari ruangan ini dia sudah hafal.
"Siapa?"
"Nona Sarah."
Mendengar nama itu, seolah andrenalinnya terpacu. Dia segera mencubit pipinya sendiri dan mengatakan bahwa tidak sedang bermimpi. Apakah para wanita begitu cepat menangkap sinyal matanya? Peduli, menghanyutkan, dan membuat beberapa dari mereka langsung tertarik.
"Bagaimana, Tuan? Apakah Nona Sarah bisa masuk sekarang?" tanya resepsionis saat tidak mendapatkan tanggapan dari bosnya.
"Tentu. Antarkan dia masuk ke ruanganku! Kurasa ini pertama kalinya dia datang ke sini."
Suara Daniel terdengar jelas. Dia tidak lagi terlihat pusing. Justru ada secercah kebahagiaan dan harapan di wajahnya.
Setelah mengiyakan, dia pun segera menutup teleponnya lalu kembali berkutat pada laptopnya. Sok sibuk sebenarnya, tetapi mau bagaimana lagi. Demi dianggap sebagai pengusaha yang rajin dan berwibawa di hadapan para tamu.
Suara ketukan pintu seolah membuatnya merasa tegang kembali. Ini pertemuan keduanya dengan Sarah yang tanpa dia sadari sudah masuk dan memilih posisi di relung hatinya.
Resepsionis itu membuka pintu lalu mempersilakan Sarah masuk. Respon Daniel cukup mengejutkan karena pria itu berdiri dari kursi kebesarannya demi menyambut Sarah.
"Sebuah kebahagiaan bagiku, Nona. Anda datang ke sini dan sungguh mengejutkanku. Terima kasih."
"Kakakku takut saat aku merasa bosan di mansion. Makanya setelah aku mendapat izin darinya, aku segera datang kemari. Tidak sulit menemukan tempat ini dan ternyata kakakku sangat paham dengan perusahaanmu, Daniel."
Bahagia? Tentu saja. Apalagi saat Sarah memanggil namanya dengan sangat merdu. Rasanya ini seperti sebuah mimpi yang tidak ingin diakhiri.
Otak Daniel segera bekerja. Bukan untuk memikirkan revisi draft yang diminta klien, tetapi bagaimana cara menjamu Sarah agar gadis itu terlihat nyaman di kantornya.
Pikirannya bercampur dengan aroma parfum yang melekat di tubuh Sarah. Wangi dan menggairahkan. Jika bukan pertama kalinya, mungkin Daniel akan mengajaknya langsung ke kamar hotel lalu bercinta berulang kali. Seperti yang dilakukan saat pertama kali bersama Brenda dulu sampai membuat wanita itu menjadi candunya hingga saat ini.
Mungkin butuh sedikit revisi. Sampai pada Daniel bertemu dengan Sarah. Hasratnya pada Brenda turun beberapa persen. Mungkin saat ini tersisa sekitar 5 persen saja.
"Terima kasih. Aku sungguh tersanjung. Silakan duduk, Nona!" Daniel menarik sebuah kursi tepat di depan meja kerjanya agar Sarah bisa duduk dengan leluasa.
"Terima kasih, Daniel. Panggil Sarah saja. Setidaknya supaya terlihat akrab."
Gayung bersambut. Sepertinya dia harus memikirkan ulang untuk membuat komitmen bersama dengan Brenda. Dia akan memberikan waktu bertemu sebentar sampai pada kata perpisahan itu sendiri. Daniel tidak terlalu buru-buru sampai dia berhasil menggenggam Sarah.
Daniel sedikit bingung. Apakah dia akan menawarkan kopi pada Sarah? Apalagi sebagian besar wanita yang dikenalnya sangat anti terhadap kopi, yaitu Catherine maupun Brenda.
"Mau minum apa? Mungkin ini sedikit jamuan untuk kedatanganmu ke sini, Sarah."
"Secangkir cappuccino. Itu pun kalau ada."
Mengesankan! Daniel menyukainya. Mereka sama-sama menyukai kopi. Mungkin ini baru awal, tetapi nanti Daniel akan mengajak Sarah untuk duduk di sebuah coffee shop lalu menikmati kebersamaan dengan tawa renyahnya.
"Wah, tentu saja. Ternyata selera kita sama. Tunggu sebentar!" Daniel segera meminta office boy untuk mengantarkan dua cangkir cappuccino panas ke ruangannya.
"Apakah kedatanganku sangat mengganggu?" tanya Sarah setelah Daniel meletakkan gagang telepon.
Pandangannya bertemu. Tersirat bahwa Daniel sangat menyukai kedatangannya. Apalagi melihat penampilan Sarah yang cukup glamor, tetapi tidak terkesan norak.
Cukup pantas untuk dipakai para wanita sosialita sekelas dengannya. Apalagi Sarah adalah adik Edward yang kekayaannya saja sudah bisa mengalahkan pebisnis nomor satu di negaranya. Lebih tepatnya, Edward menduduki pebisnis terkaya pertama setelah berhasil menggeser posisi orang nomor satu. Sungguh luar biasa dan Daniel bangga bisa sedekat ini dengan adiknya.
Dua cangkir mendarat sempurna di depan masing-masing. Aromanya menguat. Mungkin sebagian orang yang awalnya tidak menyukai kopi, mendadak berubah karena tekanan keadaan. Ya, awalnya Sarah pusing setelah meminum kopi. Namun, lambat laun dia harus membiasakan diri.
"Aku suka aromanya," kata Sarah.
"Aku suka kamu," ucap Daniel pelan, tetapi mampu didengar oleh Sarah.
"Maaf, bisa kamu ulangi?"
"Oh, maaf. Itu bukan apa-apa. Aku juga menyukai kopi."
"Bohong, Daniel! Kamu memang bukti mata keranjang yang sesungguhnya. Setelah aku berubah seperti ini, bahkan tak sekali pun kamu melirik Brenda. Dasar pria brengsek!" batin Sarah.
Tidak ingin berlarut dalam umpatannya untuk Daniel, Sarah segera merayunya. Dia tidak hanya ingin masuk ke dalam perusahaan. Dia ingin menjadi orang penting di dalam rumahnya, walaupun bukan sebagai istrinya.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini?" tanya Daniel. Bisa dikatakan ini terlalu cepat untuk mengubah kata Daniel dan Sarah menjadi kita. Bisa saja sebentar lagi Sarah akan memberikan tamparan atas sikapnya yang sangat kurang ajar itu.
"Mungkin aku harus memuji seseorang yang telah berhasil melahirkan pria sepertimu. Tampan, mapan, dan pekerja keras. Kurasa aku akan memberikan pujian untuk papa dan mamamu."
Sarah sengaja menyebut keduanya karena dia tahu kalau papa Daniel sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Itu terjadi jauh sebelum Catherine masuk menjadi menantu di keluarganya.
"Kurasa bukan mereka berdua karena salah satunya sudah berada di surga. Ehm, lebih tepatnya aku hanya tinggal dengan mamaku saja. Kamu pasti senang bisa berkenalan dengannya. Kurasa kalian cocok. Maksudku dari selera berpakaian saja sudah sama-sama menarik."
Bagi Sarah, itu seperti sebuah hinaan di dalam hatinya. Tentunya sikap Daniel ini telah membuatnya muak, tetapi untuk mengutuk pria itu tidak perlu menegangkan seluruh syaraf. Dia harus merilekskan pikirannya dengan secangkir cappuccino.
Setelah meletakkan cangkir itu, rupanya Daniel turun tangan menyapu sisa-sisa kopi yang sedikit menempel di sudut bibirnya. Terlihat sangat kurang ajar, tetapi Sarah seakan berpura-pura menikmatinya.
Namun, sebuah suara berhasil mengejutkan mereka.
"Daniel!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
SEPTi
itu pasti suara brenda
2023-06-14
0