“Selamat ya, Gani. Semoga langgeng sampai maut memisahkan, bahagia terus kalian berdua,”
“Makasih, Om Sakti untuk doa dan kehadirannya, berkesan banget buat aku,”
Gani memeluk Sakti singkat setelah Sakti memberikannya ucapan selamat serta doa. Menyusul Dio yang juga melakukan hal serupa seperti papanya.
“Selamat, Bro. Bahagia terus ya, langgeng, cepat dapat momongan, Aamiin,”
“Ya ampun, lo dulu gimana? baru gue, hahaha. Gue doain lo juga cepat dapat momongan ya,” ujar Sakti seraya merangkul bahu Dio.
Sepertinya Dio salah bicara seperti itu karena secara tidak langsung Ia memberikan kesempatan untuk Sakti berdoa sesuatu yang tak Ia harapkan. Apa kata Sakti tadi? Ia cepat mendapat keturunan? Menyentuh Shena saja Ia enggan, apalagi memiliki anak dari Shena. Itu hanya membuat hubungannya dengan Shena yang sudah rumit sejak awal jadi bertambah rumit dan Ia tidak mau hal itu terjadi.
Setelah bertemu dengan yang punya acara, mereka langsung duduk di kursi yang telah disediakan. Shena benar-benar merasa canggung di situasi sekarang ini. Tapi Ia berusaha untuk bersikap normal, supaya tidak membuat malu Dio. Kalau ada yang tersenyum menyapanya dengan hangat, tak sungkan Ia balas dengan senyum sapa juga. Mereka yang menyapanya adalah orang-orang yang mengenal suami dan juga mertuanya.
“Hai, Dio,”
Kepala Dio langsung menoleh begitu bahunya ditepuk dari arah belakang. Ada yang menyapanya dan ternyata itu adalah teman sekelasnya dulu saat sekolah menengah atas.
“Eh Karim, apa kabar, Rin? Buset, udah lama nggak ketemu nih,”
“Iya ketemunya pas nikahan si Gani ya. Kabar gue baik,”
“Halo, Om, Tante,”
“Hai, Mba,”
Karin menyapa orangtua Dio dan juga Shena. Karin baru melihat Shena, tapi berhubung Shena sedang bersama Dio dan juga orangtuanya, jadi Karin bisa menarik kesimpulan kalau perempuan itu bagian dari keluarga mereka.
“Ini pacar lo ya?” Tanya Karin pada Dio yang menggelengkan kepalanya.
“Ini istrinya Dio, Karin,”
Jaga-jaga takutnya Dio tak mau memperkenalkan Shena itu istrinya, maka dari itu Ardina yang mengambil peran sekarang. Ia yang memperkenalkan Shena sebagai istri Dio dan itu cukup mengejutkan Karin.
“Oh istrinya Dio ya?”
Shena mengangguk sambil tersenyum. Dan itu membuat Dio menahan geram sambil mencibir dalam hati “Apaan sih dia? Sok polos, sok keliatan baik banget,”
“Lo kok nggak undang gue sih?”
“Nggak ingat, sorry,”
“Ya udah nggak apa-apa, gue mah bukan teman lo,”
“Hahaha sorry, Kar, sumpah gue lupa,”
Namanya juga pernikahan tak ada niat seratus persen dari mempelelai, jadi seadanya saja. Yang mana terlintas di kepala, itulah yang diundang, sementara Karin ini jarang bertemu Dio jadi Dio tak ingat kalau Karin itu temannya juga dan memang sebaiknya diundang.
“Ya udah nggak apa-apa, tapi kapan nikahnya?”
“Baru dua bulan yang lalu, Kar,”
“Oalah baru ya, udah isi belum?”
“Isi apaan? Isi ulang galon?”
“Heh gue nanya serius, malah bercanda,”
“Ya gue nggak paham maksud lo,”
“Maksud gue, lo udah jadi bapak belum?”
Dio membelalakkan matanya. Apa? Jadi bapak? Punya status yang sungguh berat kalau dipikul itu? Oh tidak, Dio belum siap. Menjadi ayah dari anaknya Shena tak pernah ada dalam bayangannya.
“Belum, doakan yang terbaik ya, Karin. Oh iya Karin sendiri gimana nih? Jangan lupa undang-undang ya kalau mau serius. Jangan kayak Dio yang ngelupain temannya nggak undang ke nikahannya,”
“Okay siap, Tante, nanti aku undang kalau udah nemu yang pas ya. Soalnya baru putus nih kemarin, Hahahah,”
“Ya udah berarti bukan yang terbaik untuk kamu, Kar,”
“Iya, Tante, malah aku bersyukur putus dari mantan, daripada dilanjut tapi aku nya diselingkuhin terus. Ya mending putus lah, untung aja kebongkar sebelum ke arah yang lebih serius,”
“Lho sama dong kayak Dio. Cuma Dio tuh nutup mata dari kebenaran,”
Dio melirik mamanya dengan kesal. Ia paham arah pembicaraan mamanya yang kembali membahas perselingkuhan mantan kekasihnya padahal Ia tak percaya itu sama sekali.
“Apa-apaan sih, Mama? Ngejelekkin Amira terus,”
******
“Dio, kamu nggak ganti baju dulu? Pakai baju formal untuk tidur? Itu ‘kan udah dipakai keluar rumah, takutnya udah nempel kotoran, terus kena tempat tidur, nggak baik ‘kan untuk kesehatan,”
“Lo bisa diam nggak sih? Jangan ngatur gue bisa nggak?!”
Dio langsung berbaring terlungkup di atas ranjang tanpa mengganti pakaiannya, Shena tidak mengatur, Shena hanya menyampaikan sisi negatif dari hal yang sebenarnya sederhana tapi efeknya bisa jadi luar biasa untuk kesehatan.
Dio mengenakan baju formal yang sudah Ia pakai keluar rumah, walaupun dipakainya tidak seberapa lama, dan hanya dipakai ke ballroom hotel dimana resepsi pernikahan Gani berlangsung. Tapi tetap saja intinya sudah dipakai keluar rumah, lagipula tidak nyaman juga mengenakan kemeja serta celana formal. Lebih nyaman mengenakan baju tidur mengingat saat ini memang sudah waktunya tidur juga.
“Ya udah kalau begitu terserah kamu,”
“Ya emang terserah gue lah, suka-suka gue, lo jangan ngatur. Apapun yang mau gue lakuin, itu hak gue, jadi lo nggak usah ikut campur,”
“Padahal aku cuma ngasih tau aja hal yang kurang baik. Tapi ya udah kalau kamu nggak mau dengar ya nggak apa-apa,”
Shena sudah selesai mengganti bajunya, saatnya Ia beristirahat. Shena berbaring miring menghadap Dio yang ternyata sudah memejamkan mata.
Tiba-tiba Dio membuka matanya dan keningnya mengernyit melihat Shena yang menatap ke arahnya.
“Kenapa lo ngeliatin gue?”
“Nggak apa-apa,”
“Jangan ngeliatin gue!”
Kepala Dio meninggalkan bantal, lalu Ia meraih pembatas yang biasa mereka gunakan yang terletak di dekat kakinya, yaitu guling supaya berada di tengah-tengah dirinya dan Shena.
“Jangan lupa, guling belum dipasang,”
Shena menganggukkan kepalanya. Selalu saja guling yang dibahas kalau malam, sampai bosan mendengarnya.
Setelah pembatas diletakkan, Dio langsung beranjak meninggalkan tempat tidur untuk mengganti pakaian. Shena mengamati pergerakan suaminya. Ia tersenyum melihat Dio meraih baju tidur yang telah Ia persiapkan. Artinya Dio mau mengganti bajunya. Bagus, Shena jadi tidak risih melihat suaminya tidur dengan kemeja dan celana formalnya.
Setelah berganti pakaian, Dio kembali lagi ke tempat tidur dan Shena dengan cepat memejamkan mata. Daripada Dio protes lagi karena Shena menatap ke arahnya lebih baik Ia memejamkan mata ketimbang berganti posisi tidur. Ia nyaman berbaring miring menghadap ke arah Dio.
Dio berbaring terlentang dan meraih ponsel di atas nakas menggunakan tangan kanannya. Shena diam-diam membuka matanya sedikit untuk melihat kesibukan suaminya itu yang ternyata sedang membuka sosial media seorang perempuan yang tak lain adalah mantan kekasihnya sendiri.
Dengan sangat halus Shena menarik napas dan dadanya tiba-tiba sesak. Bagaimana tidak? Ia cemburu melihat suaminya mengamati foto-foto perempuan lain, mengabaikan istrinya yang sudah Ia nikahi secara sah di mata agama dan negara.
“Sekarang Amira lagi dekat sama siapa ya? Belum ada postingan apapun di instagramnya,” gumam Dio yang mampu ditangkap oleh telinga Shena.
Usai mengamati foto-foto di feeds instagram Amira, sekarang Dio beralih melihat story instagram Amira yang ada pembaruan. Begitu Dio buka ternyata isinya hanya foto makanan dua porsi yang berhadap-hadapan. Melihat itu saja pikiran Dio langsung tidak tenang. Dio langsung merasa cemburu karena dugaannya adalah, Amira makan berdua dengan kekasih barunya.
“Dio nggak tidur?”
Dio terkejut ketika mendengar suara yang bersumber dari orang di sebelahnya. Ia pikir Shena sudah tidur, tapi ternyata belum.
“Lo kenapa nggak tidur sih?”
“Belum ngantuk, aku merhatiin kamu aja, kamu nggak sadar ya?”
“Ngapain? Dasar lo tukang ngintip! Padahal udah ada guling,”
“Tapi ‘kan gulingnya ada masih kasih space untuk aku ngeliat ke arah kamu, aku tau apa kamu liat sejak tadi,”
“Apa? Jangan sok tau deh lo,” ujar Dio sambil menekan tombol power ponselnya hingga layar menghitam.
“Foto-fotonya mantan kamu ‘kan?”
Dio menggertakkan giginya. Ternyata benar, Shena mengamatinya sejak tadi, disaat Ia mengira Shena sudah terlelap. Ia terlalu sibuk mengamati foto-foto Amira sampai tidak sadar kalau sebenarnya Shena sedang mengamati kesibukannya itu yang belum bisa melupakan Amira.
“Kalau iya emang kenapa? Hah?”
“Nggak apa-apa,”
“Nggak usah ngintip-ngintip deh lo, kepo banget jadi orang,”
“Emang salah ya kalau aku mau merhatiin suami aku? Lagipula aku ‘kan nggak ganggu spa yang kamu lakuin,”
“Terus lo sakit hati sama apa yang gue lakuin?”
Shena diam sebentar, Ia bingung diantara mau jawab jujur atau tidak. Kalau Ia menjawab dengan jujur, apa Dio tak akan menertawakannya? Dio pasti senang kalau Ia sakit hati. Selama ini ‘kan begitu. Tapi kalau Ia tidak jujur, rasanya berat sekali.
“Jawab! Kenapa lo diam aja?”
“Iya, aku sebagai istri cemburu liat kamu merhatiin foto perempuan lain. Tapi nggak apa-apa kalau itu bikin hati kamu senang,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments