Ardina mencari keberadaan menantunya juga. Ia tak bisa mempercayakan Dio seratus persen. Maka dari itu Ia turun tangan juga.
Ia membuka satu persatu kamar yang ada di lantai atas. Semuanya bisa Ia buka, tapi kamar paling ujung yang paling jauh dari kamar anak dan menantunya, ternyata tak bisa Ia buka pintunya. Entah kenapa Ia yakin Shena ada di dalam sana.
“Shena, kamu di dalam, Nak? Tolong buka pintunya,”
Suara Ardina dan juga ketukan pintu yang tidak beraturan, menggambarkan kepanikan seorang Ardina.
Dio langsung menarik Shena supaya menjauh dari pintu. Ia menatap Shena yang wajahnya basah dengan air mata. “Jangan pasang muka menyedihkan kayak gitu, biar apa? Biar lo dibelain sama nyokap gue dan gue yang disalahin? Iya?”
Shena langsung menghapus jejak air matanya. Ia tidak akan memasang wajah yang menyedihkan, Dio tak perlu khawatir. Ia tidak akan membuat suaminya jadi buruk di mata orangtua mereka.
“Kalau lo ngomong macam-macam sama nyokap gue, gue makin benci sama lo!”
“Aku nggak pernah ngomong yang macam-macam kok sama orangtua aku ataupun kamu. Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa tanya sendiri ke mereka. Aku nggak akan buat suami aku jadi jelek di mata keluarga terutama orangtua. Terserah kamu mau ngelakuin apa, Dio, kamu aja yang jahat, aku nggak mau jadi jahat juga dengan cara laporan ke mereka,” ujar Shena seraya tersenyum dan setelah itu membuka pintu kamar untuk menemui ibu mertuanya.
“Iya, Ma?”
“Alhamdulillah, ternyata kamu di sini. Mama panik cari kamu, rupanya lagi ada di sini, Dio mana ya? Mama lagi nyuruh dia untuk cari kamu tapi dianya nggak keliatan,”
“Ini Dio, Ma,”
Shena membuka pintu lebih lebar supaya suaminya yang ada di balik pintu bisa terlihat. Dio langsung tersenyum negitu bertemu tatap dengan mamanya.
“Aku di sini, Ma,”
“Mama pikir kamu nggak nyari Shena,”
“Nyariin lah, Ma. ‘Kan Mama yang suruh aku untuk nyari dia. Udah ketemu tuh anak mantu kesayangan Mama,” ujar Dio seraya melirik istrinya dengan sinis.
Setelah itu Dia keluar dari kamar tamu dan berjalan ke kamarnya meninggalkan Shena dan Ardina berdua.
“Kenapa sih dia? Sensi banget sama istrinya sendiri,”
“Nggak kok, Ma. Dio baik banget ke aku. Tadi dia khawatir nyariin aku, dan keliatannya lega temuin aku di kamar ini,” ujar Shena yang jelas berbohong. Karena sebenarnya yang dilakukan oleh Dio ketika berhasil menemukannya adalah, Dio menyakiti hatinya lagi dengan kata-katanya.
Tapi tidak mungkin Ia bicara seperti itu kepada ibu mertuanya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menutupi keburukan suaminya dari siapapun itu, tidak terkecuali keluarga mereka khususnya orangtua.
“Ya Alhamdulillah kalau begitu, Nak,” ujar Ardina seraya meraih kedua tangan menantunya dan di detik itu Ia menyadari bahwa tangan menantunya belum diobati. Tanpa pikir panjang Ia memanggil Dio dengan suaranya yang lumayan keras.
“Dio, sini dulu,”
“Ma, aku bisa obatin sendiri kok,”
“Nggak, Dio harus tau. Ini luka yang sempat dia sepelein tadi,”
“Ma—“
“Kenapa lagi, Ma? Aku salah apalagi ke Shena?”
Dio datang dengan wajah menahan kesal. Baru juga mau tenang di kamar, tiba-tiba mamanya memanggil. Terpaksa Ia menghampiri mamanya daripada semakin lama Ia dipanggil dan itu membuat kepalanya pening.
“Obatin tangannya shena,”
“Lah emang belum diobatin?”
“Belum, nih kamu liat masih ada darah. Ini lumayan dalam lukanya, Dio. Nggak bisa diremehin lho, nanti bisa infeksi,”
“Ya udah ‘kan dia bisa obatin sendiri,”
“Nggak, kamu yang harus obatin! Peduli dong sama istri sendiri, jangan masa bodo begitu,”
*****
“Pelan-pelan, Dio, jangan terlalu ditekan, makin sakit rasanya,”
Dio tidak ikhlas mengobati istrinya, hatinya juga sedang kesal karena tadi Ardina menyuruhnya untuk mencari Shena, itu sudah cukup merepotkan. Ditambah lagi sekarang Ia disuruh untuk mengobati tangan Shena. Ia juga mendapat teguran supaya lebih sabar kepada Shena, supaya lebih perhatian, intinya Ardina ingin Dio berubah menjadi versi lebih baik sebagai seorang suami.
“Arghh Dio, udah deh aku aja, jangan kamu. Sakit tangan aku,”
Shena langsung menarik tangannya supaya tak diobati lagi oleh suaminya yang kelihatan sekali tidak ada ketulusan untuk mengobatinya.
“Udah sini buruan, tanggung udah terlanjur gue yang ngobatin. Lagian nanti kalau mama tau, mama marah ke gue. Dikiranya gue yang nggak mau ngobatin lo, padahal lo yang nggak mau,”
“Ya tapi sakit, jangan terlalu ditekan, Dio. Untuk apa ngobatin kalau malah bikin sakit? Mending nggak usah, makasih. Biar aku aja yang ngobatin tangan aku sendiri,”
Geraham Dio beradu satu sama lain, tatapan Dio menajam. Shena yang melihat itu tentu merasa ketakutan.
“Biar aku ya, kamu kayaknya keberatan ngobatin aku, makanya nggak usah, Dio” ujar Shena.
“Lo tuh kenapa sih?! Hah? Gue juga sebenarnya nggak mau ngobatin lo asal lo tau! Gue terpaksa ngelakuin ini karena disuruh sama nyokap gue! Paham lo? Jadi mending lo nurut deh, jangan pancing emosi gue jadi naik,”
“Tapi sakit, kamu nggak pelan-pelan ngobatin aku nya,” ujar Shena dengan seraya meringis menahan rasa takut dan sedih juga.
“Gue udah pelan, lo aja yang lebay!”
“Aku nggak lebay, Dio. Tapi emang beneran sakit,”
“Terus lo mau apa?! Hah? Lo mau nangis?! Iya? Nangis gih sana. Biar nyokap gue makin kesal sama gue, dan lo makin dibela,” ujar Dio yang mengira istrinya akan mencari perhatian. Padahal justru sekarang ini Shena menahan dirinya supaya tidak sedih apalagi sampai mengeluarkan air mata karena takut Ardina datang ke kamar untuk memastikan lukanya sudah terobati dengan baik.
“Sini gue obatin lagi,”
“Nggak usah, kamu nggak bisa pelan-pelan, aku kesakitan, Dio,”
“Ya udah okay gue pelan nih,”
“Iya jangan terlalu ditekan karena makin sakit,”
“Lo bisa diam nggak sih? Jangan cerewet bisa nggak?!“
Shena menghembuskan napas kasar. Selalu saja Ia menjadi santapan lezatnya Dio untuk meluapkan emosi. Padahal apa salahnya Ia minta silaya Dio lembut mengobatinya? Karena yang diobati Dio ini adalah luka akibat tusukan pecahan gelas, jadi kalau ditekan sedikit saja rasanya cukup menyakitkan.
“Duh, hati-hati, Dio,”
“Iya, berisik banget sih, mau gue teken lagi biar makin sakit?” Ancam Dio yang la gaung mendapat reaksi dari Shena berupa gelengan kepala cepat.
“Gue udah lembut nih, masih kurang lembut juga?”
“”Nggak kok, makasih ya,”
“Makanya kalau kerja tuh hati-hati, kalau udah dibilang Mama jangan dibersihin, biar mama aja, harusnya lo nurut lah! Jangan batu kalau dibilangin,”
“Aku nggak enak kalau nggak bersihin. Itu ‘kan pecah gara-gara aku, masa iya aku biarin Bibi bersihin sementara aku cuma diam aja,”
“Ya ‘kan Mama udah larang lo tapi lo keras kepala,”
“Bukan keras kepala, aku cuma mau bertanggung jawab, emang salah ya?”
“Salah, karena lo bantah omongan nyokap gue,”
“Aku minta maaf, Dio. Selain karena aku mau tanggung jawab atas kesalahan aku, aku juga takut kamu marah kalau aku nggak tanggung jawab nyingkirin pecahan-pecahan gelasnya,”
“Kalau kayak gini ‘kan jadi ngerepotin gue!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Hadehhhhh
but...
vote 4 Shena!! 😍💪
2023-10-02
0
Cui Cwui
dasar ceroboh yah
2023-09-29
0