Sudah seminggu sejak pernyataan Sein ke Anara. Hari-hari Nara lalui dengan seperti biasa, Sein masih tetap masuk sekolah sembari mengurus surat-surat kepindahannya. Masih dengan Nara yang terus membantu Sein dalam segala urusannya.
Sesekali Nara mengunjungi rumah Sein dan membantunya menyiapkan barang apa saja yang harus dibawa dan barang mana yang harus di sumbangkan. Karena membawa banyak barang akan menambah biaya untuk itu. Hari ini, Sein masuk agak siang, ia ijin untuk melakukan pertandingan terakhirnya. Hampir setengah hari ia baru masuk kelas. Nara dingin kepada orang lain, menatap cuek teman sekelasnya.
Walaupun ia seorang ketua kelas, ia membagi tugas anggota lain dengan baik. Ia masih berkontribusi di kelas, walaupun tak mau tau dengan urusan orang lain kecuali berhubungan dengan kelas.
"Sein bawa apaan?"ujar Nara yang mendapati Sein datang dengan membawa sebuah kresek berisi sesuatu.
"Es teh sama mie ayam, mau ga?" ujar Sein sembari menaruh kresek tadi di atas meja. "ga usah nawarin, kamu beli masing-masing dua kan Sein. gas mabar"
Keduanya menyantap makanan bersama-sama, saling fokus dengan makanan masing-masing dan tak menoleh satu sama lain. Keduanya saling beradu argumen dengan pikiran masing-masing, memang sedikit agak menjaga jarak sebetulnya. Namun baik Nara maupun Sein, keduanya saling memikirkan bagaimana harus menyikapi perasaan yang saling berbalas itu tadi.
"Alhamdulillah" seru keduanya berbarengan, Sein memebereskan sisa makanan Nara dan memasukannya kedalam kresek tadi. Nara menyeruput es tehnya dengan pelan. Tak lama menoleh ke arah Sein, "Sein!" seru Nara
"Pacaran yuk?!"Keduanya dengan spontan melontarkan kata itu, entah sekeras apa mereka berbicara yang jelas semua orang yang ada di kelas langsung menatap mereka berbinar-binar. Apa ini?
jelas, mereka semua dengan senang mendukung keduanya agar memiliki hubungan berstatus. Karena sudah lama, mereka semua mendambakan couple goals yang hampir menang di ajang hari Kartini tahun lalu.
"gas?" Sein menambahi dengan antusias. Anggukan pelan dari Nara menjelaskan status mereka sekarang. Ragu, tapi Nara sangat tak ingi kehilangan satu-satunya teman dekatnya sekaligus orang yang dia kagumi selama ini.
"sipp dehh, Horee kalian jadiaan yuhuuuu. pajaknya Bu ketu!" ujar salah satu teman sekelasnya Lesya.
...****************...
Keduanya berada di rooftop sekolah, kursi duduk menghadap ke arah kolam renang itu menjadi pemandangan mereka saat ini. rooftop sekolah memang berisi kolam renang disana, jadi tempat itu masih bisa dikunjungi walaupun tak banyak yang datang ke lantai 5 sekolah ini.
"Sein...aku ragu" Keduanya mulai memanggil sedikit lembut dengan sebutan aku dan kamu. Entah dari mana keduanya sangat memiliki perlakuan lebih tenang satu sama lain. Tapi ini salah satu, yang menunjukkan keseriusan keduanya atas hal ini.
"Jujur, Aku juga An. Tapi aku percaya sama kamu, begitupun sama diri sendiri. Memang aku gatau kapan aku balik lagi kesini, tapi aku yakin kita berdua bakal terus sama-sama" ujar Sein meyakinkan Nara.
Desiran air yang terkena angin itu, melatari pendengaran mereka kali ini. Tak begitu hening, tapi keduanya banyak diam dan saling melamun.
Sein meraih tangan mungil Nara, setelah itu keduanya saling bertukar pandangan. Seakan kedua mata yang saling menatap itu berbicara dan saling memahami satu sama lain.
Sebenarnya Sein sangat keberatan untuk memenuhi permintaan kakeknya, ia tak memiliki pilihan lain selain mengikuti permintaan kakeknya. Karena permasalahan keluarga yang menimpanya, ini jalan terbaik untuk masa depan kedua kakak beradik itu.
*kringg....*
Sein merogoh sakunya, mencari keberadaan ponselnya. Keduanya masih berpegangan tangan, Nara mengalihkan pandangannya. memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi padanya kelak, jika seorang Sein pergi dari kehidupannya.
"Iya kek."
"Iya sudah siap, abang tinggal berangkat aja sesuai jadwal yang kakek sampein waktu itu"
Sein dihubungi kakeknya, beliau memastikan kesiapan kedua cucunya itu. Ia hanya khawatir jika cucunya akan menolak, permintaannya. Jadi tak heran jika, beliau sering menghubungi cucunya untuk terus memastikan keberangkatan mereka.
Sein menggenggam tangan Nara dengan erat, hangatnya tangan Sein dirasakan oleh Nara. Selain itu, tangan yang menggenggam tanganya itu seakan berkeringat seiring berjalannya waktu.
"Wa'alaikumsalam kek"
Sein menatap sayu ke arah Nara, senyuman tipis itu terlihat sesaat setelahnya. Nara menelaah mengenai eskpresi cowok disampingnya itu, namun tak menemukan jawaban yang pasti di otaknya.
Nara menunduk, "Aku bakal nunggu kamu Sein, selama apapun itu." Nara meyakinkan dirinya sendiri, mengatakan hal tersebut dengan sangat lantangg. suaranya yang biasanya lirih, seperti memenuhi ruangan terbuka itu. Tak lama setelah mengatakannya, Nara beranjak dari duduknya. Menatap Sein yang mulai tak bersemangat lagi.
"Sein?!!"
Sein mendongak, mendapati Nara yang menatap tajam ke arahnya. Tekad gadis itu sudah bulat, ia akan menunggu selama apapun waktu yang dibutuhkan. Nara, menarik kedua tangan Sein yang dimintanya untuk berdiri. Sein berdiri dan mendapati Nara yang masih pendek seperti biasanya.
"Nara? Anaaraa? lah Dimana nih bocah?" ejek Sein sembari berpura-pura mencari Anara dengan cara mengedarkan pandangannya ke sekitar.
"Sein bauk! Jang-"
Bibir Sein mendarat dengan cepat, kedua bibir itu bertemu. Rangsangan kejut itupun membuat seorang Nara terkejut, matanya membelak lebar. Ciuman itu cukup cepat dan tak begitu intens. Sein sadar jika mereka masih di sekolah dan berbuat hal berlebihan seperti barusan akan menimbulkan banyak hal yang tak diinginkan.
"shttt!!" telunjuk Sein mengisyaratkan untuk diam, hanya ada sein dan Nara disana. Meskipun begitu, keduanya tak mau seorangpun melihat mereka barusan, karena akan menimbulkan hal yang tak mereka inginkan.
...****************...
14 Mei 2020
Sein sudah sampai di bandara, dan ia akan boarding sebentar lagi. Namun ia tak melihat sesosok Nara, sedari awal dia sampai di bandara. Sein menanti kehadiran cewek itu untuk sekarang, setidaknya ia ingin melihatnya untuk terakhir sebelum tinggal di negeri orang. Sein berkali-kali mencari-cari keberadaan Nara di tengah kerumunan orang di bandara.
Tak lama ia melihat sosok mungil di tengah keramaian, berlari tunggang langgang mencari celah untuk menuju sein. Ia tak sendiri, Nara bersama abangnya dan Bundanya.
"Hosh..hoshh...Kam-u Hat-i-Hati Sein...hosh..hosh”
Sein menepuk pundak Nara, "thanks, kamu baik-baik ya An disini." ujar Sein, "kamu juga"
Mereka berpamitan, Seifa pun memeluk Nara dengan erat. Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya pelukan kepergian yang lama mereka lakukan. sein melambaikan tangannya, seifa juga.
Tanpa sadar, Nara meneteskan air mata. "Dih nangis..."Abangnya mengejek pelan, Nara yang tak sanggup berbicara makin menjadi-jadi tangisannya. ia menepak pundak abangnya beberapa kali. Bunda mereka yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya pelan, lalu menyeret keduanya untuk segera pulang. Karena sein sudah menghilang dari pandangan mereka.
Nara, ia harus bersiap untuk esok. Menghadapi ketakutannya untuk berteman dengan orang selain Sein. Ia harus bisa menlakukan aktivitasnya tanpa adanya Sein disana. Walau tak begitu menginginkan ini, tapi ia harus tabah dan ikhlas atas segala sesuatu yang terjadi padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments