"Lo ... mau gue bantuin?" Tawar Sehan membuat Selena mendongkak menatapnya.
Selena tidak pernah menyangka akan tenggelam dalam netra kelam Sehan. Selena mengerjap sebelum meneguk ludah.
"To-tolongin gue." Jawab Selena serak sebelum membelalak karena jelasnya suara langkah kaki yang mendekat ke arah mereka.
Jantung Selena berpacu cepat, tubuhnya kembali bergetar dengan air mata yang tidak bisa ditahan. Dia sangat katakutan. Sehan menatap Selena sebentar sebelum beranjak dan mengambil tirai hitam yang tergeletak di atas kursi reyot berjarak beberapa langkah dari dirinya.
"Selena." Panggil Sehan membuat Selena mendongkak.
Sehan menyimpan telunjuk di depan bibirnya, menyuruh untuk diam membuat Selena tertegun sebelum Sehan membuka tirai dan menutup Selena.
Padahal Sehan menyuruh Selena untum diam, malah jantungnya yang berisik.
Selena meneguk ludah, dia menggeleng mencoba menyadarkan diri sebelum membekap mulutnya sendiri.
Sehan menoleh ketika kelima lelaki tersebut berhenti berlari dan menatap sekeliling mencari Selena. Sampai netra lelaki berjaket merah menangkap gundukan di balik tirai hitam, dia berjalan mendekat sebelum berhenti ketika Sehan menghadangnya dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana.
"Lo liat cewek lari kesini?" Tanyanya namun Sehan hanya mengedikan bahu.
"Gak." Jawabnya datar.
"Kalau gitu, gue mau cek tirai itu." Ujar lelaki itu ingin mendekat namun Sehan menahan bahunya dengan sebelah tangan.
"Kenapa gak pergi? Gue kan udah bilang nggak." Nada bicara Sehan dingin dengan wajah sangar membuat lelaki itu merinding sebelum mundur sampai bahunya lepas dari cengkraman Sehan.
"Hei, dia Sehan Giovano yang itu, temennya Dekan. Mending kita pergi." Temannya berbisik membuat lelaki berjaket merah bergeming sebelum membalikan badan dan meninggalkan Sehan.
Sehan menatap punggung mereka sebelum melangkah mendekat dan membuka tirai hitamnya. Selena masih membekap mulutnya yang terisak dengan air mata yang tidak kunjung surut.
Dilihat dari tubuh Selena yang tidak berhenti bergetar, sepertinya Nadia berhasil membuatnya trauma.
Sehan mengenal Nadia dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Dia sudah tahu kekacauan ini ulah siapa. Netra Sehan bergulir pada kemeja putih Selena yang berlubang dibagian bahu dan perutnya, Sehan menghembuskan napas kasar sebelum melepas dan melempar jaketnya dan mendarat tepat mengenai kepala Selena yang menunduk.
Hening beberapa menit dengan Sehan yang tidak mau buka mulut dengan suara tangisan Selena yang tidak kunjung usai di balik jaket Sehan.
...****************...
Selena menarik lendir di hidungnya sebelum mengusap pipinya yang basah. Kakinya lemas, meskipun begitu, dia harus berjalan di trotoar selama dua puluh menit untuk sampai di rumahnya. Selena menarik kerah jaket Sehan yang kebesaran sebelum menarik napas dalam-dalam.
Entahlah, Selena tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Sehan tidak menolongnya tadi.
Jika diingat, jantung Selena masih berdegup cepat dan tangannya berkeringat dingin.
Selena benar-benar berterimakasi pada Sehan. Dia tidak pernah mengira sahabat dari pembully kejam bisa sebaik itu. Dan Selena tidak menyadari bahwa orang yang sedang dia pikirkan sedang mengikutinya dengan berjalan beberapa meter di belakangnya.
Sehan berjalan santai, menatap punggung Selena sebelum langkah kakinya ikut berhenti ketika Selena juga berhenti.
Netra Selena membelalak kecil ketika mendapati lelaki berkacamata, mengenakan kaos kuning dan celana pendek yang juga menatapnya terkejut.
"Lio." Panggil Selena namun Lio membuang muka.
Langkah Lio tertahan ketika Selena menahan pergelangan tangannya.
"Lio tolong, dengerin aku dulu." Pinta Selena membuat Lio melepas cekalannya dan mundur selangkah.
"Telat Sel. Keira udah gak ada. Gak ada yang perlu elo jelasin lagi. Meskipun kasus Keira ditutup sebagai kasus bunuh diri, tapi kita sama-sama tahu bahwa itu gak mungkin. Tapi kalau emang itu faktanya, elo tahu Keira dibully, mungkin itu yang bikin beban dia tambah berat. Bahkan kalian sama-sama dibully, kenapa elo gak lawan?!" Tanya Lio menaikan intonasinya, amarah mulai menguasai dirinya. "Kalau elo lawan, mungkin keadaannya gak akan berakhir tragis kayak gini."
"GUE UDAH LAWAN!" Teriak Selena frustasi membuat Lio tersentak kecil.
"Gue udah coba lawan, tapi gak semuanya pembullyan berhasil dihentiin dengan cara korban ngelawan pembully. Gak segampang itu. Kalau emang segampang itu kenapa korban pembullyan kayak gue makin banyak dan gak pernah berkurang?!" Ujar Selena membuat Lio tertegun.
"Jadi korban itu sakit, Li. Demi apapun sakit banget. Gak cuman raga gue yang sakit tapi mental gue juga. Gue orangnya penakut apalagi lihat tingkah Nadia yang bener-bener di luar batas. Gue juga punya trauma sendiri, gak mudah bagi gue buat ngelawan trauma dan rasa takut gue buat lawan Nadia balik. Gue udah lawan dia, gue udah lawan balik pembully seperti yang elo bilang, dan elo tahu apa yang dia lakuin?" Tanya Selena sebelum air matanya mengalir dan wajahnya mengeras. "Dia ngirim gerombolan laki-laki yang mau nyulik gue dan mereka bahkan gunting seragam gue!" Pekik Selena membuka jaketnya dengan napas memburu membuat Lio tersentak kaget.
"Lo gak tahu seberapa takutnya gue sama Nadia sekarang. Jadi tolong jangan berpikir semuanya bakal bisa baik-baik aja kalau gue lawan pembully, Lio." Ujar Selena lemah sambil terisak membuat hati Lio ikut tersentil.
"Gue salah karena gak di sisi Keira waktu kejadian. Gue gak tahu apa yang sebenarnya terjadi hari itu, makannya gue mau nyari pelakunya. Gue mau mastiin pelakunya dapat hukuman karrna gue tahu Keira gak mungkin bunuh diri." Ujar Selena.
"Kenapa lo bisa seyakin itu? Kenapa elo berlagak tahu semuanya tentang Keira? Lo kan gak tahu beban seberat apa yang dia sembunyiin dari kita sampai dia nekat akhirin hidupnya sendiri!"
"Lio ... elo lupa? Keira pernah bilang kalau selama ini dia bisa bertahan karena kita berdua yang ngurangin bebannya. Dia bertahan karena ada kita." Ujar Selena membuat Lio tertegun.
Jantung Lio berdegup kencang, waktu terasa berhenti dan pendengarannya mendadak tidak bisa mendengar apapun, hanya suara daun yang menggesek ranting pohon pada bulan Juni tahun lalu yang dapat dia dengar.
...****************...
"Kei, lo gak cape apa? Belajar terus bantuin kedua orang tua elo di sawah." Tanya Lio saat mereka berada di depan rumah Keira.
Selena yang tengah menggambar jadi mendongkak, "Iya Kei? Kamu gak cape? Kamu kan belajar keras banget, bahkan kemarin kamu sampai lupa makan."
Keira yang sedang belajar jadi mendongkak dan tersenyum lebar. "Cape sih. Tapi seberat apapun bebannya, lihat dan tahu kalian ada di samping aku, lama-kelamaan bebannya berkurang, kok."
...****************...
Air mata jatuh tanpa bicara, Lio meneguk ludahnya sebelum mengangkat kacamata dan mengusap netranya yang basah. Hatinya ikut terkoyak barusan. Lio mendongkak menatap Selena sampai akhirnya dia berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan Selena, lagi.
Isak tangis Selena dan air mata Lio keluar seiringan langkah kaki Lio yang menjauh.
Sakit.
Kehilangan seorang sahabat secara tiba-tiba benar-benar sakit.
Isakan Selena terhenti ketika netranya mendapati sepatu di depannya, dia mendongkak menatap Sehan yang berdiri menjulang dengan kedua tangan masuk ke saku celana.
"Sehan?" Gumam Selena serak.
"Bantuan gue gak akan pernah habis." Ujar Sehan membuat Selena mengernyit bingung.
"Lo ... gak perlu takut lawan Nadia." Ujar Sehan.
"Kenapa?" Tanya Selena.
"Karena ada gue di belakang elo." Jawab Sehan membuat Selena tertegun.
Perhatian Selena terpaku penuh pada netra gelap Sehan yang menenggelamkannya. Seharusnya Selena lari agar tidak tenggelam, tapi kali ini dia tidak ingin di selamatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments