Masih sunyi

"Sudah bertahun tahun kita gak ketemu, sikap kamu gak juga berubah kak, apa sebenernya yang buat kamu kayak gini, kesalahan apa yang aku buat sampai kamu seperti ini sama aku." Keluh Zehra dalam hati, pandanganya masih belum teralihkan dari Rafa yang berjalan menjauh darinya.

Genangan air mata susah payah di tahan agar tak terjatuh, agar sang Papa tidak khawatir melihat nya menangis.

"Rafa, mau kemana kamu, Rafa." Teriak sang Papa, tetapi tidak di gubris oleh Rafa dan tetap pergi meninggalkan rumah begitu saja.

"Sudahlah, biar Papa nanti yang bicara sama Kakak mu, kamu masuk ke kamar, bersih bersih dan istirahat ya, Sayang."

Sang Papa mencoba menenangkan Zehra, karena Sang Papa tau jika sikap Rafa yang seperti itu menyakiti hati Zehra.

"Gak papa kok Pa, mungkin Kak Rafa emang udah ada janji sama temennya buat main. Zehra suka Papa masih di sini, Zehra harap Papa gak langsung balik ke Australia."

Mereka masuk bersama ke dalam rumah.

"Maafkan Papa ya Sayang, tapi Besok Papa harus kembali ke Australia, banyak pekerjaan yang Papa tunda, jika semakin lama Papa disini, maka akan semakin lama juga Papa mengurus segalanya dan tidak bisa segera pindah pulang ke sini. Kamu paham kan maksud Papa."

Meski dengan hati kecewa Zehra mengerti dengan apa yang di maksud oleh sang Papa, sudah sering kali Papanya mengatakan jika dia akan segera kembali tinggal di indonesia, tetapi banyak hal yang harus di urus, sebelum benar benar pindah dan menetap di rumah ini lagi.

"Butuh berapa tahun lagi Pa, aku takut kalau Kak Rafa berpikir jika Papa hanya bohong mengatakan akan pulang kerumah dan tinggal disini selamanya."

"Tunggu satu hingga dua tahun lagi, Papa pasti akan buktikan dan pindah menetap disini bersama kalian."

Sang Papa memeluk Zehra dengan penuh kasih sayang, Zehra merasa bahagia bisa merasakan pelukan ini lagi, sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu, meski hanya sesaat, bagi Zehra itu sudah cukup untuk mengobati rasa rindunya.

Zehra pergi kekamarnya untuk membersihkan diri dan menata beberpa barangnya, beberapa waktu kemudian Sang Papa datang dengan dua gelas coklat hangat di tangannya.

"Sudah selesai beres beresnya?" tanya Sang Papa seraya masuk dan duduk di sofa kamar Zehra.

Zehra menganggukkan kepalanya melihat sang Papa msuk ke kamarnya, yah karena Zehra memang membiarkan pintu kamarnya terbuka sehingga sang papa langsung bisa masuk.

"Lusa kamu sudah bisa masuk sekolah, Maaf lagi lagi Papa tidak bisa mendampingi kamu, Sayang."

"Gak Papa kok, kan ada Kak Rafa, Papa gak perlu khawatir, semuanya akan baik baik saja." Zehra berusaha meyakinkan sang Papa, seraya menyeruput coklat hangat yang ia sangat sukai.

Usai sedikit mengobrol dengan sang Papa Zehra kini tengah duduk di balkon kamarnya, mengenang masa kecilnya yang ia rasakan tak ada perbedaanya, sunyi, sepi, itulah yang ia rasakan, setelah teragedi kecelakaan sepuluh tahun yang lalu, hubunganya dengan Rafa sang Kakak menjadi jauh sejauh jauhnya, saat ini pun tak ada bedanya.

Rafa terlihat tidak mengharapkan kehadiran Zehra dirumah ini, bahakan terlihat sangat benci, tetapi Zehra sudah bertekat akan menghadapi sikap dingin Kakaknya itu, dia tidak mau kabur lagi, mungkin dulu karena ia masih kecil dan memilih untuk bersembuyi, tapi kini dia sudah besar dan ingin masalah diantara mereka usai, dan berubah menjadi hubungan yang harmonis.

Dari kejauhan, suara motor terdengar samar di telinga Zehra, tetapi ia bisa menebak jikalau itu adalah sang Kakak yang baru pulang, dilihatnya jam dinding yang tergantung di atas kasur, sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Zehra berpikir apakah sang Kakak sering pulang malam di hari libur.

Ingin rasanya ia menyapa, tapi mengingat kejadian tadi sore, Zehra mengurungkan niatnya, tidak ingin semakin di benci maka dia memilih diam dan menahan.

Rasa kantuk masih belum menghampirinya, sepertinya penyakit susah tidurnya kambuh lagi, dia akan seperti ini setelah mengalami mimpi buruk itu, akan berhari hari ia susah tidur, bahkan bisa berminggu minggu, tidak ingin penyakitnya di ketahui Papa atau sang Kakak, Zehra mencari obat yang telah di resepkan oleh dokter, saat mau meminumnya air di gelasnya telah habis, mau tidak mau ia harus mengambil ke dapur yang terletak di lantai bawah.

Dengan menenteng gelas kosong Zehra berjalan menuruni tangga dengan pelan, Zehra pikir semua orang sudah tidur termasuk Rafa, karena ini sudah Pukul setengah satu malam.

Saat sampai di dapur ternyata Rafa juga ada disana dan sedang mengambil air minum juga, suasana menjadi canggung saat Rafa hanya melirik sekilas pada Zehra.

Bibir Zehra terpaksa terkunci, saat melihat sikap tak ramah Rafa, yang tidak menganggap akan kehadiran dirinya.

Zehra hanya bisa melihat kepergian Rafa tanpa suara, meski itu menyakitkan tapi Zehra berusaha kuat, karena ini masih belum apa apa, ia harus kuat demi perdamaian.

Setelah mengambil Air minum Zehra kembali ke kamarnya, sebelum masuk ke dalam kamar Zehra mamandangi pintu kamar Rafa yang memang berada di depan pintu kamarnya.

Sementara itu di dalam kamar Rafa, tengah berusaha memejamkan matanya, meskipun sulit, di dalam pikirannya, mengapa Zehra harus kembali, selama ini hidupnya sudah tenang, tanpa kehadiran perempuan yang ia anggap sebagai pembawa sial.

"Kenapa dia hasus kembali, sudah bagus dia tidak tinggal di rumah ini, kenapa dia kembali Tuhan, aku sangat benci dia, sangat sangat benci," gumam Rafa seraya mengarahkan tinjunya ke udara.

"Akhhh sial, gara gara dia aku tidak bisa tidur, ck sial sial sial, lihat saja, aku tidak akan peduli padanya, akan aku buat dia pergi sendiri dari sini seperti dulu." Rafa menatap dingin ke arah pintu kamarnya seolah ia tengah menatap pintu kamar Zehra.

Pagi hari yang cerah Zehra telah bangun dari tidurnya, seperti biasa ia membersihakan diri lalu merapikan kamarnya, meskipun ia tahu jika ini bukan lagi asrama, menurut Zehra merapikan sendiri kamar tidurnya adalah kewajibannya.

Sebelum sarapan Zehra sudah berencana untuk keliling rumah, mumpung masih pagi dengan suasana cerah yang menyegarkan.

Beberapa kenangan muncul di benanknya, saat melewati beberapa tempat di sudut rumah tersebut, sungguh ia merindukan masa masa dimana ia pertama kali menginjakkan kaki dirumah ini.

Zehra berhenti di taman bunga milik sang Mama, taman tersebut tidak berubah, semua bunga tetap mekar seperti dulu, para asisten merawatnya dengan sangat baik, membuat Zehra tak terasa meneteskan air mata.

"Neng Zehra, rindu Mama ya? " Sebuah suara yang cukup Zehra rindukan juga.

"Neni Lasmi." Zehra menghadap Neni lasmi dengan menyunggingkan senyuman, dan menghapus air matanya.

"kapan Neni datangnya?" tanya Zehra karena semalam Neni Lasmi tidak ada.

"Tadi pagi habis subuh Neng, bagaimana kabarnya?"

"Sehat kok, makasih ya Neni selalu merawat taman kesukaan Mama, Aku juga suka taman ini," ucap Zehra dengan tulus.

"Sama sama Neng, itukan sudah menjadi tugas saya, Oh iya, sarapan sudah siap, Pak bos minta saya buat manggil neng tadi, Den Rafa juga sudah ada di meja makan."

"Oh, iya Neni, makasih ya, kalau begitu saya kesana dulu." Pamit Zehra yang langsung meninggalkan area taman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!