5. Ijin

Hart mengajak Havana dengan berjalan kaki traveling mansion miliknya lalu berakhir di tepi pantai. Havana melepaskan sepatu dan mantel miliknya di atas bangku panjang, karena ingin menghampiri bibir pantai untuk merasakan air asin itu menenggelamkan kaki mulusnya.

Wajahnya masih tetap datar namun tidak dengan hatinya yang menyimpan banyak kesedihan. Menyiksa dirinya sendiri dengan kenangan indah tapi berubah nelangsa karena banyaknya luka yang mengendap jauh dalam lubuk hatinya.

Tawaran cinta Hart terlalu indah untuknya namun tak sepadan dengan nilai moral yang telah berkurang untuk disandingkan dengan ketulusan cinta sejati seorang Hart yang memiliki kesempurnaan dari sudut manapun.

Namun hatinya begitu takut untuk memulai membuka diri, tapi juga tidak rela jika wanita lain menempati singgasana di hati pria tampan itu. Bulir bening itu akhirnya jatuh luruh bersama deru angin membelai indah wajah ayu Havana.

Hart berdiri di balik punggung Havana mencoba menyentuh pundak Havana begitu lembut namun juga kuatir akan membuat gadis ini membencinya. Melihat Havana yang tidak menolak untuk disentuh, Hart makin merapatkan tubuhnya pada punggung Havana. Ia beranikan diri menelusupkan kedua tangannya dipinggang ramping sang dokter. Havana mengusap tangan jemari tangannya Hart sambil menahan tangisnya.

"Aku telah melakukan kesalahan dalam hidupku. Menyerahkan ragaku atas nama cinta. Meneguhkan hatiku bahwa cinta yang aku miliki untuknya akan dibalas akhir kisah dengan pernikahan. Aku menanti janji manis yang terucap dari bibirnya saat milikku direnggut tanpa ada restu Tuhan di dalamnya. Aku terlalu mempercayainya karena ia akan menjadikan aku ratunya. Aku....aku ...-" tangis Havana akhirnya pecah dan Hart membalikkan tubuhnya Havana menghadapnya.

Membenamkan kepalanya Havana dalam pelukannya. Ia tidak begitu mengerti cara mengakhiri penderitaan Havana yang masih sulit memaafkan dirinya sendiri.

"Sayangku. Aku tidak pernah peduli dengan kisah masa lalumu sekalipun kau adalah seorang pelacur murahan, Aku tidak peduli Havana. Cintaku padamu adalah ketulusan tanpa harus menilai kepribadian apalagi tubuhmu. Walaupun kesucian itu harga mati untuk seorang wanita baik-baik sepertimu, namun aku salut padamu karena tidak lagi mengijinkan pria manapun untuk mendekatimu hingga kamu sulit untuk ditaklukkan.

Itulah harga diri yang sesungguhnya yang kamu jaga untuk mengembalikan nilaimu agar tidak terjatuh di lubang yang sama. Justru itulah yang membuatmu makin berharga dan tak ternilai saking mahalnya harga dirimu dihadapanku, Havana," puji Hart setinggi langit pada wanitanya tanpa unsur gombal didalamnya.

Havana merasakan kata-kata Hart bukan bualan lelaki yang sedang menyembunyikan topeng durjananya untuk memenangkan hati wanitanya. Hart merenggangkan pelukannya untuk menatap wajah cantik Havana. Diraihnya dagu dengan dua jarinya. Havana menutup matanya menunggu apa yang dilakukan Hart padanya.

Hart mengecup kening Havana begitu lembut tanpa ada syahwat mengikutinya. Havana meneguhkan hatinya. Mengijinkan cinta Hart masuk dalam jiwanya. Hart sangat hati-hati dan tidak mau memanfaatkan situasi saat ini karena bisa jadi Havana hanya menjebaknya lalu menjauhinya.

"Mau aku antar pulang atau masih mau menatap laut? tidak ada yang indah menatap laut disiang hari. Karena menunggu terbenamnya begitu lama," ucap Hart.

"Apakah bagian laut hanya indah dilihat saat penampakan matahari yang ingin menyembunyikan dirinya dalam lautan maha luas itu?" tanya Havana terdengar puitis bermakna dalam sebagai penguji untuk mengetahui efek dari ucapannya untuk menggali logika Hart mengenai pendapatnya yang tentu saja matahari dan laut itu adalah bagian dari analogi dirinya.

Hart memahami ucapan Havana. Ia merubah lagi statementnya agar Havana tidak salah paham padanya.

"Angin yang berhembus dengan riak jenaka serta warna laut bercampur biru dan hijau ditambah hamparan pasir putih adalah makna sebenarnya keindahan pantai ini bukan sebuah hal yang mutlak terjadi dari keindahan terbenamnya matahari karena bisa saja langit yang menyebarkan awan hitam dan menurunkan air dari dalam tubuhnya hingga tidak mengijinkan matahari terbenam untuk memperlihatkan pesonanya pada dunia.

Apapun perubahan cuacanya, tetap saja laut berada ditempatnya yang terus terlihat oleh dunia," jawab Hart untuk menggambarkan bahwa kecantikan dan kesempurnaan seorang Havana tetap terjaga walaupun kesuciannya telah terenggut.

Havana terdiam meresapi setiap perkataan Hart sebagai bagian nyanyian pujian untuk dirinya. Hatinya tetap terpesona, namun tidak dengan wajah datar itu masih tetap setia pada keangkuhannya.

"Aku mau pulang," pinta Havana sambil berlalu dari hadapan Hart.

"Ok. Tapi, maukah kamu datang lagi ke sini agar kita bisa menatap taburan bintang di malam hari di pantai ini, Havana?" tawar Hart mengikuti langkah kaki jenjang Havana.

"Ok. Tapi aku tidak bisa memberimu janji karena jadwal operasi selalu ada di setiap malam," ucap Havana.

"Havana. Aku besok mau pulang ke Milan karena ada urusan keluarga. Apakah aku boleh minta ijin pulang ke Milan, Havana?" tanya Hart.

"Mengapa kamu harus meminta ijin padaku, Hart? yang kamu kunjungi itu adalah keluargamu, bukan orang lain dan apa pentingnya aku bagimu?" sanggah Havana nampak bingung sambil melangkahkan kakinya dengan cepat.

"Bukan hanya penting. Tapi kehadiranmu memberikan warna tersendiri dalam hidupku. Aku tidak butuh pengakuan cintamu padaku Havana, yang jelas aku sangat mencintaimu lebih dari hidupku dan nyawaku sendiri. Jika kamu ingin membuktikan cintaku, katakan apa yang harus aku lakukan untuk membuat mu mencintaiku?" lirih Hart dengan nada memelas lagi sendu.

Havana menghentikan langkahnya lalu membalikkan tubuhnya. Ia menarik nafas panjang lalu mengatakan hal yang tak terduga pada Hart.

"Selesaikan urusanmu dengan keluargamu! Aku akan menunggumu pulang, di sini, di rumahmu, di pantai ini untuk melihat bintang bersamamu. Dan nantikan jawaban dariku, saat kita menikmati hembusan angin malam sambil berbaring berdua di bangku panjang ini," ucap Havana membuat Hart terbelalak.

Wajah berbinar itu dengan senyum cerah mengalahkan teriknya mentari siang itu." Benarkah? kamu akan menunggu aku pulang di rumahku ini?" memastikan lagi ucapan Havana.

Havana mengangguk perlahan lalu duduk di bangku itu untuk mengenakan lagi sepatunya. Hart makin grogi terlihat serba salah dengan perasaannya saat ini. Ingin rasanya memeluk Havana untuk meluapkan perasaan sukanya walaupun belum tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Havana padanya yang jelas, ia ingin menyampaikan rasa bahagianya yang tak terukur saat ini.

"Havana. Kenapa tidak sekalian minta aku menikahimu? rasanya terlalu lelah menunggumu meyakinkan hatimu untuk menerima cintaku saat ini. Aku hanya ingin kita menikah dan hidup berdua denganmu. Hanya itu," batin Hart.

Seperti di awal Havana masuk menggandeng lengan Hart dengan mesra, begitu juga saat gadis ini keluar dari rumah Hart sambil menganggukkan kepalanya memberi hormat pada para pelayan Hart membuat para pelayan itu langsung suka pada sikap Havana yang terlihat sangat bersahabat walaupun bibirnya tetap terkatup rapat.

"Terimakasih nona, untuk kunjungannya. Kami akan menantikan kunjungan anda berikutnya," ucap kepala pelayan mansion milik Hart pada Havana.

"Terimakasih," balas Havana dengan anggun.

Terpopuler

Comments

Indah Permatasari

Indah Permatasari

bolehlah aku kasih vote dulu, semoga ceritanya sama bagus kayak ceritaa yang aku baca nabila hehe

2023-06-15

1

suti markonah

suti markonah

semangat thorr..

2023-06-14

1

Warijah Warijah

Warijah Warijah

Semoga kata2 Hart untuk menyemangati Havana agar tdk terpuruk terus2an bisa ditrima dengan hati yg tulus...

2023-06-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!