"Semuanya sudah siap?"
Markus menatap semua barang yang akan mereka bawa selama tiga hari, "Mungkin." jawabnya dengan ragu.
"Kenapa kita harus pergi saat matahari saja belum terbit?"
Nicholas yang sedang memejamkan matanya, kini melirik ke arah Markus. "Agar Twin tidak melihat kepergian Kakaknya, Zane ingin ingkar janji lagi,"
Zane memutar matanya malas. "Kita segera berangkat!" ketusnya.
Semua barang bawaan mereka segera di angkut oleh beberapa bodyguard. "Bagaimana dengan tempat menginap?"
Markus menoleh kepada sang Atasan. "Aku sudah mengurusnya,"
Setelah memasukan semua barang, lima bodyguard ikut serta mendampingi Zane untuk berjaga-jaga, pria itu tidak ingin terjadi sesuatu yang merepotkan dirinya dan membuatnya terjerat masalah yang tidak penting.
"Zane,"
Zane yang hendak masuk ke dalam mobil, seketika menoleh ke arah pintu rumah. Ya, Mama Nadine memangilnya.
"Mama kenapa bangun? Ini masih sangat larut,"
Mama Nadine menatap dua mobil hitam yang sudah siap akan pergi meninggalkan kepadatan Ibu Kota. "Ini masih larut, kenapa pergi sekarang?" tanya Mama Nadine dengan mata sayu.
"Ma, aku harus pergi beberapa hari ke desa Mentari untuk meninjau pembangunan di sana, jadi aku harus pergi pagi-pagi buta agar tidak terkena macet dan kendala lainnya." jelas Zane dengan memegang pundak wanita tua itu.
"Mama tahu, kamu sudah berpamitan dengan twin? Nanti mereka mencari mu,"
Zane menghela napas panjang. "Aku sudah memberitahu kepada Nanny untuk menyampaikannya. Sekarang Mama masuklah, kembali istirahat."
Mama Nadine menggeleng pelan. "Mama ingin bicara sebentar kepada mu,"
"Ma,"
"Ekhem," Mama Nadine melirik ke arah Nicholas yang berdiri di pintu mobil. "Bicara lah Zane, kita masih punya banyak waktu."
Mama Nadine mengangguk setuju dengan ucapan Nicholas, Zane menghela napas dan akhirnya mengangguk. Mama Nadine mengajak putra sulungnya sedikit menjauh dari teras rumah.
"Apa yang ingin Mama bicarakan?" tanya Zane dengan tangan terlipat.
"Ini," Mama Nadine memberi sebuah amplop coklat. "Mama mengumpulkan beberapa foto wanita,"
Alis tebal itu mengerut bingung. "Untuk apa?"
"Untuk kamu! Kamu itu belum menikah, padahal usia kamu sudah kepala tiga! Kamu tidak malu?"
Dengan nada menggebu-gebu penuh semangat, Mama Nadine merebut kembali amplop coklat tersebut dan menunjukkan semua foto-foto berbagai macam wanita cantik. Bukannya tergoda, Zane malah bergidik ngeri melihat foto-foto wanita itu.
"Lihat, dia cantik bukan? Dia model papan atas,"
"Dan ini, dia ini anak teman Mama, Zane! Dia seorang desainer,"
"Ini juga, dia ini baik hati dan murah senyum!"
Zane mulai kesal dengan omong kosong yang di bicarakan oleh Mama Nadine. "Ma!"
"Dia ini ...," alis Mama Nadine terangkat sempurna. "Apa?" tanyanya dengan bingung.
"Aku ini sudah dewasa, dan aku sudah bisa mencari jodohku sendiri!"
"Oh ya?"
Zane menampilkan wajah yang tidak sedap di pandang. Mama Nadine berkacak pinggang dan langsung menyikut perut keras putranya.
"Pokoknya kamu harus menikah dengan salah satu wanita yang Mama pilihkan!"
"Ma, aku bisa mencari sendiri!"
"Seribu omongan mu itu selalu sama, buktinya sampai saat ini kamu masih lajang! Ingin menipu ku lagi?!" hardik Mama Nadine yang mulai kesal dengan putranya.
Zane menghembus napas panjang. "Oke, sekarang jelaskan apa yang Mama inginkan sebelum aku pergi ke desa?"
"Menikah! Mama ingin kamu menikah dengan wanita yang Mama pilihkan,"
"Selain itu, Ma!" kata Zane dengan tegas.
"Ck, Mama ingin cucu!" jawab Mama Nadine dengan menyeringai sang Putra.
Zane terbengong dengan permintaan gila Mamanya sendiri. "Mom must be joking, right?"
"Tidak, Mama tidak pernah bercanda!" Mama Nadine melipat kedua tangannya di dada. "Kamu cukup menyumbangkan benih mu kepada seorang wanita, jadi kamu akan memiliki keturunan tanpa menikah, simple."
Zane mengacak rambutnya dengan frustasi. Mama Nadine melipat bibirnya dengan samar, rencana kecilnya mungkin akan terus menghantuinya Zane saat ini.
"Ma ... oke, aku akan menikah tapi tidak sekarang!"
Mama Nadine mendelik tajam. "Zane! Setidaknya lirik foto-foto wanita ...."
"Aku tidak tertarik! Aku memiliki tipe ideal ku sendiri!"
"Zane!"
"Aku pergi,"
Mama Nadine tak percaya bila rencana kecilnya akan berakhir gagal seperti sekarang. Wanita itu terbengong dengan kepergian dua mobil di gelap malam.
"Anak itu mirip sekali dengan Owen! Membuat ku kesal saja!"
...****************...
"Kapan kita akan tiba di desa itu?"
Markus yang awalnya santai, kini langsung mengecek iPad miliknya. "Masih cukup jauh, Zane. Sekitar lima jam lagi, kita akan sampai di desa Mentari."
Zane tampak berdecak kesal, Markus melirik Nicholas yang juga terdiam sejak tadi.
"Sepertinya Nyonya Nadine mendesak mu untuk menikah," celetuk Nicholas tiba-tiba.
"Ck, jangan membahas itu!" tegas Zane yang di sambut tawa kecil dari Nicholas.
"Jadi, Nyonya Nadine memintamu untuk menikah? Zane, itu sangat mudah sekali."
Zane membuka matanya dan menatap Markus yang ada di kursi depan, "Berisik!"
"Lebih baik segera menikah daripada nanti terdengar rumor yang tidak sedap," kata Nicholas dengan menatap Zane di sebelahnya.
"Aku tidak ingin tergesa-gesa,"
"Kamu tidak ingin tergesa-gesa karena kamu belum menemukan wanita yang cocok, Zane." sahut Markus yang di anggukan oleh Nicholas.
"Kenapa membahas tentang ku! Lebih baik kalian berdua saja yang menikah lebih dulu!" cemooh pria itu dengan tatapan tajam.
"Bagaimana kalau kamu memilih salah satu dari banyaknya gadis di desa Mentari? Aku dengar, desa itu terkenal karena banyak gadis cantik,"
"Aku tidak tertarik!" balas Zane dengan cepat. Bahkan pria itu tidak memperlihatkan ekspresi apapun.
"Kamu jangan terlalu cepat mengatakan tidak tertarik, karena kamu belum melihat mereka!"
"Zane, dengarlah pepatah mulut mu adalah harimau mu." ucap Nicholas dengan menyeringai.
Zane benar-benar tidak habis pikir dengan dia pria di dalam satu mobil yang sama dengannya. "Kalian berisik!"
Markus tertawa kecil melihat jawaban dari sang atasan. Hari yang gelap, kini berubah menjadi matahari yang begitu terik, Nicholas melemparkan satu buah kacamata kepada Markus dan Zane.
"Udara di desa jauh lebih segar dari Ibu Kota, mungkin kita bisa betah berlama-lama di sini." kata Nicholas memberitahukan kedua sahabatnya.
"Aku tidak ingin berlama-lama,"
Markus yang sudah antusias, kini mengomel tanpa mengeluarkan suara. Suasana hati Zane sangat buruk karena perbincangannya dengan Mama Nadine yang begitu menguras jiwa kesalnya.
Drttt ....
Zane menatap layar ponselnya, "Mama?"
"Angkat saja, Nyonya Nadine pasti menanyakan posisi kita."
Zane menyunggingkan senyum, "tidak."
"Pria bodoh!" umpat Nicholas yang langsung merebut ponsel Zane dan mengangkat telpon dari Mama Nadine.
"Nicholas!" berang Zane dengan menggebu-gebu.
"Zane! Kenapa kamu mematikan ponsel? Mama belum selesai bicara tadi!"
Zane menutup kedua telinganya saat suara Mama Nadine begitu memecah gendang telinganya. Nicholas menampilkan mata sinis dan mendekatkan ponsel Zane pada sang pemilik.
"Bicara!"
"Ma, tidak ada sinyal ...."
"Banyak sekali alasan mu itu ya, dasar anak nakal!" potong Mama Nadine dengan kesal.
"Ma, aku matikan ya, aku mengantuk sekali!"
"Bila kamu mematikan panggilan, kamu tidak boleh ketemu dengan Twin!"
DEG ....
Markus dan Nicholas tersenyum mendengar ancaman dari Mama Nadine, Zane membulatkan kedua matanya dan merebut ponselnya dari Nicholas.
"Ma! Itu tidak adil!"
"Oh ya? Kalau begitu, bawa satu gadis dari desa dan perkenalkan kepada Mama! Aku tidak menerima penolakan!"
"Tapi, Ma ...."
Terputus.
Zane meremat ponselnya dan mengacak rambutnya dengan frustasi. "Percepat sedikit mobilnya, sialan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Juragan Jengqol
keto, fenilketouria thor
2023-12-25
0
Nova Azzuhra
semangat kk
2023-06-18
1
Nova Azzuhra
iya berdoa agar di sembuhkan
2023-06-18
0