Alan duduk dengan tenang dan percaya diri di antara para pengusaha yang sedang beradu keberuntungan sama dengannya kini, yaitu produk unggulan perusahaan mereka turut berpartisipasi dalam acara perjamuan khusus untuk delegasi beberapa negara yang diadakan pemerintah kota.
Alan melihat seorang pria di antara mereka memandangnya dengan tatapan penuh arti. Alan tahu orang itu, bahkan lebih dari tahu. Orang yang sering dia temui dalam acara yang serupa dengan hari ini. Ya, dia adalah saingan berat yang kerap kali berebut tender dengannya, Raymond Balvin.
"Mengirim Anda ke sini, saya pikir bos Anda bukanlah orang yang bijak dalam memanfaatkan peluang." Alan tak menyadari kapan orang itu meninggalkan kursinya, Raymond kini sudah berada tepat di sampingnya.
Alan menyunggingkan senyumnya dan terkekeh. "Dengan kehadiran saya saja sudah membuat Anda resah, Pak Raymond. Bagaimana jadinya jika Pak Anggara yang datang. Apa yang terjadi dengan Anda?"
Raymond merapikan jasnya yang tak terlihat kusut sama sekali. "Anda terlihat percaya diri seolah Anda yang menang kali ini. Simpan dulu nada percaya diri Anda itu, Pak Alan," sahut Raymond. "Tunggu beberapa menit lagi saat pemenang itu diumumkan." Raymond melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sejenak, lalu kembali melihat Alan dengan senyum menantang.
"Saran yang bagus," timpal Alan sembari melihat pergelangan tangannya.
Tak berselang lama, Alan dan Raymond melihat seorang pria berjas putih gading berdiri di depan, dan mulai menyimak seksama orang itu yang sudah terdengar bersuara.
"Melalui banyak pertimbangan dan perhitungan, dewan penyelenggara memutuskan PT. Ray Indonesia layak diberi kesempatan dalam acara penting yang akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan. Kepada Pak Raymond dari PT. Ray Indonesia, saya ucapkan selamat!"
Raymond langsung menjatuhkan pandangannya pada Alan. Dia tersenyum yang menunjukkan kemenangan. Sementara Alan terlihat tetap tenang, meski begitu dia tak dapat menghilangkan keresahan hatinya, kali ini dia telah membuat bosnya kecewa.
Alan sudah hampir masuk ke dalam mobil, namun suara seseorang tiba-tiba menghentikannya. Dia pun kembali menutup pintu kendaraan roda empat itu.
"Sampaikan salam kemenangan saya kepada Anggara. Jika ada waktu, saya mengundangnya minum bersama." Raymond berdiri tegap di belakang Alan dengan memasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku celana. Tampak congkak.
"Akan saya sampaikan," sahut Alan.
"Sampaikan juga padanya, sepertinya acara minum-minum kita akan lebih menyenangkan jika dia membawa serta istri barunya." Sudut bibir Raymond agak terangkat ke atas.
Alan mengangguk. "Akan saya sampaikan," ucapnya, lalu kembali berbalik dan membuka pintu mobil.
"Pak Alan."
Alan berbalik lagi dengan menahan kekesalan. "Ya, Pak Raymond?"
"Sampaikan juga padanya, jangan membuat saya bersedih karena dia tidak menyambut gembira undangan saya." Raymond masih tampak dengan senyumnya yang membuat hati Alan kian kesal.
Alan pun mengangguk lalu berbalik dan hendak masuk ke dalam mobil.
"Pak Alan."
Kali ini Alan tak berbalik.
"Saya akan mengirim lokasinya ke nomor pribadi Anggara nanti malam," kata Raymond pada Alan yang sudah berada di dalam mobil dan tampak tak memedulikannya. Sepertinya, dia telah berhasil membuat asisten Anggara itu kehabisan stok kesabaran.
***
Crystal mematut dirinya di depan cermin setelah menyapukan kembali lipcream ke bibirnya. Makanan yang tadi dia santap telah membuat bibir yang sudah dia lapisi pewarna bibir itu hilang karena minyaknya. Setelah itu dia berbalik ke Anggara sambil membawa sesuatu.
Anggara mengernyit dan menunjukkan sikap siaga ketika Crystal semakin mendekatinya.
"Tenang, Mas. Aku bukannya mau ngapa-ngapain kamu," ujar Crystal.
Crystal lalu memperlihatkan sesuatu di tangannya. "Aku mau mengoleskan ini di wajahmu," terangnya.
Anggara mengernyit tak suka. "Singkirkan itu dariku! Jangan macam-macam."
Crystal berdecak dan menggeleng. "Kamu kudet banget, sih, Mas. Ini sunscreen. Buat wajah kamu biar selalu terlindungi dari sinar UV."
"Sudah kubilang jangan macam-macam!" Sunscreen itu terlempar ke lantai.
Crystal menghela napas panjang. Dia lalu bangkit mengambil sunscreen itu. "Kamu harus pakai ini. Aku mau ajak kamu jalan-jalan di sekitaran komplek."
"Tidak seorang pun kuizinkan memerintahku!" Anggara menatap Crystal dengan tajam. "Perempuan sepertimu sama sekali tidak pantas berbicara apalagi memerintahku!"
Tanpa memedulikan sikap Anggara, Crystal berjalan ke meja rias dan mengambil sesuatu di sana lalu kembali lagi ke Anggara. Dia kemudian menyatukan tangan Anggara dan mengikatnya dengan tali rambutnya. Kemudian dia langsung mengaplikasikan sunscreen ke kulit wajah Anggara meskipun suaminya itu terus memberontak.
"Sayang jika kulit kamu tidak terlindungi dari sinar UV," ucap Crystal sambil meratakan produk pelindung UV itu ke wajah Anggara. "Juga, aku mau ketampanan kamu itu awet, Mas. Hihi."
Anggara membuang muka dengan segenap kegeraman di dada. Anggara merasa perempuan di depannya itu semakin berani memperlakukan dia dengan sesuka hati, dan sialnya dia tak dapat melawan sebab ancaman mematikan Crystal yang selalu berhasil memukul mundur dirinya.
Rahmat membuka gerbang depan setelah Crystal berkata padanya akan membawa Anggara keluar rumah untuk sekadar jalan-jalan santai. "Tidak membawa mobil, Bu?" tanyanya pada Crystal yang sudah mendorong kursi roda yang menumpu Anggara.
Crystal menggeleng. "Saya hanya membawanya ke sekitar komplek sini, Mat. Biar Bapak tidak bosan di dalam rumah terus."
Rahmat mengangguk. Terselip rasa kagum di hatinya mendapati nyonya baru yang terlihat tulus dan peduli pada Anggara. Sangat berbeda dengan istri pertama yang jelas kesetiaan dan rasa pedulinya mendapat rating rendah di matanya.
Rahmat ingat betul saat itu. Di hari pertama dia bekerja, dia melihat nyonya terdahulu mengumpat dan merutuk Anggara yang sedang tak berdaya karena lumpuh, dan 12 hari setelah itu dia mendengar perempuan itu meninggalkan Anggara dan membawa serta alias merampok seluruh uang di brankas milik Anggara.
Sungguh memang, kesetiaan seorang istri sangat diuji ketika suami mengalami kesulitan, ketidakberdayaan, dan ketidakberuntungan. Sebaliknya, kesetiaan seorang suami sangat diuji ketika dia memiliki segalanya, ketika dunia berada di genggamannya.
Crystal mendorong kursi roda Anggara dengan hati-hati. Baru saja dia berhasil membawa Anggara dua meter dari gerbang rumah, dia melihat ada mobil mendekatinya dan seperti hendak berhenti.
"Alan," gumam Crystal setelah si pengemudi membuka kaca jendela mobilnya. Dia kemudian melihat Alan turun lalu bergabung dengannya dan Anggara.
"Pak," sapa Alan sambil menunduk sebentar.
"Dari raut wajahmu sepertinya kabar yang kamu bawa bukan kabar baik." Anggara membaca raut keresahan Alan.
Alan tampak agak muram. "Maaf, Pak. Kali ini saya mengecewakan Bapak."
Anggara menghirup napas lemah, lalu mengangguk. "Siapa yang dapat?" tanyanya.
"PT. Ray Indonesia, Pak."
Anggara tersenyum masam dan tampak membeku sejenak hingga akhirnya Crystal menyentuh pundaknya dengan lembut. "Tidak dapat tender itu bukan berarti produk perusahaan kamu tidak layak, Mas," hibur Crystal. "Kesempatan tidak hanya datang kali ini."
Anggara tampak acuh. Dia tak butuh dengan kalimat hiburan atau apa pun itu yang keluar dari mulut Crystal. Bahkan, menurut Anggara diamnya Crystal akan lebih baik daripada berbicara. Yang ada di benak Anggara kini adalah wajah Raymond yang sedang mengolok-olok dan menertawakan kekalahannya.
"Mungkin yang di atas telah menyiapkan sesuatu yang lebih besar untuk perusahaan kamu." Meski tak mendapat tanggapan Anggara, itu tak menyurutkan semangat Crystal menghibur Anggara.
Mendengar ucapan Crystal, Alan menilai istri baru bosnya itu merupakan perempuan yang gigih. Dia pun baru mengingat sesuatu lalu berkata, "Pak, saya juga menerima pesan dari Pak Raymond untuk Bapak."
"Apa yang pria itu inginkan dariku?" tanya Anggara dingin.
"Dia mengundang Bapak minum dan ..." Alan terlihat ragu meneruskan kalimat sembari melirik Crystal sekilas.
Anggara mengernyit dengan raut mukanya yang kaku. "Katakan!"
"Katanya akan lebih menyenangkan jika acara itu Bapak membawa juga Bu Crystal." Alan mengatakan dengan suara rendah dan hati-hati. Ada kekhawatiran Anggara tersinggung dengan apa yang disampaikannya itu. Namun, sepertinya apa yang dia khawatirkan tidaklah benar sebab dia melihat Anggara yang tampak tenang.
"Kamu boleh kembali jika tidak ada lagi yang ingin disampaikan." Anggara menatap Alan.
Alan mengangguk dengan sungkan, tersimpan rasa menyesal sebab mengecewakan sang tuan. "Lokasinya akan dikirim ke nomor Bapak malam ini," pungkas Alan. Dia lalu undur diri setelah Anggara mengangguk padanya.
Sesudah Alan lenyap dari pandangan, Anggara mendongak, mempertemukan pandangan dengan Crystal. "Ikut aku malam ini," perintahnya.
Crystal mengangguk sambil menghiasi wajah cantiknya dengan senyuman. "Terima kasih, kamu mau ajak ak--"
"Pajangan! Hanya pajangan!" desis Anggara dengan sangat tajam menusuk bilik hati Crystal, tak kalah tajam dengan sorot matanya yang membuat Crystal seketika bergidik ngeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Linda pransiska manalu
sekarang sih, cueknya selangit. nantinya mah, bucinnya selaut, kali. hehej
2023-07-11
0
The Lucky
marahin habis"an mom😄
2023-06-15
0
Fitriyana Restu fadila
Wah Anda ini suami yang tidak berperasaan Tuan Anggara
2023-06-15
1