Crystal beranjak ke kamar mandi seusai membantu Anggara membersihkan diri. Dia sekarang sedang berada di bawah guyuran shower, menyegarkan kembali pikiran dan organ tubuhnya yang sebelumnya telah mengalami kelelahan oleh sikap tempramen Anggara.
"Singa liar itu sangat berbahaya. Dalam kondisi lumpuh pun dia menyiksaku sedemikian rupa sadisnya. Bagaimana jadinya jika dia tidak lumpuh. Mungkin aku dicabik-cabik sampai hanya jadi potongan daging. Mengerikan," seloroh Crystal sambil memegangi leher yang beberapa menit lalu menjadi objek kebengisan Anggara.
Beberapa menit kemudian Crystal telah menyelesaikan mandinya dan sekarang model cantik itu sedang memilah-milah pakaian mana yang akan dikenakannya pagi ini. Tak banyak pilihan, hanya beberapa potong pakaian saja dikarenakan dia belum memindahkan dan membawa serta pakaian, begitu pun barang-barangnya di apartemen ke rumah barunya itu.
Crystal menoleh pada Anggara sambil menunjukkan dua pakaian di tangannya. "Mas, aku pantasnya pakai yang mana? Kamu yang milih buat aku pakai pagi ini. Selera kamu pasti oke," kata Crystal dengan suara renyah nan ceria layaknya tak pernah terjadi insiden menegangkan di antara mereka.
Anggara menoleh sesaat tanpa minat lalu segera membuang muka tanpa memberi jawaban. Melihat itu, Crystal tampak tak putus asa. Dia lalu menghampiri Anggara sambil membawa dua pakaian itu. "Mas, kamu tidak berbalas budi banget. Sudah aku bantu dari a sampai z. Dari mandi sampai sekarang sudah tampan begini." Crystal memainkan wajah Anggara gemas seperti bayi.
"Sekarang giliran aku minta dipilihkan baju saja kamu cuek," lanjut Crystal sambil memperlihatkan wajah kesalnya yang dibuat-buat, mendramatisir.
Anggara tetap diam tak menanggapi. Namun, dalam batinnya dia mencibir sikap Crystal yang dia nilai tak konsisten. Beberapa menit lalu perempuan itu berkata bahwa dia tak akan menyerah menjalankan tugasnya sebagai istri. Namun, apa yang dia tunjukkan kini? Dia bersikap seolah tak benar-benar tulus melakukannya, melainkan menganggap itu adalah pekerjaan yang memerlukan balas budi.
"Mas, jangan diam. Katakan kamu mau aku pakai yang mana?" Crystal tampak masih tak menyerah dengan sikap Anggara.
Anggara menoleh padanya lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil kedua pakaian tersebut. Crystal pun tersenyum dibuatnya, namun itu hanya berjalan beberapa detik sebab dia melihat kini Anggara melempar kedua baju tersebut ke lantai.
Crystal pun menghela napas panjang sambil batinnya terus menggemakan kata "sabar" padanya.
"Oh, oke, mungkin kedua baju itu tidak sesuai selera kamu," celetuk Crystal dengan tersenyum sambil memungut pakaian di lantai. Dia kemudian berjalan kembali ke arah lemari, dia menggantung pakaian yang tadi dicampakkan Anggara dan mengeluarkan dua pakaian lain.
"Kalau yang ini bagaimana, Mas?" tanyanya lagi sambil memperlihatkan dua pakaian di tangannya.
Lagi, Anggara mengacuhkannya dan memilih fokus dengan notebook di pangkuannya.
Melihat itu, Crystal kembali menghela napas panjang. Dia kemudian datang menghampiri Anggara dengan satu gantung dress berwarna senada dengan warna kemeja lengan pendek yang sekarang dikenakan Anggara. "Oke, sepertinya serasi," komentar Crystal sambil mendekatkan dress itu di dekat Anggara.
Dress selutut warna navy pun kini membungkus tubuh ramping Crystal. Dia kemudian merias wajahnya dengan riasan tipis dan mengikat sebagian rambutnya yang bergelombang, sementara sebagian yang lain dia biarkan terurai bebas.
Penampilan Crystal kali ini terlihat simple, namun berkelas.
"Mas, cantik?" Dia membelakangi meja rias dan menoleh pada Anggara. Menanti penilaian Anggara pada penampilannya kali ini.
"Mas," panggil Crystal lagi setelah melihat Anggara tak menoleh sedikit pun padanya.
Sudah dapat ditebak seperti sebelumnya, kali ini Anggara pun tetap bergeming dan pandangannya setia fokus pada notebook. Bersikap seolah tak ada yang memanggilnya.
Crystal berjalan ke arahnya dan kini berdiri tepat di sampingnya. "Mas, lihat. Cantik, 'kan?" tanya Crystal padanya dengan pipi mengembang karena senyumnya yang semringah.
Suara pintu diketuk menghentikan usaha Crystal. Crystal pun berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Sekali lagi, Rahmat tampil di balik pintu itu. "Bu, sarapannya," ucap Rahmat sambil menyodorkan beberapa makanan di atas nampan yang dia bawa.
"Bapak biasa makan di kamar seperti ini?" tanya Crystal yang dijawab dengan anggukan kepala.
"Keluarga yang lain, sekarang mereka sudah sarapan belum?"
"Mereka semua sedang sarapan di meja makan."
Kemudian Rahmat melanjutkan dengan lirih, "Semenjak Bapak lumpuh dia selalu beraktivitas di dalam, Bu."
Crystal mengernyit. "Tidak sekalipun keluar kamar?" tanyanya lagi dengan berbisik.
Rahmat menggeleng.
"Tidak sekalipun menerima tamu?" tanya Crystal lagi bak seorang penyidik. Dia amat penasaran.
"Selama ini hanya Mas Alan, asisten Bapak di perusahaan yang menemuinya. Itu pun selalu di kamar," sahut Rahmat, memberi informasi terkait majikannya itu.
Crystal tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. "Ini bawa lagi saja, Mat."
Rahmat terlihat bingung. "Lalu, Bapak. Bapak sarapan apa, Bu?" tanyanya bingung.
"Sudah, turuti saja perintah saya. Urusan Bapak biar saya yang urus." Crystal kemudian menutup pintu tanpa memedulikan ekspresi bingung Rahmat.
Anggara tampak cepat-cepat menunduk dan fokus pada notebook setelah melihat Crystal menutup pintu dan berbalik berjalan padanya.
"Jangan sentuh!" Anggara menjauhkan dirinya dari Crystal yang ingin meraih tubuhnya.
Crystal berdecak. "Mas, aku bukannya mau perkosa kamu. Jangan ngeres otaknya," seloroh Crystal. "Aku mau membantu kamu ke kursi roda. Lagi pula, aku sudah tahu semuanya," godanya yang membuat ekspresi Anggara sulit dijelaskan dengan kata-kata.
"Trik apa lagi yang sedang dia jalankan," batin Anggara mencibir.
"Jangan tatap aku aneh begitu, ah," kata Crystal setelah melihat pandangan Anggara padanya. "Kalau kamu bersikeras menolak, tahu 'kan, apa yang akan terjadi, hm?"
Dapat dipastikan Anggara kali ini mengalah lagi sebab kata-kata Crystal yang bermuatan ancaman. Benar saja, Anggara kini tampak tak bereaksi ketika Crystal membawa tubuhnya ke kursi roda. Anggara pasrah.
"Sepertinya rubah ramping ini memang lihai membuat orang terjebak dengannya," batin Anggara.
Sementara Crystal terlihat menikmati kemenangannya. "2-0, Pak Presdir," batinnya puas.
***
Gema denting garpu yang beradu piring seketika lenyap, disusul dengan ekspresi serempak orang dalam ruangan makan tersebut. Orang-orang yang sedang menikmati sarapan itu terlihat membeku, arah pandangan mereka fokus pada satu objek, yaitu sepasang pengantin baru yang berada satu meter dari meja makan.
Mereka kemudian saling pandang lalu serempak berkata, "Anggara, Crystal, mari sarapan bersama."
Crystal tersenyum melihat ekspresi heboh tersebut dan langsung berjalan sambil mendorong kursi roda yang menopang tubuh suaminya.
"Maaf, terlambat," kata Crystal setelah berada tepat di hadapan mereka.
Dianti, Anggun, Rajendra dan Tian yang merupakan paman dan bibi Anggara kompak menjawab dengan raut gembira, "Tidak masalah, tidak masalah."
Crystal tersenyum melihat respons mereka. Kemudian Crystal menoleh pada Anggara. "Kamu suka sayur, Mas?" tanyanya pada Anggara yang menarik perhatian seluruh keluarga. Mereka menatap keduanya sambil tersenyum.
Anggara menatap sekilas padanya lalu mengangguk. Ingin sekali Anggara mengabaikannya. Namun, ini bukan momen yang pas, pikir Anggara. Perempuan itu telah membawanya ke dalam sandiwara sejak aksi terpergoknya dia dan Crystal oleh Anggun tadi.
"Mau ikan atau ayam, Mas?" tanya Crystal lagi. "Atau mau dua-duanya?"
Satu per satu dari Anggun dan anggota keluarga yang lainnya mulai melanjutkan makan mereka sambil melirik Anggara dan Crystal dengan mengulum senyum.
Di permukaan, Anggara tampak diam dan tenang seperti biasanya. Namun, dalam batin dia ingin sekali mengumpat pada Crystal dan memberi perempuan itu pelajaran.
"Mas?" ulang Crystal ketika mendapati Anggara tampak diam seribu bahasa.
Anggun berdeham. "Anggara sukanya ikan, Kak." Anggun tiba-tiba menyela di antara mereka sambil tersenyum geli.
"Kak Anggara, Anggun." Dianti menatap cucu gadisnya yang membuat gadis itu mengerucutkan bibir mungilnya.
"Itu Anggara bengong karena belum terbiasa dapat perhatian lagi dari cewek," lanjut Anggun pada Crystal tanpa memedulikan tatapan peringatan dari Dianti.
"Anggun," lirih Dianti sambil menggeleng.
"Iya, iya, Oma. Aku diam," gerutu Anggun sambil memasukkan sendok berisi makanan ke dalam mulutnya.
"Makan sendiri atau aku suapin, Mas?" Crystal berbisik pada Anggara setelah piring Anggara sudah diisi beberapa menu makanan. Sementara Anggara berharap momen ini segera berlalu lantas memberi Crystal beberapa pukulan.
"Ehem, ehem." Anggun berdeham lagi sambil menahan senyumnya. Membuat Crystal seketika menarik diri dari Anggara, kemudian mulai mengisi perutnya yang kosong dari semalam. Crystal terlihat menunduk, tersipu malu.
"Benar-benar seperti dunia milik berdua," seloroh Anggun yang memantik senyum dari anggota keluarga lainnya.
Crystal masih menunduk sembari mengulum senyum. Sementara Anggara, di bawah meja dia mengepalkan tinju sambil mengetatkan rahangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Gian Ganevan
jadi pengen pukpuk crystall
2023-07-18
0
leneva
lucu juga
2023-06-13
1