Part 2

Delia mulai menyadari dua hari ini setiap kali melihat Din, ia merasa malu. Bisa-bisanya ia malah menikmati dalam pelukan Din. Padahal ia memiliki seseorang yang ia sukai dalam diam. Mark. Din juga sudah memiliki kekasih. Gadis yang dulu pernah sekelas dengannya saat SMA.

"Tapi menurut lo juga Din itu ganteng?" Delia memberanikan bertanya kepada Saras.

"Ya jelas, gue aja mengakui dia udah setampan seleb Asia yang dinobatkan itu loh. Cuma sayang akhlaknya minus."

"Ah, benar juga."

Bahkan Din Sjarier yang menurutnya menyebalkan bisa mendapatkan kekasih juga. Delia terus saja kesal. Hidup begitu adil, jadi mungkin beberapa tahun lagi giliran Mark datang untuk melamarnya.

"Uh... " Delia terus membayangkan hal-hal indah berkaitan dengan Mark.

Saat sore hari, ia berniat untuk mengeluarkan mobil. Tiba-tiba Din dengan heboh adu mulut dengan penghuni baru hanya karena suara knalpot murahan yang menurutnya bising.

"Lebih baik lo copot knalpot rongsokan itu deh!" Din terlihat kesal.

Delia tidak ingin melerai, ia justru mengambil foto Din yang sedang marah. "Saras ketinggalan berita lo."

"Jangan sombong lo! Lo itu cuma beban hidup di rumah!" tetangga baru memang agak usil. Ia terlalu berani menyinggung Din.

"Apa kata lo?!" Din melotot, ia ingin sekali meninju wajah tetangga baru tersebut namun ia selalu ingat nasihat keluarga.

"Gunakan tinju di ring." Delia mendekat, ia takut jika Din menghajar seseorang di hari sabtu sore yang cerah. "Jadi... Kalian berdamailah."

Delia berhasil mencegah pertengkaran. Tapi ia harus menerima omelan dari Din.

"Anak itu songong!" ucap Din kesal.

"Lo juga sombong, Din. Ngapain coba ngatain milik orang lain rongsokan. Itu menyakitkan banget buat dia tadi." Delia tersenyum seperti ibu peri. Ia sudah bersiap untuk hang out dengan Saras. Menata rambut sejam lebih. Ia tidak ingin menghancurkan mood sore yang indah.

"Tapi suara bising kan bikin nggak nyaman. Ah, lo mana tahu! Apa lo nggak dengar tadi dia bilang gue itu beban!"

Masih mengajukan protes berlanjut.

"Tapi memang benar kan? Mau sampai kapan cuma main-main motor? Memang nggak ada niatan buat bekerja terus menikah? Lo udah punya pacar dan udah mau tunangan kan?"

"Itu bukan urusan lo, Del." Din menatap dekat Delia, "Lo kayaknya operasi plastik ya pas liburan di Korea?"

"Nggak!" Delia menyilangkan kedua tangannya. "Ini wajah alami seorang peri. Permisi, ibu peri mau pergi ke Mall."

"Gue pikir lo tambah cantik karena operasi plastik loh."

"Maaf kalau lo terpesona sama kecantikan gue, tapi tipe gue bukan lo."

Din tertawa terpingkal. Begitulah Delia, selalu saja menganggap dirinya sebagai peri. Setelah insiden beberapa waktu lalu, Delia memang sepertinya agak malu. "Jadi ibu peri kami, kapan bapak peri itu datang ya?"

"Sialan," gumam Delia.

"Tapi... Del, ada satu hal yang mau gue bilang serius."

"Apa?"

Din mendekat, jarak mereka hanya beberapa senti. Ia juga berbisik, "Lo juga beban hidup! Hahaha!"

"Lo kalian lagi ngapain?" Saras menangkap basah Delia dan Din yang sedang berbisik. Dari kejauhan terlihat mesra, semakin dekat itu seperti bencana.

"Hei!" Delia hampir meledak tapi ia melihat sekelompok bocah bermain lato-lato yang bergerak lewat. "Lo nggak boleh kaya gitu sama orang lain, Din. Adik-adik lato-lato, kalian jangan saling mengejek ya. Itu sikap bocah terkutuk."

"Siap!" ucap mereka kompak.

***

Nama itu terkenal, bukan karena cucu konglomerat turun temurun tapi karena dia adalah Din Sjarier. Cucu laki-laki kedua keluarga Sjarier. Din sejak kecil terkenal urakan. Dia tidak bisa diatur. Dia juga memiliki hobi yang unik.

"Apa?!" semua orang terkejut begitu mengetahui seorang anak kelas lima SD ingin mendirikan sebuah yayasan untuk kesejahterahan hewan.

"Duh, Sayangku, itu agak sulit ya." Bu Almira begitu tercengang. "Lagian kamu kan nggak suka tuh bermain sama binatang. Mami takut kalau kamu itu nanti lupa ngasih makan"

"Iya dia juga membenci jerapah karena nggak punya motif seperti zebra," tambah sang ayah.

"Aku mau menyelematkan para tokek!"

Itu kejadian paling tidak bisa dilupakan. Bahkan Delia adalah saksi bahwa Din mendirikan yayasan kecilnya, "Survive Tokek".

"Selamat ya atas berdirinya yayasan ini, hehehe... " Bang Ryan sampai meringis. Ia tidak menyangka pembukaan yayasan kecil itu berlangsung mewah.

Delia masih menyimpan kaos bergambar tokek besar pemberian Din sebagai hadiah bagi anggota yayasan.

"Dia membuat masa kecil gue yang indah jadi terlihat menyeramkan."

Pada kenyataannya Din Sjarier terkenal dengan berbagai julukan. Untuk wajahnya tidak ada yang meragukan keturunan Sjarier apalagi dia lebih tinggi dari teman-temannya. Tidak, tepatnya dia lebih tinggi untuk ukuran pemuda biasa.

"Berapa tinggi lo?"

"Well, 189 cm."

Delia pernah membandingkan tingginya dengan Din, "Haha kita cuma beda dua puluh empat senti tuh."

"Tapi lo tetap pendek, Del." Din merangkul Delia, "Mau kakak ajarin buat tumbuh tinggi lagi nggak dek?"

"Diem lo!" Delia menutup mulut Din dengan tangan.

Semakin dewasa, Delia membatasi diri. Meski mengenal sejak kecil, Din juga sudah memiliki pacar. Sejak SMP, ia sudah sering disalahpahami sebagai teman tapi mesra Din.

"Pacarnya menatap gue kemarin, Ras. Serem."

"Kenapa segitunya? Padahal lo punya gebetan sekelas Mark dari Swiss." Saras menepuk bahu sahabatnya. "Kalau lo nikahnya nanti sama Din, beliin gue tas Prada oke?"

"Ya mustahil deh, membayangkan ciuman sama dia aja gue mual, uh... " Delia menghela nafas.

"Tapi Din menurut gue jago dalam hal-hal percintaan daripada lo, noob!"

Delia terdiam, ia memang payah dalam beberapa hal. Bisa-bisanya hanya memiliki satu mantan, Lucky. Sedangkan Din, sejak SMP sudah gemar berpacaran. Kemungkinan dia akan menikah segera.

Suatu hari, Delia menjenguk Oma Aliyah, nenek Din. Tidak ada siapa-siapa di ruangan kamar VVIP RS Sjarier selain nenek dan seorang perawat.

"Deliana... "

Delia langsung memeluk Oma Aliyah, "Oma... Aku kangen banget sama Oma. Maaf baru datang menjenguk."

"Oma senang karena Delia yang datang. Cucuku yang paling cantik ini kapan akan menikah ya?"

"Ih, Oma. Yang akan menikah duluan itu Din. Dia sudah punya pacar cantik, teman SMA kami. Namanya Rasti."

Oma Aliyah mengelus wajah Delia, "Kamu itu tetap yang paling cantik bagi Oma. Kamu memiliki hati yang cantik. Aku harap Din menikah dengan Delia."

Setelah melepas rasa rindu dalam perbincangan. Delia tertidur, ia menjaga Oma Aliyah. Beberapa perawat bergunjing dengan keras bahwa akan ada pernikahan sebentar lagi.

Din datang tengah malam, ia sengaja tidak ingin terlihat oleh neneknya. Ia akan pulang pukul lima pagi.

"Loh baru datang?" salah satu perawat terkejut melihat Din, "Aku pikir pacar Mas Din yang jaga hari ini. Dari siang Oma terlihat happy."

Ternyata bukan hanya perawat yang terkejut, Din lebih terkejut. Ia mendapati Delia tidur di kursi dekat ranjang Oma.

"Ternyata yang datang dia ya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!