Chapter 03

Cuaca terlihat begitu cerah. Bahkan cahaya matahari terasa sangat terik, ketika langit terlihat berwarna biru bersih membuat suasana terasa panas.

Farah mulai berjalan memasuki sebuah gerbang masuk, dimana sebuah lapangan yang sangat luas dan terdapat tenda-tenda yang berdiri disana setelah memarkirkan mobilnya terlebih dahulu. Dan ketika Farah berjalan semakin masuk kedalam, lautan manusia terlihat memenuhi area sana.

"Astaga. Aku kira hanya audisi menyanyi saja yang akan banyak diikuti orang-orang. Ternyata masak juga mereka se antusias ini yah!?" Batin Farah berbicara.

Gadis itu celingukan, melihat ke segala arah. Berharap menemukan seseorang yang mungkin dia kenali disana. Sayang, tampaknya dia tidak menemukan siapapun, selain orang baru yang mungkin saja berasal dari berbagai daerah. Suasana semakin riuh, kala seorang pembawa acara mulai menyapa juga mengucapkan kata-kata pembuka. Dan menyebutkan urutan nomor peserta agar segera mendekati tempat yang sudah disiapkan.

Termasuk nomor peserta milik Farah yang juga disebutkan oleh seorang pembawa acara.

"Hhheuh, … aku masuk di putaran pertama." Farah membatin.

"Are you guys ready?"

"Yes!!" Semua peserta yang berdiri di balik meja menjawab.

Dan Farah terlihat begitu semangat. Bagaimana tidak, masuk ke galeri adalah salah satu impian terbesarnya, dan keberadaan dia disana sekarang adalah untuk berjuang, juga sebagai penentu dirinya layak masuk ke audisi selanjutnya atau tidak.

"Disana sudah ada berbagai macam jenis pisau. Satu tatakan, dan satu ayam utuh." Jelas seorang pria yang mulai terlihat terus melangkahkan kakinya kesana dan kemari. "Tugas kalian adalah memisahkan daging dari tulangnya, atau membuat ayam filet. Waktu kalian tiga puluh menit, dimulai dari sekarang!" Tegas sang pembawa acara.

"Oh iya, … siapapun yang sudah selesai, boleh mengangkat tangan, dan judges akan menilai serapih apa filet daging ayam milik kalian."

Membuat Farah segera membasuh tangan, lalu mengeringkannya. Meraih tisu dapur yang dia pakai untuk memastikan permukaan kulit ayam miliknya benar-benar kering, kemudian mulai memilah pisau, dan mencari titik yang tepat untuk melakukan sayatan kecil.

Tentu saja ini hal yang sangat mudah, karena Farah sering melakukannya. Namun mengingat ini sebuah audisi, juga seorang pengawas mendatangi mejanya, membuat tangan perempuan itu sedikit bergetar.

"Halo? Dengan kakak siapa saya berbicara?" Seseorang bertanya.

Farah menghentikan kegiatannya untuk beberapa saat, lalu menoleh.

"Farah Arsena." Jawab perempuan itu.

"Bagaimana? Bisa? Atau tantangan ini sudah membuat anda sangat kesulitan?" Dia bertanya lagi.

Farah mengangkat pandangan beberapa detik, mengulum senyum lalu menganggukan kepala. Dan setelahnya dia kembali melakukan apa yang sempat terjeda, agar dapat menyelesaikan tantangan sebelum waktunya habis.

"Aku sering melakukannya. Jadi sepertinya tidak akan terlalu menyulitkan." Jelas Farah.

Dua orang pembawa acara itu mengangguk-anggukan kepala, menatap kelihaian Farah dalam melakukan sebuah tantangan.

"Jika bisa menaklukan tantangan filet ayam ini dengan mudah. Maka sudah dipastikan akan lanjut masuk ke galeri."

"Ya, aku harap ayam ini bisa membawa aku masuk galeri sana, dimana mungkin aku bisa mewujudkan mimpi, dan menjadi juara selanjutnya di season sekarang." Farah tersenyum.

Tidak lama setelah itu, seorang wanita yang akrab disapa Chef Alia datang mendekati area. Lalu duduk di salah satu kursi yang disediakan, dan menunggu kontestan yang saat ini sedang disibukkan dengan beberapa kesulitan karena harus memisahkan tulang juga daging ayam. Yang tentunya menurut beberapa sangatlah tidak mudah.

"Sudah berapa menit?" Alia bertanya kepada beberapa panitia.

"Sepuluh."

"Baiklah waktu kalian tinggal dua puluh menit lagi!" Alia berteriak.

Tidak lama setelah itu seorang peserta mengangkat tangan. Sehingga membuat Alia segera bangkit dari duduknya, dan berjalan mendekat.

"Bagaimana? Apa sulit?"

"Sedikit Chef." Katanya.

Alia tersenyum, mengarahkan pandangan pada tulang dan daging ayam yang sudah terpisah bergantian.

"Masih banyak daging yang menempel disini!" Alia menunjuk bagian tulang yang terkumpul. "Tapi sejauh ini bagus, kamu dapat menyelesaikan tantangan dengan cepat. Ingat! Di galeri nanti tidak hanya kemampuan memasakmu yang menjadi tolak ukur, tapi juga bagaimana cara kita memanajemen waktu." Alia tersenyum.

"Siap Chef!"

"Baiklah. Tunggu hasil penilaian nanti yah? Semoga kamu lolos." Kata Alia, yang langsung dijawab anggukan oleh sang peserta.

Farah meletakan pisaunya dengan segera, lalu dia mengangkat satu tangannya tinggi-tinggi, membuat perhatian Alia segera tertuju padanya.

"Chef!" Farah memanggil.

Pandangan Alia menunduk, menatap satu ekor ayam yang sudah terpisah dari tulangnya. Lalu kemudian dia menatap Farah dan tersenyum ramah penuh arti.

"Kamu sudah sering melakukannya?" Tanya Alia.

Dan Farah segera menganggukan kepalanya sembari mengulum senyum. Dadanya berdebar-debar, dengan rasa gugup yang seketika menyerang dirinya.

"Bagus. Setiap sayatan terlihat rapi, dan tidak tersisa daging sedikitpun di tulangnya, … saya sudah bisa pastikan kamu lolos masuk galeri." Alia sambil tersenyum.

Sementara Farah mengepalkan kedua tangan, yang segera dia letakan di atas dada, kemudian berjingkrak.

"Jangan senang dulu. Di galeri sana masih ada banyak peserta dengan kemampuan yang lebih baik. Ingat! Itu hanya ayam fillet, dan tantangan sesungguhnya bukan ini, melainkan di galeri nanti, itupun jika kamu bisa mendapatkan apron dari Chef judges." Alia berujar.

Seketika Farah terdiam.

Alia tersenyum miring, berbalik arah dan segera meninggalkan Farah begitu saja. Mendekati para peserta lain yang juga sudah menyelesaikan tantangan.

***

Klek!!

Loka mendorong pintu apartemen setelah menempelkan access card nya terlebih dahulu.

Sebuah bagunan yang cukup luas. Terdapat sofa besar dengan desain mewah terletak di tengah-tengah ruangan, tak lupa dengan meja kaca berbentuk bundar, juga furniture yang terlihat sangat indah memenuhi setiap sudut ruangan yang akan pria itu tempati selama beberapa bulan kedepan.

Kakinya maju beberapa langkah, seraya mendorong koper besar miliknya, dan menutup pintu apartemen terlebih dulu, sebelum akhirnya dia menghempaskan diri pada sofa berukuran besar yang berada disana.

Brughh!!

Dia merebahkan punggungnya pada sandaran sofa, berusaha menormalkan rasa lelah yang sedikit Loka rasakan.

"Kembali lagi pada dunia. Dimana kamu berada di tempat ramai, namun selalu merasa sangat kesepian." Gumam Loka, seraya menatap langit-langit ruangan dengan cat abu-abu muda yang mendominasi.

Loka merogoh saku jaket yang masih melekat di tubuhnya, membawa sebuah benda berbentuk pipih keluar, dan segera menyalakannya untuk mengirimkan pesan kepada nomor sang ibunda tercinta.

"Loka baru saja sampai, Ma. Mau istirahat sebentar sebelum nanti sore bertemu dengan Alia dan Andrew."

Loka menekan tombol panah berwarna hijau, dan pesan itu segera terkirim, dengan tanda ceklis dua yang terlihat.

Setelah mengirimkan pesan itu Loka menonaktifkan ponselnya terlebih dulu, bangkit dari duduk, dan berjalan ke arah pintu kamar yang tertutup dengan rapat, berniat mengistirahatkan diri di dalam sana.

Loka membuka jaket, melemparkan benda itu ke sembarang arah, lalu kemudian menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur sana, dan mulai memejamkan mata dengan perasaan tenang.

Terpopuler

Comments

Tri Sulistyowati

Tri Sulistyowati

cowok baik ya

2023-07-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!