Chapter 02

Keesokan harinya.

Loka mendorong sebuah koper hitam berukuran besar, kemudian dia mengangkat ke atas tempat tidur, dimana sudah terdapat baju-baju dan segala macam kebutuhan yang sudah pria itu siapkan selama berada di Jakarta, untuk kemudian membukanya sampai kedua sisi benda itu terlihat dengan jelas.

Satu-persatu Loka memasukan apa saja yang mau dia bawa. Beberapa kemeja, kaos lengan pendek, celana jeans, dan perlengkapan-perlengkapan lainnya.

"Kapan kamu berangkat?"

Tiba-tiba saja suara sang ibu terdengar, membuat Loka segera menoleh ke arah suara, dan menatap Linda yang tengah berdiri di ambang pintu masuk kamar sambil tersenyum.

"Mama, bikin aku terkejut saja tiba-tiba ada disana? Kenapa tidak masuk? Kemarilah bantu aku memasukan baju-bajunya agar rapi." Ujar Loka seraya tersenyum samar dan menggerak-gerakan alisnya naik turun.

"Kenapa tidak minta tolong? Kamu sendiri yang mau mengerjakan ini sampai tidak bilang-bilang ke Mama." Linda mendekat.

Kemudian dia mendekat, dan ikut membantu Loka memasukan segala keperluannya.

"Tinggal di apartemen lagi?" Tanya Linda.

Loka tidak langsung menjawab, dia hanya asik menatap wajah Linda. Wanita yang sangat tegar, dan mampu membesarkan ketiga anaknya sendirian, saat pria yang sangat dia cintai pergi lebih dulu, karena sakit paru-paru yang sudah sangat lama dideritanya.

"Iya. Kan memang begitu biasanya juga. Itu sudah fasilitas dari sana kan? Aku hanya tinggal datang, dan bekerja sebagai juri seperti biasa." Jelas Loka.

Linda mengangguk.

"Satu hal yang harus selalu kamu ingat. Jangan pernah merasa karena kamu tinggal sendiri dan kamu bisa bebas. Tidak boleh ada perempuan yang masuk ke dalam apartemen kamu, mungkin konteksnya akan berbeda saat bersama teman-teman yang lain, yang tidak boleh itu hanya berduaan." Wanita itu memperingati.

Dia mengingat banyak hal. Salah satunya ketika sang putra digosipkan dengan beberapa perempuan, dan itu cukup membuatnya khawatir, apalagi bebasnya dunia entertainment sudah bukan hal tabu, mungkin tidak semua, tapi kebanyakan mereka menghalalkan segala cara. Sementara Loka diam, dia cukup menyesali apa yang sudah beredar di publik satu tahun belakangan. Privasinya sudah tidak ada lagi, meskipun kini Loka dan sang kekasih sudah lama putus, tapi tetap saja media selalu menyangkut pautkan mereka berdua tentang kabar, dan isu miring.

"Dan satu lagi! Jagalah citramu di hadapan semua orang."

Kening Loka menjengit, dengan raut wajah sedikit bingung atas apa yang baru saja ibunya katakan.

"Maksud Nama bagaimana?" Pria itu segera bertanya.

Linda menghela nafas, lalu menegakan tubuh dan menatap wajah putra pertamanya lekat-lekat.

"Bersikaplah lembut, jaga setiap ucapan kamu, dan biarkan masyarakat mengenalmu sebagai Loka yang baik. Bukan seorang yang suka berbicara ceplas-ceplos, ketus, dan tidak bersahabat. Kamu tahu tidak? Para pelanggang kedai Gwen dan Friska itu selalu bertanya, apa Kakaknya bersikap demikian di dunia nyata? Ya tidak masalah sih kalau hanya bertanya, tapi Mama cuma berpikir, bagaimana kalau semua wanita menganggap kamu adalah pria yang jahat dalam tata cara berbicara!" Setelah mengatakan banyak hal Linda kembali merapikan barang bawaan milik Loka ke dalam koper sana.

Loka terkekeh pelan.

"Ya memang harus begitu, Mam!" Kekehan Loka semakin terdengar kencang.

"Jika kamu berbicara dengan Mama, atau adik-adikmu kami akan merasa biasa saja, karena memang gaya bicaramu seperti itu! Tapi jika kamu berbicara sembarangan kepada kontestan, … mereka akan merasa sangat tersinggung!"

"Memangnya pernah ada yang bilang kalau mereka tersinggung? Aku sudah lima kali menjadi juri di sana belum pernah ada yang protes, justru aku melakukan ini untuk melatih mental mereka." Loka tampak tidak mau kalah.

Linda tidak kembali bersuara, dia hanya memfokuskan diri pada koper besar di hadapannya, menarik masing-masing resleting dari kedua belah sisi sampai tertutup dengan sangat rapat.

"Sudah selesai. Kamu bisa berangkat kapanpun kamu mau." Ucap Linda.

Raut wajahnya terlihat sedikit masam. Dan kekesalannya segera timbul saat Loka terus menjawab, seolah sedang membenarkan apa yang pria itu lakukan. Berbicara asal, memasang mimik wajah menyebalkan, dan menurut Linda, kelakuan Loka yang itu terlihat sangat menyebalkan.

"Sebelum kamera on. Itu kita di briefing dulu, apa yang harus kita lakukan, dan bagaimana aku harus bersikap. Jadi semuanya sudah diatur, kalau mereka tersinggung itu urusan mereka bukan urusan aku, seharusnya mereka tahu dong kalau ini shooting, lalu kenapa harus tersinggung?"

Loka menyentuh lengan ibunya, lalu dia menarik wanita itu, dan mendekap erat.

"Bagaimanapun penilaian orang lain. Aku tetap anak Mama, … dan tidak ada ibu yang melihat anaknya buruk. Mungkin ada beberapa ibu yang berlaku demikian, tapi aku yakin Mama tidak termasuk pada golongan tersebut. Mama adalah tipikal ibu, yang seburuk apapun aku melakukan kesalahan, tapi Mama akan menutupi aibku, sebagaimana Tuhan menutupi aib hamba-nya." Loka melembutkan suaranya.

Namun, Linda segera mencubit pinggang sang putra, sampai Loka mengaduh kesakitan, lalu mengusap-usap bekas cubitan Linda ketika rasa sedikit panas menjalar di area sana.

"Kamu ini kenapa sulit sekali untuk di kasih tau!"

"Ya memang inilah, Loka. Loka tetap Loka, tidak akan pernah menjadi orang lain."

Linda menghela nafas.

"Adik-adik sudah berangkat ke kedai?" Pria itu mengalihkan arah pembicaraan.

"Belum, mereka masih ada di kamarnya. Mungkin sebentar lagi, ini baru jam setengah sembilan, mereka akan pergi pukul sepuluh nanti." Jelas Linda.

Dia mengurai pelukan dari putranya, kemudian berbalik badan, dan berjalan ke arah luar diikuti Loka yang berjalan pelan dari belakang.

"Kamu berangkat pagi besok?" Linda bertanya.

"Iya, tidak apa-apa kan?"

Linda melirik Loka yang sudah berjalan di sampingnya.

"Tidak apa-apa, ada kedua adikmu." Tampaknya kali ini Linda berbesar hati. Karena ketentuannya memang seperti itu.

Klek!!

Salah satu pintu ruangan di rumah itu terbuka.

Dan tampaklah dua perempuan cantik, keluar dari dalam kamar bersamaan, berpakaian rapi dengan warna senada. Mereka mengenakan celana jeans hitam, dengan kaos lengan pendekat berwarna ungu muda.

"Abang belum berangkat?" Gwen bertanya.

Loka mengulum senyum, kemudian menganggukan kepala.

"Masih ada waktu sampai besok pagi, hari ini hanya berkemas saja, … agar besok tidak terburu-buru." Jelas Loka kepada salah satu adik kembarnya.

"Hemm, … kalau ada yang kelupaan sedikit berabe. Batam-Jakarta cukup jauh." Sambung Friska.

"Kalian pintar." Loka tertawa.

Mereka bertiga duduk di sofa ruang tengah. Sementara Linda berjalan ke arah ruangan paling belakang dimana area kamar asisten rumah dan dapur kotor berada.

"Abang? Berapa lama di Jakarta nanti?" Tanya Gwen.

"Mungkin dua sampai tiga bulan, kenapa?"

"Nggak. Aku cuma mau minta saran menu terbaru nanti untuk di kedai." Gwen menatap saudara kembarnya, kemudian tersenyum. Hal sama yang Friska lakukan, sampai keduanya selalu terlihat kompak.

Loka menatap keduanya bergantian.

"Maksudnya minta menu gimana?" Dia memperjelas ucapan dari adiknya.

"Iya, kita eksperimen bareng. Biar ada menu baru dan kedai kita berbeda dari kedai kebanyakan." Perempuan itu tersenyum gugup.

Apalagi saat Loka menatap ke arahnya dengan sorot mata tajam.

Tidak lama setelah itu Linda kembali, membawa satu nampang, dimana terdapat piring besar di atasnya.

"Mama bikin apa?" Loka langsung bereaksi, dan wajahnya tampak berbinar.

"Luti gendang."

Linda menjawab, kemudian dia membungkuk, meletakan nampan itu di atas meja, dan segera bergabung duduk bersama putra-putrinya.

"Kapan Mama bikin Luti gendang?" Kata Friska, seraya membawa roti berbentuk bulat berukuran kecil, dengan isian abon sapi.

"Yang bikin Mbak. Mama cuma minta di buatkan saja, sebelum kalian berangkat."

"Ah, … Luti bikinan rumah ini memang nggak ada duanya. Mau bikinan Mama, mau bikinan Mbak, rasanya sama. Sama-sama sangat sulit untuk dilupakan."

Loka meraih makanan berbentuk bulat tersebut, kemudian memakannya dengan lahap. Pun dengan Gwen dan Friska, sementara Linda hanya memperhatikan mereka dengan hati yang terasa lapang.

Terpopuler

Comments

💜 Cindy Cantik 💜

💜 Cindy Cantik 💜

thoorrrr ak habis jalan2 dari miguel dan unaa, trusss larii ksini pdhl udahh lmaaa gk ke NT 😍😍

2024-05-02

1

Farida Wahyuni

Farida Wahyuni

loka itu kalau bahasa bugis artinya pisang, kaka author.
apakah namanya menunjukkan gendernya secara terang2an hehehhe🤣🤣🤣

2023-07-09

1

Tri Sulistyowati

Tri Sulistyowati

novel ini lebih sepi ketimbang bang Bina. tapi tetap semangat ya kak

2023-07-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!