4. Nama yang Kusebut

Jam besar di ruang tengah terus berdentang. Hingga pukul dua belas tepat, jam besar itu mengeluarkan bunyi yang keras yang menandakan tengah malam sudah dimulai. Jika biasanya banyak orang sudah tidur dengan nyenyak di kamarnya, berbeda halnya dengan Clara yang saat ini masih terlihat mondar-mandir di ruang tamu.

Berkali-kali ia melihat ke arah pintu depan seperti tengah menunggu seseorang untuk datang.

Bodoh memang. Tadi pagi baru saja ia mengatakan dengan menggebu-gebu kalau ia tak akan mengurusi kehidupan pria itu. Tapi apa sekarang? Dia malahan terlihat sangat khawatir kala sang suami yang tak kunjung pulang.

Di ruang tamu yang gelap itu, Clara yang masih mondar-mandir dengan tatapan cemas. Entah kenapa ia harus merasakan hal seperti ini pada orang yang sama sekali tak menganggapnya ada. Padahal lebih baik dia tidur saja di kamarnya dengan tenang.

Bukankah pria itu sendiri yang mengatakan padanya untuk tak mengurusi kehidupan pribadinya? Tapi, kenapa sekarang ia malah seperti ini? Ada apa dengannya?

“Ini benar-benar aneh. Kenapa aku harus peduli padanya? Tapi, ini sudah sangat larut. Kenapa pria itu belum pulang juga, sih? Apa mungkin dia lembur di kantor? Atau jangan-jangan dia malah pergi main bersama wanita lain?” gumam Clara.

Clara menghela napas kasar.

“Lebih baik aku pergi tidur di kamar, daripada menunggu enggak jelas seperti ini,” gumam Clara seraya berjalan menaiki tangga.

Namun, baru langkah kakinya menaiki tangga ketiga, tak lama langkahnya terhenti. Entah kenapa, hatinya jadi goyah untuk tak menunggu suaminya itu pulang ke rumah. Apakah ini perasaan seorang istri ketika suaminya tak kunjung pulang ke rumah?

Clara kembali berjalan ke ruang tamu dan duduk di sana. Ia menggigit jarinya untuk berpikir apakah ia harus tidur saja atau menunggu Keenan pulang.

“Aku akan menunggunya satu jam lagi saja. Kalau dia belum datang juga. Aku akan langsung ke kamar dan tidur,” gumam Clara.

Namun, karena rasa kantuknya yang cukup berat. Perlahan ia mulai menutup matanya.

Suara musik berdetum dengan keras. Lampu disko berkelap-kelip seiring dengan lincahnya tubuh orang-orang yang menari di tengah ramainya sebuah klub. Para wanita dengan pakaian yang seksi bergelimangan di klub itu. Ramainya keadaan di tengah ruangan klub itu, tak seperti keadaan salah satu ruangan yang terlihat tak seramai di luar.

Di ruangan itu, terlihat empat pria tampan tengah menikmati minuman di depan mereka. Ketiga pria itu terlihat bersama dengan wanita yang mereka sewa. Namun, berbeda dengan seorang pria yang terlihat hanya sendirian saja.

“Tumben Tuan Muda Gibson tak mau ditemani,” sindir seorang pria dengan rambut blondenya, Vincent Radi Wyman.

“Hei, Vincent. Jangan gitum dong. Tuan Muda ini sudah menikah. Makanya dia tak mau bermain dengan wanita lain selain istrinya sendiri,” celetuk seorang pria dengan mata kucingnya, Rafael Noman Xavier.

“Kalian berdua, sudahlah. Jangan mengganggu Keenan terus,” sela Darel.

Sedangkan yang dibicarakan hanya diam saja menyesap minuman di tangannya. Ketiga sahabatnya itu memandang ke arah dirinya dengan bingung.

“Kau memikirkan istrimu?” tanya Darel tiba-tiba.

Sontak Keenan melebarkan matanya saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan padanya.

“Apa?! Jangan ngaco, Darel. Aku memikirkannya? Cih, sedetik pun aku tak ada memikirkan wanita itu,” sanggah Keenan.

Keenan lalu bangkit dari duduknya. Membuat ketiga pria itu langsung memandang ke arahnya.

“Kau mau ke mana, Keenan?” tanya Rafael.

“Keluar,” jawab Keenan dingin seraya keluar dari ruangan itu.

Ketiga pria itu langsung saling berpandangan, terutama Vincent dan Rafael yang cukup terkejut. Detik kemudian keduanya bertepuk tangan dengan keras. Mereka tahu yang dimaksud keluar oleh Keenan adalah ia ingin menyewa perempuan dan membawanya ke ranjang.

“Wah, itu namanya Tuan Muda Gibson!” ujar Vincent.

“Kau benar. Aku sempat mengira jika Keenan lagi terkena penyakit makanya tak mau didekati oleh wanita,” timpal Rafael.

Darel hanya diam saja. Ia sangat tahu jika Keenan saat ini hanya ingin menghindari pertanyaan darinya tadi. Dari ketiga sahabat Keenan, dialah yang paling mengenal Keenan, karena dia dan Keenan sudah mengenal sejak mereka masih kecil.

Di luar ruangan, Keenan tengah berjalan menuju sebuah kamar yang telah ia pesan. Ia membuka kamar itu dan melihat wanita yang sudah ia sewa. Wanita itu cukup cantik, apalagi tubuhnya yang sintal tampak jelas dengan lingerie yang dikenakan olehnya. Lingerie itu terlihat sangat transparan hingga memperlihatkan pakaian dalamnya.

Wanita itu berjalan dengan langkah cepat ke arah Keenan. Tatapan menggoda ia berikan pada Keenan.

“Saya tak menyangka akan digunakan oleh Tuan Muda Gibson. Bahkan tak dibayar pun saya akan tetap mau. Tuan Muda Gibson adalah impian saya,” ucapnya sambil mengelus dengan sensual dada Keenan.

Sayangnya hal itu tak bisa membuat seorang Keenan terangsang. Bahkan saat wanita itu sudah telanjang bulat di depannya pun tak bisa membangkitkan nafsu birahi dari seorang Keenan.

Entah kenapa tiba-tiba ia melihat wanita di depannya itu seperti Clara. Hal itu membuat Keenan bingung. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

“Tuan Muda, Anda kenapa?”

Wanita itu memegang dada Keenan kembali. Keenan membuka matanya. Tatapan terkejut ia perlihatkan kala di depannya saat ini benar-benar Clara.

“Clara?” panggil Keenan

Wanita itu memandang bingung pada Keenan. Kenapa tiba-tiba malah menyebutkan nama wanita lain?

Keenan berjalan mendekati wanita itu. Saat ia ingin menciumnya, sontak wajah Clara yang kembali muncul di hadapannya. Ia langsung saja mendorong tubuh wanita itu dan langsung beranjak pergi.

“Tuan Muda! Anda mau ke mana?!”

Keenan tak menggubrisnya. Ia hanya melemparkan sejumlah uang yang banyak pada wanita itu dan keluar dari sana.

Keenan berjalan masuk ke dalam mobilnya. Pikirannya jadi kacau saat ini. Bagaimana bisa ia malah melihat wajah Clara tadi? Lebih herannya lagi, kenapa ia tiba-tiba malah terangsang saat melihat wajah Clara?

“Akh! It is crazy! Really really crazy. Aku sepertinya sudah tak waras saat ini. Apa mungkin karena aku banyak minum? Bagaimana bisa aku melihat wajah gadis pengganti itu di depanku?” gumam Keenan dengan wajah yang penuh amarah.

Ia menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya. Padahal ia niatnya tak pulang ke rumahnya saat ini. Ia tak ingin bertemu dengan Clara. Entahlah, perasaannya jadi tak karuan saat bertemu dengan Clara. Ia sangat marah melihat wanita itu. Tapi, entah mengapa ia juga ingin melihat wajahnya. Ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang terjadi.

Saat ini ia sedang menjalankan mobilnya menuju rumahnya itu.

Keenan memakirkan mobilnya dan segera masuk ke dalam rumahnya. Tentu saja ia ada kunci cadangan rumahnya itu, sehingga ia tak perlu menekan bel untuk masuk.

Saat masuk ke dalam rumahnya, langkahnya tiba-tiba saja terhenti. Tatapan Keenan lurus ke depan.

Tepatnya ke arah seorang wanita yang tengah terbaring dengan lelap di atas sofa ruang tamu.

Entah kenapa, ia malah terpaku dengan wanita itu. Kakinya seakan tak ingin beranjak dari sana. Ia terus saja memandangi dengan lama wajah wanita yang tertidur dengan tenang itu.

Keenan meneguk ludahnya dengan susah payah. Perasaan yang sulit diartikan tiba-tiba mendesak dirinya. “Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku bisa seperti ini hanya karena wanita itu?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!