3. Tak Dianggap

Tak Dianggap

Sinar matahari mulai masuk ke dalam celah sebuah kamar. Seorang wanita terbangun dari tidurnya.

“Auw! Shh!” Wanita itu memekik kala merasakan di sekujur tubuhnya. Apalagi bagian bawah sana yang terasa cukup perih.

Ia kembali mengingat pergumulan panas antara dirinya dan suaminya tadi malam. Hal itu sontak membuat pipinya terasa panas.

“Hentikan itu, Clara! Jangan memikirkan malam itu lagi. Itu bukan malam pertama dari suami istri. Karena Keenan tak menganggapku sebagai istri saat malam itu. Dia lebih memandangku seperti wanita murahan. Heh, kalau gitu, aku ini benar-benar murah yah,” gumam Clara dengan senyum yang miris.

Ia tentunya mengingat semua perkataan suaminya malam itu. Di mana suaminya memperlakukannya bak seorang wanita murahan yang bisa dipesan kapanpun diinginkan. Oleh sebab itu, Clara tak. Merasakan kelembutan dari kegiatan panas itu. Yang ada hanyalah kesakitan di fisik dan psikisnya.

Clara menghela napas kasar. Ia berusaha untuk tak menangis meratapi nasib buruknya. Dengan perlahan ia menuruni ranjang karena tubuhnya yang benar-benar letih. Malam itu, Keenan bak serigala kelaparan yang terus memakan tubuhnya walau ia sudah mengatakan untuk berhenti. Pria itu seperti sengaja menulikan pendengarannya.

Dengan tertatih-tatih ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Saat ia berdiri di depan cermin, ia bisa melihat sekujur tubuhnya yang penuh dengan bercak merah keunguan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan suaminya itu yang sangat ganas malam itu.

Tak mau terlalu berlama-lama, sekitar dua puluh menit akhirnya Clara baru keluar dari kamar mandi. Segera ia berjalan menuju ke arah ruang ganti. Tatapan takjub ia perlihatkan kala melihat isi di ruang ganti yang penuh dengan pakaian dari bermacam merek terkenal. Tentu saja harganya akan sangat mahal. Clara jadi tak enak memakainya. Tapi ia juga tak membawa pakaian dari rumahnya. Jadi, dia akan memakai salah satunya pakaian di sana.

Clara memilih dress berwarna peach yang berukuran sedikit di atas lutut. Ia membiarkan rambutnya tergerai bebas. Setelahnya, ia langsung beranjak keluar dari kamarnya itu.

Ia sempat berpikir mungkin Keenan sudah berangkat ke kantornya. Justru pria itu saat ini ada di meja makan dengan secangkir kopi di depannya. Pria itu terlihat serius menatap ke arah iPad di tangannya. Ia yakin jika itu pasti tentang bisnis.

Dengan perlahan ia berjalan menuju meja makan dan duduk di sana. Ia kembali menatap ke arah Keenan yang masih fokus ke layar iPad-nya.

“A-Apa kau sudah sarapan?” tanya Clara dengan hati-hati.

“Aku tak biasa sarapan pagi-pagi. Lagipula aku udah bilang kalau kau tak perlu bersikap selayaknya seorang istri padaku. Karena aku tak akan pernah menganggapmu seperti itu. Aku tak akan pernah mencintai seorang pengganti. Kau harus mengingat hal itu,” desis Keenan

Clara diam mematung di tempatnya. Kata-kata Keenan sungguh membuat jantungnya ditusuk ribuan jarum. Walaupun ia tak ada rasa pada pria itu, tapi siapa saja yang mendapatkan perkataan seperti itu pastinya akan merasakan sakit yang luar biasa. Suami mana yang akan menghina istrinya sebegitunya. Itulah Keenan, sosok yang tak akan pernah menganggapnya ada.

Keenan bangkir dari duduknya. Ia berjalan melewati Clara begitu saja.

“Oh ya! Perlu kau ingat juga. Jangan pernah kau mengurusi hidupku. Karena aku tak mau urusan pribadiku diganggu oleh orang asing. Aku juga tak akan peduli jika kau memberitahukan hal ini pada Mama,” sarkas Keenan seraya kembali berjalan meninggalkan rumah.

Clara hanya diam saja dengan rahang yang mengeras. Terlihat pula matanya yang memerah. Hatinya terasa remuk dengan perkataan suaminya sendiri. Pada akhirnya ia tahu jika hal ini pasti akan terjadi.

Clara berjalan untuk membereskan bekas cangkir suaminya itu. Baru saja ia ingin pergi ke dapur, sebuah suara memanggil dirinya.

“Nona Clara!”

Clara menolehkan wajahnya pada sosok pria dengan jas hitamnya. “Ya, ada apa?” tanya Clara

“Ini, Tuan Muda memberikan ini untuk Nona. Katanya disuruh cepat minum,” jelasnya

Clara melihat bungkusan berwarna coklat itu. Ia mengambil bungkusan itu. “Terima kasih,” balas Clara

“Sama-sama Nona. Saya permisi dulu,” pamitnya seraya beranjak dari hadapan Clara.

Selepas perginya pria itu, Clara membuka bungkusan itu dan mengambil isinya. Matanya langsung melebar kala mengambil isi dari bungkusan itu. Hatinya kembali terasa remuk. Bahkan, air matanya turun dengan deras membasahi wajahnya.

“Dia bahkan sampai tak mau kalau aku punya anak darinya hingga dia menyuruhku untuk meminum pil penunda hamil ini. Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Lagipula aku tak berniat hamil anakmu,” lirih Clara

Ia menuang air minum di gelas dan segera meminum obat itu. Senyum lirih terlihat di wajahnya.

Impianku untuk hidup bahagia. Punya pendidikan yang tinggi. Punya keluarga yang baik. Hanyalah impian belaka saja. Aku tak akan pernah memiliki keduanya ~ batin Clara

Seorang pria baru saja memasuki ruangannya. Ia duduk di kursi kerjanya. Baru saja ia akan mulai fokus pada pekerjaannya itu, seseorang baru saja menekan bel pintu ruangannya.

“Tuan, ini aku Darel!”

Keenan mengambil sebuah remot kecil untuk membuka pintu ruangannya itu. Ruangannya memang seperti itu. Oleh karena itu, tak sembarang orang bisa masuk ke dalam ruangannya.

Saat pintu ruangannya terbuka, sosok pria tampan dengan jas biru mudanya memasuki ruangannya. Sosok bernama Darel Intezar. Atau lebih tepatnya adalah sahabat dari Keenan.

Darel berjalan masuk dengan beberapa berkas di tangannya. “Tuan, kau bekerja hari ini ternyata. Saya pikir anda tak akan bekerja. Ini kan masih hari pernikahan anda,” ujar Darel sambil menaruh berkas itu di depan Keenan.

Keenan langsung menatap dingin pada pria di depannya itu. “Aku sudah bilang padamu untuk tak menggunakan bahasa formal ketika berdua denganku. Lagian kau harusnya tau sendiri kenapa aku harus bekerja hari ini. Kau pikir aku menerima pernikahan itu. Tentu saja tidak,” tukas Keenan dengan jengah.

Darel menghela napas kasar. “Tapi sepertinya dia wanita yang baik-baik. Tak seperti kakaknya itu. Dia juga terlihat sangat muda. Aku yakin dia beda jauh denganmu soal umur,” timpal Darel

“Dia beda tujuh tahun denganku,” balas Keenan yang mulai mengerjakan pekerjaannya itu.

Meja kerjanya digebrak oleh Darel. Membuat Keenan cukup terkejut dengan yang dilakukan oleh sahabatnya itu.

“Apa?! Tujuh tahun?! Aku enggak menyangka akan sejauh itu. Itu berarti umurnya baru 19 tahun. Wahh, kau benar-benar seperti seorang pedofil saat ini karena menikahi anak kecil,” ejek Darel

“Hei, aku enggak setua itu kali. Lagian, ini juga bukan keinginanku. Menikah dengan keluarga Lyman hanyalah sebuah kesialan bagiku. Aku tak pernah menginginkan hal ini. Karena mereka, aku jadi harus malu di depan banyak orang kemarin,” geram Keenan

“Itu emang salah sih. Bagaimana bisa dengan seenaknya mereka main ganti pengantin gitu? Aku yakin deh jika kakaknya itu kabur dengan pacarnya itu. Aku jadi kasihan dengan adiknya yang harus menggantikannya,” timpal Darel

Keenan mengeryitkan dahinya. “Apa maksudmu? Dia tak mungkin rugi menikah denganku. Malahan dia mendapatkan banyak keuntungan tau. Keluarganya jadi terselamatkan. Dia juga bisa menjadi bagian dari keluarga Gibson. Keluarga yang paling dihormati di kota ini,” tandas Keenan

Darel hanya bisa senyum saja menanggapi sikap Keenan yang akan tetap sombong setiap harinya. Karena sepertinya tak ada gunanya membicarakan masalah pernikahan dengan pria itu.

“Udahlah, kita jangan membicarakan hal itu lagi. Oh ya, apa malam ini kau mau pergi ke klub bersamaku?” ajak Darel

Senyum miring terlihat di wajah Keenan. “Tentu saja! Aku butuh sebuah refreshing. Aku juga tak mau bertemu dengan wanita itu,” jawab Keenan

Jam besar di ruang tengah terus berdentang. Hingga saat pukul dua belas tepat, jam besar itu mengeluarkan bunyi yang keras. Yang menandakan tengah malam sudah dimulai. Jika biasanya banyak orang akan tidur dengan nyenyak di kamarnya, beda halnya dengan wanita yang saat ini masih terlihat mondar-mandir di ruang tamu.

Bahkan berkali-kali ia melihat ke arah pintu depan seperti tengah menunggu seseorang untuk datang. Dia adalah Clara, yang sedari tadi menunggu suaminya pulang.

Bodoh memang. Karena tadi pagi baru saja ia mengatakan dengan menggebu-gebu kalau ia tak akan mengurusi kehidupan pria itu. Tapi apa sekarang? Dia malahan terlihat sangat khawatir kala sang suami yang tak kunjung pulang.

Entah apa yang ia lakukan saat ini. Padahal sebaiknya ia langsung saja tidur di kamarnya dengan nyaman. Tanpa perlu bersusah payah menunggu pria itu pulang.

“Kenapa aku cemas gini yah? Kenapa aku malah repot-repot menunggu pria itu? Aku yakin dia juga tak akan mungkin memperdulikan yang aku lakukan. Tapi, aku ini tetap istrinya kan. Aku pernah membaca jika seorang istri tak boleh tertidur jika suaminya belum pulang ke rumah. Tapi, kenapa sampai saat ini pria itu belum pulang juga? Dia ke mana sih? Apa masih di kantornya?” keluh Clara yang berpikir keras sambil menggigit jarinya.

Ia kembali berjalan mondar-mandir untuk mencari tahu di mana keberadaan suaminya itu.

“Aku bahkan tak ada nomornya. Bagaimana mungkin aku memintanya jika pria itu saja bersikap dingin padaku? Pada siapa aku harus bertanya saat ini? Tak mungkin juga aku meminta pada Mama. Aku tak mau Mama sampai khawatir dengan kami. Mama sudah sangat baik padaku,” gumam Clara

Ia terus saja berpikir apakah ia harus tidur duluan atau tetap menunggu Keenan pulang. Padahal sadari tadi ia sudah menguap karena rasa kantuknya itu.

Terpopuler

Comments

Harlina Mami

Harlina Mami

cerita x cukup bagus

2023-06-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!