Bab 5

“Leon,” lirih Anna pelan berharap Leon menyadari keberadaannya. Anna memegangi jantungnya yang seperti diremas-remas hingga berdetak tak sesuai. Rasa sakit ini kian menghantamnya, Anna menarik nafasnya pelan dia tidak boleh peduli dengan Leon dan perempuan itu. Anna harus sadar, Anna harus ikhlas kalau dirinya hanyalah istri kontrak yang bertugas melahirkan anak Leon.

“Tutup mata lo, lo kuat Anna.” Anna ingin menutup matanya tapi tidak bisa, pemandangan itu sangat menyakitkan untuknya. Anna berusaha untuk menerima, tapi semuanya sulit seperti bertolakbelakang dengan keinginannya.

Anna berjalan perlahan sambil menundukkan kepalanya. Ketika melihat Leon yang memejamkan matanya membuat hati Anna sakit, Leon terkesan pihak yang paling diuntungkan.

“Lo sepupunya Leon?” tanya Isha sembari merapikan bajunya yang terbuka.

Anna memalingkan wajahnya tidak ingin melihat itu. Anna ingin menjawab tidak dan mengatakan bahwa dirinya istri Leon, tapi Anna tidak mau ambil resiko. “I--ya!”

“Sorry ya, gue gak tahu ada lo tadi pasti lo liatin kita dari tadi ya? Leon memang keterlaluan, gak tahu tempat mentang-mentang rumahnya,” jelas Isha seolah memanasi Anna.

“Gue Isha, orang terpenting di hidup Leon.” Isha sengaja menekan kata terakhirnya.

Anna menundukkan kepalanya menahan tangis. Jadi, perempuan ini adalah pacar Leon pantas saja dia membuat kontrak dengannya. Anna sadar, mungkin dirinya adalah benalu sekarang. “Anna.”

Isha menganggukkan kepalanya. Alis Isha terangkat saat melihat mata Anna yang sembab, Isha tersenyum miring melihat Anna yang seperti menyembunyikannya. “Lo cemburu, ya?”

Anna menatap lurus Isha. Anna segera menggelengkan kepalanya. “Tidak!”

Isha terkekeh pelan. “Mata lo gak bisa bohong sama gue, Anna.”

Anna segera mengusap kedua matanya menghilangkan sisa air matanya di sana. Anna tidak boleh membuat curiga Isha, sebenarnya Anna sakit saat Leon menganggapnya sepupu dibanting istri. “Aku gak ada perasaan sama Leon, lagian dia sepupu aku.”

“Leon memang anggap lo sepupu, tapi lo seperti mengharap perasaan dari Leon.” Isha memegang pipi Anna kuat.

Anna meringis pelan. “Itu gak benar, aku memang gak ada perasaan sama Leon, lagian aku sudah mempunyai kekasih.” Bohong Anna.

“Kekasih?” Isha meneliti Anna dari atas sampai bawah. “Modelan ****** kayak lo laku juga?”

Seumur hidup baru sekarang Anna dibilang ******. Lantas siapa dia? Dia yang enaknya bercumbu dengan suami orang apakah itu bisa disebut ******? Anna menepis kasar tangan Isha.

“Leon cuman milik gue. Lo ambil dia, lo harus berurusan sama gue.” Isha mencekal lengan Anna.

Anna tidak memperdulikan perkataan Isha, dia melirik Leon yang tertidur di sofa. Dia sepertinya sangat menikmati permainan tadi, Anna berdecih pelan. Anna ingin melupakan kejadian tadi dan Anna tidak ingin mengingatnya.

Anna menyandarkan tubuhnya di pintu. Anna menumpahkan semua tangisannya di sana, Anna tidak kuat dengan semua ini. Anna ingin menyerah saja, Anna ingin menjalankan kehidupan tanpa luka dan rasa sakitnya lagi.

“Kenapa kamu pergi.” Anna menggenggam erat kalung bunga matahari miliknya.

Anna menendang lantai sembari menarik rambutnya kasar. Nafas Anna memburu, Anna memegangi dadanya yang berdenyut nyeri lalu mengambil beberapa obat dari laci dan langsung meminumnya.

“Bawa aku bersamamu.” Lalu Anna memejamkan matanya damai, setidaknya semua ini hanya mimpi dan Anna tidak akan kecewa.

Pagi harinya seperti biasa Anna memasak di dapur bersama maid di sana. Anna membuat Ayam kecap kesukaan Leon, Anna tahu masakannya tidak akan pernah dimakan oleh Leon, tapi Anna ingin memasaknya untuk dirinya sendiri.

Anna menata makanan di meja lalu mengambil piring dan menaruhnya di sana. Dilihatnya Leon yang baru turun dari kamarnya sambil memutar-mutar kunci motornya.

Anna hanya diam tidak berniat untuk memanggil Leon. Bayang-bayang kejadian semalam masih ingat dipikiran Anna, Anna masih kecewa dan dia tidak ingin Leon tahu itu.

Tumben sekali Anna tidak memanggilnya, bahkan semalam pun dia tidak tidur di kamarnya. Biarlah, Leon tidak memperdulikan semua itu.

“Lo masak lagi? Gue udah bilang masakan lo gak layak gue makan!” ujar Leon sembari menghampiri Anna.

“Aku gak suruh kamu memakannya.” Anna mengambil kotak bekal, kemudian memasukan beberapa makanan ke dalam sana.

Leon membuka matanya terkejut, berani sekali dia menjawabnya sekarang. “Lo udah berani sekarang ya, gak inget sama peraturan lo?!”

Anna ingat betul semua peraturan dalan kontrak tersebut. Tapi Anna masih kecewa kepadanya, Anna tidak peduli dengan semua perkataan Leon sekarang. “Aku masih mengingatnya.”

Pagi ini Anna terlihat berbeda di matanya. Biasanya Anna selalu mengoceh setiap pagi, tapi sekarang dia hanya diam. Leon penasaran dengan perubahan Anna.

“Lo udah ketemu sama Isha?” tanya Leon.

Anna menganggukkan kepalanya. ‘Aku juga liat kamu berciuman dengannya Leon,’ lanjut Anna dalam hati.

“Aku berangkat dulu Leon.” Anna meraih tangan Leon lalu menciumnya.

Hati Leon berdesir saat merasakan ciuman Anna di tangannya. Leon menatap tangannya lalu mengusapnya pelan, rasa ini seolah telah lama ada tapi kenapa Leon tidak mengingatnya. Anna sangat misterius menurutnya, Anna berbeda dan Leon baru menyadarinya.

Sepulang sekolah kemarin Leon tidak bertemu dengan Anna, bahkan Isha pulang pun Leon tidak tahu. Saat pulang sekolah kepala Leon pusing dan langsung tertidur di sofa semalaman, padahal kemarin dia tidak beraktivitas apapun hanya makan di restoran bersama Isha.

“Dia kenapa?”

***

Anna memasuki ruang OSIS sambil membawa bunga matahari kesukaannya. Anna mengunci pintu dari dalam, kemudian mendudukkan dirinya di kursi. Ini adalah tempat keluh kesal Anna, di sini dia bisa mengeluh tanpa ada yang mendengarnya selain Tuhan.

Anna mengambil kaca dari laci mejanya. Anna menatap matanya yang sembab dan menghitam di bawahnya, Anna terlalu memikirkan kejadian semalam hingga membuatnya sulit untuk tidur.

“Banyak banget beban hidup lo, Na.” Anna menyentuh matanya pelan lalu mengambil sesuatu di sana.

Anna menyunggingkan senyumnya. Benda ini yang menyembunyikan kepribadian dirinya, benda inilah yang menutupi siapa dirinya. Anna terpaksa, Anna tersiksa, Anna ingin mengakhirinya. Anna ingin bahagia tanpa benda ini yang selalu menempel padanya.

“Mama ... Papa, Anna akan berusaha.”

Mendengar ketukan dari luar, buru-buru Anna menempelkan benda itu pada matanya lagi. Anna membuka pintu, dilihatnya Kepala Kesiswaan yang berdiri di sana.

“Pak,” Anna mencium tangan pak Harto lalu mempersilahkannya masuk.

“Anna ini ada berkas yang harus kamu antarkan ke sekolah tetangga. Tentang acara bulan depan yang kita rencanakan mereka setuju, kamu antarkan berkas ini pastikan Kepala Sekolah menandatanganinya.” Pak Harto membiarkan berkas itu kepada Anna.

Sekolah Anna akan mengadakan bazar dan beberapa lomba bulan depan. Sekolahnya mengajak setiap Sekolah tetangga untuk ikut andil dalam acara tersebut, termasuk SMA Kalingga.

“Baik Pak akan saya antarkan sekarang.”

“Hati-hati.”

Setelah Pak Harto pergi. Anna kembali masuk lalu mengambil tas ranselnya dan bunga mataharinya. Anna memasukan berkas tersebut kedalam map besar miliknya. Anna akan bertemu dengan Leon lagi, dan pastinya ada Isha di sana.

“Gue anterin lo, ya?” tawar Kenzo. Kenzo sempat mendengar pembicaraan Anna bersama pak Harto tadi.

Anna menggelengkan kepalanya. “Jangan Ken, lagian ini masih jam belajar, aku gak mau kamu bolos.”

Kenzo mendengus kesal. “Gak papa lah, sekali-sekali gue bolos bosen pinter mulu.” Kenzo termasuk murid yang pintar dalam bidang akademis setelah Anna. Kenzo dan Anna selalu mewakili sekolah mereka untuk setiap perlombaan misalnya, Lomba sains dan lainnya.

Anna terkekeh pelan. “Gak usah Ken, lagian aku bawa sepeda.”

“Lama sampainya kalo pakai sepeda Na, gue gak mau Princess gue kepanasan. Bareng gue ya, please?” pinta Kenzo memelas.

Terpaksa Anna menganggukkan kepalanya. Daripada masalahnya panjang lebih baik dia mengiyakan permintaan Kenzo.

Anna memegang erat pundak Kenzo. Benar kata Kenzo, hari ini cukup panas melibihi kemarin. Anna menikmati setiap angin yang berhembus, rasanya segar dan menyejukkan.

“Lo kayak seneng banget Na?” tanya Kenzo dari balik helmnya.

Anna menatap Kenzo dari kaca spion. “Hmm, udaranya sejuk banget Ken, nenangin gitu.”

Kenzo sengaja menjalankan motornya pelan. “Kebiasaan banget, lo gak tahu Na kalo bawa motor pelan itu kayak ada yang kurang.”

“Ya tinggal cepetin aja,” kata Anna.

“Gue gak mau lo kenapa-napa Na.” Kenzo mengambil tangan Anna lalu melingkarkan di perutnya.

Anna terdiam sesaat, kemudian mengeratkan pelukannya. “Jangan terlalu jauh Ken, kamu akan sakit.”

***

Kenzo memarkan motornya sebentar, kemudian menghampiri Anna di gerbang depan.

“Kenapa belum masuk?” tanya Kenzo.

“Gerbangnya dikunci,” jawab Anna sembari menunjuk gerbang di depannya.

Kenzo melihat arah tunjuk Anna, benar gerbangnya dikunci. “Bentar, gue panggil satpam dulu.”

“Pak,” panggil Kenzo sembari mengetuk pintu gerbang.

Beberapa menit kemudian, gerbang tersebut terbuka. “Kalian ini siapa ya?” tanya satpam itu kebingungan, pasalnya seragam sekolah mereka berbeda.

“Kami dari SMA Garuda Pak, kami ingin bertemu kepala sekolah,” ujar Anna menjelaskan.

Terlihat satpam itu menganggukkan kepalanya. “Oh begitu, mari masuk.”

Anna dan Kenzo membungkuk pamit. Mereka memasuki sekolah tersebut, lingkungannya nampak sepi mungkin pembelajaran sudah dimulai. Anna berjalan pelan di samping Kenzo, hati Anna berdebar kuat, bagaimana jika nanti dia bertemu dengan Leon pasti Leon bertanya-tanya pada dirinya dengan sikap tadi di rumah.

“Ruang kepala sekolahnya dimana?” Anna merutuki dirinya yang tidak sempat bertanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!