“Genit ya lo!”
Refleks Anna membalikan badannya. “Leon?!”
Anna tidak menyadari jika Leon di belakangnya tadi. Anna meringis takut kalau Leon marah padanya, bagaimanapun ia istri Leon walaupun pernikahan kontrak.
“Jadi ini sifat busuk lo, lo ternyata genit juga. Caper sana-sini, sok perhatian, busuk lo!” Leon tersenyum miring.
Hati Anna terasa sakit mendengarnya. Semua ini tidak seperti yang Leon bayangkan, dia dan Kenzo memang terbiasa saling perhatian hanya saja Kenzo menyalahkan arti perhatian Anna.
“Ini gak seperti yang kamu bayangkan Leon, aku--”
“Banyak bacot lo! Lagian gue gak peduli, mau lo Deket sana waria pun terserah lo!” Leon berdecih pelan sembari meninggalkan Anna.
Anna hendak mengejar Leon, namun tangannya dicekal oleh Kenzo. “Lo kenal sama Leon?”
Anna bingung harus menjawab apa, ingin mengatakan yang sebenarnya takut Leon marah. “Nggak, dia---” Anna tidak melanjutkan ucapannya dia langsung pergi mengejar Leon.
“Leon!” seru Anna sembari menghampiri Leon yang duduk di bawah pohon.
Leon menatapnya sekilas lalu memalingkan wajahnya. “Apaan?! Lo mau jelasin, gak usah! Lagian gue gak peduli siapa cowok itu.”
Anna meremas jarinya gelisah. “Aku sama dia gak ada hubungan apa-apa Leon.”
“Gak nanya!”
Anna bingung sekarang, dari ekspresinya Leon seperti marah tapi jawaban Leon seolah mengartikan jika dia memang tidak peduli.
“Leon, maaf.” Anna menundukkan kepalanya.
“Berisik!” pekik Leon. Leon menghampiri Anna yang berdiri beberapa langkah di depannya.
“Lo cuman orang asing, tahu orang asing? Kita sama-sama asing. Jadi lo jangan beranggapan seolah kita punya hubungan.” Leon berlalu begitu saja.
Fakta itu sangat menyakitkan hati Anna. Jadi, selama satu tahun lamanya dia akan menjadi orang asing di hidup Leon, sanggupkah Anna menjalaninya. Anna begitu lemah dengan hatinya, dirinya bisa saja jatuh cinta kepada Leon, Anna tidak siap jika harus mengalami rasa sakit itu nanti.
“Ya, kita adalah dua orang asing yang disatukan dalam ikatan sakral, yang sialnya membuat gue berangan tinggi.” Anna mengusap air matanya lalu pergi dengan kesedihannya.
Sesampainya di kelas, Anna mengambil ranselnya lalu merapikan laptopnya. Setiap hari Anna selalu membawa laptop untuk keperluan kegiatannya. Sekarang Anna harus ke ruang osis untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda, mungkin hari ini dia akan pulang telat.
“Kenzo?” panggil Anna.
Kenzo berdiri dari duduknya dia langsung menghampiri Anna. “Lo belum pulang?” tanya Kenzo.
Anna menggelengkan kepalanya kemudian menarik kursi lalu duduk di sebelah Kenzo. “Belum, ada tugas yang belum aku kerjain Ken, kalo mau pulang, pulang aja aku gak papa.”
Kenzo menggelengkan kepalanya sembari menghampiri Anna. “Gue akan tunggu lo sesuai janji gue sama lo.”
Anna menghela nafas berat. Melawan Kenzo sama saja membuat masalah, sekeras apapun Anna menolak, sekeras itupun Kenzo berusaha.
“Soal cowok tadi ....” Kenzo sengaja tidak melanjutkan perkataannya berharap Anna mengerti maksudnya.
“Maaf Ken, aku tidak ingin membahasnya.” Anna sedang tidak mood untuk membahas Leon, apalagi kata-kata Leon tadi sangat menyakitinya.
Anna sadar dia hanya istri sementara untuk melahirkan anak lalu meninggalkannya.
“Iya. Ayo gue bantuin Na.”
***
Anna memarkirkan sepedanya. Hari sudah malam, Anna berharap Leon sudah tidur dengan begitu dia tidak akan marah padanya. Jika Kenzo tidak membantunya mungkin Anna masih belum pulang sekarang.
“Puas jalan-jalannya?” Leon menyalakan lampu sambil menatap tajam Anna.
Anna tersentak kaget, dia menundukkan kepalanya takut. Entah mengapa ketika dia berhadapan dengan Leon rasa takutnya semakin tinggi.
“Aku ada tugas Leon, kita tidak jalan-jalan,” jawab Anna dengan suara bergetar.
“Kita? Jadi lo seharian sama dia. Wah, selain genit lo nyosor juga ternyata.” Leon tersenyum sinis.
Anna hanya diam. Anna ingin menyangkalnya tapi omongannya tidak mungkin Leon percaya, Anna hanya bisa diam sambil menerima hinaan Leon.
“Tidak Leon, aku--”
“Halah banyak bacot lo! Dengar Anna, gue gak mau ambil resiko kalo semisal bokap sama nyokap gue tahu. Lo gak mau citra lo buruk, kan Anna? Jadi jangan macem-macem atau lo habis sama gue!” ancam Leon sembari mencengkram dagu Anna.
“Lepas--- Leon ... Sakit!” Anna berusaha menarik tangan Leon dari dagunya.
Katakanlah jika Leon tidak punya hati. Karena itu benar, hati Leon sudah tertutup, hatinya sudah hilang di ambil seseorang yang berarti untuknya. Jadi pernikahan ini tidak ada artinya untuk Leon.
“Kalo sampai bokap gue tahu, lo berurusan sama gue Anna. Bertahan satu tahun itu tidak sulit Anna, setelah kontrak selesai lo bebas pergi, mau jual diri pun lo bebas melakukannya!” Leon menghempaskan dagu Anna kasar.
Anna terduduk lesu sambil memegangi dagunya. Belum dua hari saja sudah ada kejadian seperti ini, Anna tidak tahu bagaimana hari-hari selanjutnya.
Anna berjalan gontai menuju kamarnya, diliriknya kamar Leon yang sudah tertutup. Anna ingin menjelaskan kalau dugaan Leon salah, tapi buat apa pasti semuanya akan sia-sia.
Leon mengepalkan tangannya. Mengingat laki-laki itu Leon ingin membunuhnya. Berani sekali dia masuk ke pekarangan rumahnya apalagi mengantar Anna dengan tidak sopannya. Leon memukul kepalanya, dia tidak boleh berlaku seperti ini, dia tidak boleh jatuh cinta kepa Anna karena cintanya hanya untuk dia seorang.
“Princess, maaf.” Leon mengusap foto yang terlihat usang lalu memeluknya. Barang ini sangat berharga untuk Leon dan hidupnya.
Leon menyandarkan tubuhnya di sofa. “Princess ... I'm not fine.”
“Princess ....”
Sudut mata Leon basah, dia menangis untuk yang kesekian kalinya. Benar kata orang, penyesalan tidak datang diawal tapi diakhir dan Leon tidak menyangkalnya.
Anna merapikan bukunya setelah mengerjakan tugasnya. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuk Anna, urusan pertandingan pun belum selesai ditambah lagi dengan perkara Leon, Anna bingung harus menghadapinya dengan cara apa.
Anna membuka lemarinya lalu mengambil sebuah kotak kecil di sana. Anna membukanya, isinya adalah kalung bermotif bunga matahari kesukaannya. Anna mengusap kalung itu, kalung itu adalah pemberian dari seseorang yang berharga untuknya, tapi sayang dia sudah pergi meninggalkannya.
_”Aku akan kembali Nana, tunggu aku.”
Gadis kecil bermata polos itu memegang erat kotak pemberiannya. Dia tersenyum senang sembari memakainya, “Nana akan sedih, berjanjilah untuk kembali.”
_“Aku berjanji.”
Mengingat kenangan itu membuat Anna sedih. Sudah bertahun-tahun Anna menunggunya, tapi dia tidak datang, dia pergi meninggalkannya untuk selamanya.
“Semoga kamu tenang di sana. Aku akan selalu mendoakan mu.” Anna menyimpan kotak itu kembali, biarlah semuanya menjadi kenangan saja, sekarang dia sudah memiliki Leon yang dia tidak tahu apakah Leon menganggapnya.
***
Pagi-pagi sekali Anna sudah berkutat di dapur bersama para pembantu. Anna akan memasak makanan kesukaan Leon pagi ini, Anna berterimakasih kepada maid itu karena sudah memberitahu kesukaan Leon padanya.
Setelah beberapa menit, ayam kecap buatan Anna siap disajikan. Anna meletakkannya di atas meja lalu menata piring sambil menunggu Leon.
“Leon,” panggil Anna saat melihat Leon turun dari kamarnya.
Leon menghentikan langkahnya. “Apaan?”
“Aku udah masakin makanan kesukaan kamu, ayo kita makan. Kamu harus mencicipinya,” Anna menarik tangan Leon menuntunnya ke meja makan.
Dengan cekatan Anna mengambil nasi beserta lauk pauknya untuk Leon. Anna berharap masakannya tidak mengecewakan Leon.
“Ayo dimakan,” mata Anna berbinar saat Leon melahap makannya, sekarang Anna menunggu respon Leon terhadap masakannya.
“Gak enak!” Leon memuntahkan makanannya sambil membanting sendok dengan keras.
Anna menatap nanar masakannya. Dulu ibunya selalu memuji masakan Anna, katanya masakan dirinya tidak ada tandingannya. Tapi, Leon berkata lain semuanya tidak seperti yang Anna harapkan.
“Pede banget lo! Masakan lo gak enak! Gak layak gue makan! Buang-buang waktu gue aja.” Leon pergi begitu saja meninggalkan Anna yang masih terdiam di sana.
Anna menatap sedih masakannya, suburuk itukah nilai masakannya sampai gak layak untuk dimakan. “Berarti Ibu cuman menyenangkan hati aku supaya tidak kecewa? Kenapa sakit sekali.”
“Nyonya yang sabar, masakan Nyonya sangat enak, hanya saja Tuan muda gengsi untuk mengatakannya.” Maid itu mengusap pelan punggung Anna.
Anna menghapus air matanya. Dia tidak boleh cengeng dengan masalah kecil ini, Anna akan belajar lagi sampai dirinya bisa. Anna mengambil tas ranselnya lalu menyalimi maid di sampingnya.
“Saya pergi dulu Bi.”
“Nyonya tidak makan dulu?”
“Sudah telat Bi.”
Anna menggayuh sepedanya sedikit cepat. Jarak dari rumah Leon ke sekolahnya lumayan jauh, Anna tidak boleh telat dia harus menjaga kedisiplinannya. Jika saja Anna tidak memasak tadi, mungkin dia tidak akan telat.
“Syukurlah,” Anna bernafas lega karena bel masuk belum berbunyi, untung saja dia sedikit cepat tadi kalau tidak pasti dia sudah terlambat.
Anna sedikit berlari menuju ruang osis ada beberapa berkas yang harus dia selesaikan sekarang. Anna mengerjakannya dengan cepat, dia takut terlambat untuk memberikannya kepada kepala Sekolah.
Kenzo memasuki ruang osis sambil menenteng keresek kecil ditangannya. Kenzo sudah lengkap dengan jerseynya, pertandingan sebentar lagi akan dimulai.
“Buat lo dari Bunda,” Kenzo menyodorkan keresek tersebut kepada Anna.
Anna membuka isi keresek tersebut. Matanya berbinar saat melihat di dalamnya, “Mochi matcha! Makasih ya.” Anna tersenyum senang sembari memakan mochi pemberian Kenzo.
Kenzo menganggukkan kepalanya. “Lahap banget, padahal itu gak enak.” Kenzo bergidik ngeri melihatnya, mencium aromanya saja Kenzo tidak suka apalagi memakannya.
“Ini enak Ken, kamu harus mencobanya.” Anna menyodorkan satu mochi untuk Kenzo.
Kenzo menggelengkan kepalanya. “Nggak, buat lo aja. Gue pergi dulu ya.”
“Iya, semangat Ken!” Anna mengepalkan tangannya ke atas.
Kenzo tersenyum melihatnya, hatinya menghangat ketika melihat senyum Anna. “Anna ... You mine!”
Pertandingan babak kedua pun dimulai. Terlihat Kenzo yang fokus mendribble bola menuju ring. Kenzo sangat lihat jika dalam urusan basket dan dia selalu mencetak poin tertinggi dalam timnya, untuk itu dia diangkat sebagai Kanpten basket di Sekolahnya.
“Gerakan yang bagus bro.” Leon berhasil mengambil alih bola dari tangan Kenzo. Kenzo menggeram kesal melihat kelicikan Leon dimatanya, apalagi mengingat kemarin Anna mengejarnya itu membuatnya kesal.
Leon menyeringai, dia tersenyum miring sambil terus menggiring bola menuju ring lawan. Sedikit lagi dia akan menang, tim mereka sudah unggul tiga poin dari tim Kenzo. Berhasil! Leon berhasil memasukan bola di detik-detik terakhir, timnya menang dan Leon senang akan hal itu.
Kenzo membanting kasar bola basket di tangannya. Dia menatap Leon dengan sorot mata permusuhan, Leon seperti sengaja membiarkan dirinya di atas dulu lalu menjatuhkannya. Licik sekali trik Leon, Kenzo berdecih pelan.
“Lo hebat!” Leon menepuk kasar bahu Kenzo, “Tapi sayang, lo kalah dari gue.”
Kenzo menepis kasar tangan Leon. “Permainan lo menjijikan!”
Leon menaikkan satu alisnya. “Why? Lo gak terima sama kekalahan lo, it's oky suatu saat nanti lo pasti menang.”
Kenzo mengepalkan tangannya. “Anna milik gue, jangan pernah sentuh dia.”
“Anna? Cewek genit itu, lo jangan khawatir gue gak selera dengan cewek genit seperti dia.” Sebelum pergi Leon menepuk sebentar punggung Kenzo.
***
Anna memunguti kertas yang berserakan di tengah lapangan. Karena kecerobohannya, dia mengalami masalah sekarang semua kertas hasil kuis para murid beterbangan karena dirinya tidak teliti dalam berjalan, alhasil semua kertas itu berserakan kemana-mana.
“Masih banyak, mana jauh-jauh lagi.” Anna mengelap keringatnya, cuaca hari ini cukup panas, kepala Anna sedikit pusing mungkin ini efek dirinya belum makan.
Anna berjalan pelan memunguti kertas-kertas yang berhamburan di tengah lapangan. Matanya berkunang-kunang dan keringat semakin deras membasahi pelipisnya. Anna memegangi kepalanya, tanpa dia sadari cairan merah kental keluar dari hidungnya, Anna mimisan.
“Sshh ....” Anna mendesis pelan, kemudian tubuhnya ambruk ke tanah.
Anna merasakan ada seseorang yang menggendongnya, samar-samar Anna mendengar suara sebelum ia menutup matanya.
“Nyusahin!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments