“Ya, gituan. Lo jangan pura-pura polos gue tahu lo sering nonton, kan? Malahan lo diusir emak lo gara-gara nonton tuh film.” Leon menjelaskan aib Vano yang selalu nonton film biru di bawah kasur Ibunya.
“Jangan buka-buka aib gue bego!” Vano tidak terima aibnya dibeberkan apalagi mereka di lingkungan Sekolah, bagaimana jika ada yang menguping. “Lo mimpi basah!”
“Hah?” Leon mengerutkan keningnya.
“Pas bangun tidur pasti celana lo basah, kan? Nah itu mimpi basah,” ujar Vano menjelaskan.
“Gue gak ngompol!”
“Nah, gini nih kalo punya temen minim akhlak gituan aja lo gak tahu. Balik lagi deh lo ke rahim Ibu lo, pas keluar nanti lo cari tahu apa itu mimpi basah.” Vano tidak sadar jika Leon tengah menatapnya tajam seolah ingin menguburnya hidup-hidup.
Dengan tidak berperasaan Leon memukul keras bahu Vano, kemudian pergi meninggalkannya yang tengah memekik sakit sembari memegang bahunya. “Leon anj*ng!”
Leon terus mengumpati Vano disetiap langkahnya, suatu hari nanti dia akan menyumpal mulut Vano dengan uang dollar miliknya. Perkataan Vano sangat mengganggu pikirannya, mimpi basah? Leon tidak berpikir ke sana, seumur hidup ya, baru sekarang Leon memahaminya itupun dari Vano.
Jika iya, tapi kenapa harus Anna yang ada di mimpi itu kenapa tidak Princessnya saja dengan begitu Leon akan senang. Sekarang pikirannya dipenuhi oleh Anna, seharian kemarin menghabiskan waktu bersamanya membuat Leon bermimpi hal menjijikan seperti itu. “Gue harus jauh-jauh!”
“Leon,” Gadis itu menutup kedua mata Leon dari belakang.
Leon meraba tangan mungil yang menutup kedua matanya. “Gue tahu lo, Isha.”
“Yah, padahal aku sudah meniru suara baru untuk mengagetkanmu, tapi kamu mengenalinya,” lirihnya kecewa. Namanya Aqisha Hanami-- panggil dia Isha, dia merupakan keturunan asli Jepang.
“Sejak kapan gue gak tahu suara lo, bahkan langkah kaki lo pun gue tahu.” Leon menarik tangan Isha.
Isha duduk di samping Leon sambil menyandarkan kepalanya di dada Leon. Leon hanya diam, dia tidak berniat untuk memprotes. “Gimana liburan lo, seneng?”
Isha mengangguk antusias. “Grandma kangen sama kamu katanya. Tahu gak, aku bawa bunga sakura buat kamu. Nih,” Isha menyodorkan buket bungan sakura kepada Leon.
Leon melihatnya sebentar lalu menerimanya. “Thanks!”
“Suka gak?” tanya Isha dengan mata berbinar.
Leon hanya menganggukkan kepalanya tanpa suara. Melihat itu membuat Isha mengerucutkan bibirnya kesal. “Aku tahu, kamu hanya menyukai matahari tidak yang lain. Tapi bunga ini, aku memberikannya tulus untukmu Leon.”
“Gue tahu.” Leon memalingkan wajahnya, mengingat nama matahari membuatnya kembali mengingat Anna.
“Pulang nanti aku ingin ke rumah kamu.”
“Tapi--”
“Aku gak suka ditolak Leon.”
***
Anna mulai menyusun beberapa roti di kotak. Pesanan roti semakin banyak, mengingat hari ini adalah hari Valentine mungkin orang-orang merayakannya dengan roti pikir Anna. Anna nampak kesusahan sembari membawa nampan berisi roti ke meja pelanggan.
“Silahkan dinikmati.” Anna membungkuk hormat sembari pamit pergi.
Setelah itu, Anna mulai menyusun beberapa roti di lemari kaca. Jejeran nakas berbentuk kaca yang sudah diisi roti sudah berkurang drastis, pelanggan hari ini cukup banyak ditambah lagi pesanan yang semakin meningkat.
“Anna tolong bawa pesanan ini ke meja No.12,” Anna mengambil nampan tersebut lalu membawanya.
Anna mengusap peluh yang membasahi dahinya, sekarang tenaga Anna sudah berkurang dia sudah bekerja selama lima jam lamanya. Anna merapikan beberapa meja dan bersiap untuk pulang.
“Gue anterih ya, Na?” tawar Eliza yang dibalas gelengan kepala oleh Anna.
“Gak usah El lagian aku bawa sepeda.” Anna mengambil sepedanya, sebenarnya Anna tidak enak dengan Eliza, tadi saja dia repot-repot mengantarkan Anna ke sini padahal Eliza harus latihan Cheers untuk perlombaan nanti.
“Tapi lo keliatan capek banget Na, apalagi muka lo pucet banget.” Elize memegang tangan Anna.
“Aku gak papa El, aku udah biasa nanti juga sembuh,” ujar Anna sembari menaiki sepedanya.
“Kalo begitu hati-hati ya.”
“Iya.”
Anna sedikit cepat menggayuh sepedanya, semoga Leon tidak memarahinya karena pulang telat lagi. Anna merasakan pusing yang menjalar di kepalanya, badannya pun terasa lemas mungkin karena kecapean. “Sebentar lagi, lo kuat Anna.”
Kening Anna mengkerut bingung pasalnya ada mobil asing yang terparkir di halaman mansion. Apakah temannya Leon atau mertuanya, Anna bisa tamat jika itu memang mobil mertuanya. Anna segera berlari memasuki mansion, tapi pemandangan di depan sana mengharuskannya untuk berhenti.
“Mmhh ... Leon, jangan digigit.” Suara lenguhan itu berhasil membuat Anna membeku.
Anna memandang sedih kedua orang di sana. Seorang perempuan tengah duduk di atas pangkuan Leon dan yang paling menyakitkan, mereka tengah berciuman tanpa menyadari kehadirannya.
“Leon ... Sshh, lagi lebihh--”
Air mata Anna jatuh tanpa disuruh. Hati Anna sakit melihatnya apalagi melihat Leon yang mengusap paha perempuan itu. Istri mana yang rela diperlakukan seperti ini, meskipun Anna istri kontraknya tapi dia juga memeliki perasaan.
“Sshh ....”
Anna menutup telinganya erat. Anna tidak ingin mendengar suara menjijikan itu, hati Anna sakit mendengarnya. Mungkin hari kemarin adalah peringatan untuk Anna, kemarin Anna terlalu bahagia sampai melupakan hari selanjutnya. Anna mengira badai telah reda kemarin, tapi ternyata badai datang lagi dengan kejam menghantamnya.
Anna kian meneteskan air matanya. Anna kecewa, Anna terluka, Anna rapuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments