Belum terbukti.

Setelah Mas Ricko berangkat bekerja, aku pun langsung berangkat ke bengkel seperti rencana ku

"Sudah sarapan Dan?" tanya ku, masuk ke bengkel milikku.

"Belum Mbak, cuma udah masak tadi." jawabnya, ku lihat memang Magicom menyala mode orange.

Udah matang pikirku, di sebelahnya ada bungkusan ayam bakar dan sambel ijo. Sepertinya sisa kemarin.

"Oh, iya. Nanti sore Mbak mau pulang ke rumah Mama." ucapku kepada Dani.

"Sama Mas Ricko Mbak?" tanya pria muda itu, tangannya sibuk tapi tetap mendengarkan aku.

"Enggak." jawabku singkat.

Dia menoleh ku sedikit.

"Rahmat kemana?" tanyaku tak mendapati anak buah ku yang pendiam itu.

"Izin Mbak, ibunya sakit." sahutnya kemudian duduk di bangku tak jauh dariku.

"Kalau begitu kamu makan dulu, sebelum ada yang datang." titah ku kepada bujangan yang baik dan sopan itu.

Dia berlalu ke belakang, ruangan 2x2 itu berisi peralatan dapur dan pakaian, sedangkan di samping mejaku ada ranjang kecil untuk Dani tidur.

Tepat setelah Dani makan, bengkel pun mulai ramai hingga siang hari.

"Mas Dani!"

Aku sedikit terkejut ketika Cindy datang ke bengkel dengan pakaian sekolah abu-abu.

"Eh, neng Cindy." suara basa-basi Dani seraya tersenyum kepada anak kos di rumah sebelah itu.

"Tumben sendiri?" tanya Dani.

"Kenapa nanyain Dila? dasar buaya!" Cindy merajuk.

Yang ku tangkap, Cindy sudah sering datang ke sini. Dan yang mencuri pendengaran ku adalah Dila, kalau Dani kenal Dila artinya dia sering datang ke sini!

Hingga sejenak kemudian Cindy sadar bahwa ada aku di sana. "Tante Susan." sapanya heran.

"Cindy baru pulang?" tanyaku tersenyum, meraih air mineral dan memberikannya kepada Cindy.

"Terimakasih Tante." dia tersenyum senang, aku juga mengeluarkan beberapa roti kering untuk mereka istirahat sambil mengobrol.

"Kalian pacaran?" tanyaku penasaran.

"Enggak Mbak, tapi kalau dia sudah tamat aku mau langsung melamar." dilanjutkan dengan tawa, sedangkan Cindy tersipu malu.

"Oh iya, tadi katanya Dila juga pernah datang ke sini." ucapku ku tak melepaskan mata Cindy juga Dani. Keduanya saling menatap, seperti memahami ucapan ku.

"Pernah Mbak." Dani menjawab.

"Cindy sudah lama sahabatan sama Dila?" tanya ku lagi, rasanya sikapku ini terlalu mengintimidasi.

"Belum Tante. Baru beberapa Minggu lalu. Ga sengaja ketemu Dila di sini, katanya kerja paruh waktu di bengkelnya Om Heru." Cindy menunjuk bengkel milik suami Mbak Tami.

Wah, ada apalagi ini, kok aku jadi bingung. Kenapa jadi Mas Heru?

"Sebenarnya, Tante mau tanya sesuatu. Ini tentang Dila."

Dani dan Cindy kembali berpandangan.

"Dila punya pacar 'kan? Tante mau tahu, pacarnya itu siapa?" Pelan, namun menuntut jawaban.

Dani menatap wajahku sejenak tanpa berkedip, sedangkan Cindy kemudian menunduk.

"Mbak cuma ingin tahu, sebab ada yang mengganjal di hati." aku menarik nafas berat.

"Cin?" panggil Dani kepada gadis yang menunduk gugup.

"Aku tidak tahu." jawabnya singkat.

Tapi yang ku tangkap dari raut wajah Cindy malah sebaliknya. Aku yakin ada sesuatu yang sedang ia tutupi, atau mungkin dia takut untuk bicara, lantaran bersahabat dengan Dila.

Buntu! Sulit sekali menemukan bukti kedekatan keduanya. Atau ini hanya prasangka ku saja, atau hanya curiga tak beralasan lantaran sikap Mas Ricko berubah? Lalu Mas Heru? entahlah...

Mungkin aku butuh libur menjadi istri. Mungkin kembali menjadi anak manja bisa membuat otakku lebih cerdas.

"Dan." menjelang sore aku sudah berkemas pulang.

"Iya Mbak." dia duduk meraih air mineral dan meneguknya.

"Bengkelnya kamu tutup saja, ini tolong berikan kepada Rahmat untuk ibunya berobat." memberikan uang tiga lembar kepada Dani.

"Baik Mbak, Rahmat pasti senang sekali." ucapnya ikut bahagia melihat uang merah di tangannya.

Aku tersenyum sambil meletakkan buku.

"Mbak."

"Ya." aku berbalik menghadap Dani yang sepertinya sejak tadi menatap ku. Sedikit menebak, apakah dia ingin meminta uang juga, seperti yang aku berikan untuk Rahmat. Harusnya aku adil, segera membuka dompetku.

"Tentang Dila?"

Aku berhenti mengobrak-abrik dompetku. Beralih menatap wajah lelah Dani dengan banyak pertanyaan.

"Cindy tahu siapa pacarnya Mbak, tapi takut untuk bercerita." ujarnya pelan.

"Aku tahu." kembali duduk, pun Dani ikut duduk di bangku kayu di depanku. "Sebenarnya... Aku curiga dengan sikap Mas Ricko. Sejak beberapa bulan ini dia berubah, dan setelah aku datang ke bengkel ini juga sepertinya Mas Ricko banyak memakai uang bengkel, dan aku sama sekali tidak tahu untuk apa?" kini aku yang menunduk, perih hatiku bercerita dengan Dani, sungguh aku hanya memiliki dia untuk bercerita di rantau ini.

"Itu benar Mbak."

"Benar gimana? Apakah maksudmu ada hubungannya dengan Dila?" tanyaku cepat, dadaku sesak tiba-tiba, rasanya aku kehilangan oksigen di sekitarku.

Dani tak menjawab, hanya tetap memandangku dengan iba.

"Dan?"

"Maaf Mbak, aku tidak bisa mengatakan iya, takut fitnah."

"Ya Allah." bokongku mendarat paksa, tepatnya jatuh di bangku kayu, yang pastinya terasa sakit. "Sejak kapan?"

"Kalau masalah uang, itu sudah lama Mbak."

"Ada hubungannya sama Dila kan Dan? tanyaku lagi ingin lebih jelas.

"Tidak tahu Mbak, aku tidak pernah melihatnya. Aku hanya tahu tentang keuangan saja."

Hampir setengah jam, nyaris lupa bahwa aku harus segera pulang. Larut dengan dugaan akan perselingkuhan Mas Ricko dengan Dila semakin kuat di hatiku.

"Terimakasih Mbak Susan." ucapnya tersenyum padaku, mengibaskan uang tiga ratus ribu.

"Itu bukan buat kamu, tapi buat ibunya Rahmat." ucapku sudah mulai menguasai hatiku.

"Ya karena itu Mbak." dia tertawa.

"Aku yakin sekali Dan." ucapku pelan.

"Jangan menuduh ya Mbak, nanti malah Mbak Susan yang salah." ucap Dani kemudian berpamitan ke rumah Rahmat.

Benar! Aku tidak bisa menuduh tanpa bukti tentang perselingkuhan Mas Ricko dengan pelakor tak tahu diri itu. Artinya aku harus bermain cantik di sini.

***

"Mobil carterannya sebentar lagi datang." ucap Mas Ricko, aku sedang memeriksa dompet dan isi tasku, takut ada yang lupa setelah meninggal rumah.

"Benar kamu tidak mau ikut?" tanyaku melirik Mas Ricko.

"Sebaiknya Mas tidak ikut, karena Mama hanya ingin kamu yang pulang." jawabnya terdengar sedih.

"Ya, kita sama dalam hal itu Mas. Ibu juga tak pernah menyukai ku."

Mas Ricko menarik nafas berat.

"Apakah sebaiknya kita bercerai saja?"

"Hush! Ngomong apa kamu?" kesal Mas Ricko, dia terkejut.

"Ya ngomong cerai Mas!"

"Ya itu maksudnya apa? Cerai kok jadi bahan bercandaan." dia menggeleng.

"Aku serius Mas, karena akhir-akhir ini, aku merasa kita sudah kehilangan perasan cinta kita, terutama kamu Mas."

"Heh! Apa karena aku tidak menyentuhmu beberapa waktu ini?"

Dia tersenyum mengejek, rasa-rasanya dia menertawai kesedihanku karena tidak di sentuh.

"Aku sibuk San, jujur terkadang aku lelah dengan pernikahan kita yang tak juga mendapatkan restu dari Ibu, juga Orang tuamu."

Terpopuler

Comments

Arkan_fadhila

Arkan_fadhila

semoga lekas ktmu bukti...gini ajaa bilang aja pulang seminggu tp pas malam2 pulang lagi kamu Susan ke rumahmu pasti kamu bakal pergoki suami gila kamu itu. ...org baik di jaga Allah ....

2023-06-12

1

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

sibuk main gila kau Ricko dgn si Dila..mngada ada saja ,bukn nya memperjuangkan rumah tangga sendiri..kalau sudah lelah ya sudah ceraikan sj Susan 😏😏

2023-06-12

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!