Pantas Untuk Dicurigai

Baiklah, sepertinya aku tahu akan memulai semuanya darimana.

Pukul lima sore. Dani ku suruh istirahat, meskipun banyak pekerjaan yang menunggu tapi aku menyarankan untuk dilanjutkan besok.

"Dan!" panggilku.

"Ya Mbak." dia berhenti sejenak dari mengangkat beberapa peralatan bengkel ke dalam.

"Mulai sekarang, kamu setor ke Mbak saja uang bengkel ini. Mbak akan datang setiap hari setelah Mas Ricko berangkat mengajar."

Pria dua puluhan itu melongo menatap ku, heran atau tahu sesuatu? Entahlah.

"Itu ada uang dua ratus ribu buat kamu berdua. Hari ini kalian terlalu lelah sepertinya. Ga usah masak, beli nasi dan kopi di luar saja." ucapku seraya beranjak dari meja.

"Iya Mbak, terimakasih." keduanya tersenyum senang. Lelahnya berkurang mendengar ungkapan simpati ku kepada mereka.

Aku pun bergegas pulang membawa uang sembilan ratus ribu pemasukan selama dua jam aku menunggui bengkel ku. Ya, memang bengkel ku. Aku menjual perhiasan juga mas kawin yang di berikan Mas Ricko untuk modal membuka bengkel ini, sedangkan uang Mas Ricko habis untuk membeli rumah dua lantai yang kami tempati, itupun kemudian di lunasi dengan uang kiriman Mama.

"Darimana San?" tanya Mas Ricko lembut, dia baru saja selesai mandi.

"Dari bengkel Mas, aku bosan hanya di rumah saja." jawabku melewatinya, meletakkan tas diatas meja kamarku.

"Tumben?" ucapnya seraya memakai kaos oblong abu-abu.

"Kan sudah Susan bilang hanya bosan." enggan di curigai, padahal aku sedang mencurigai dirinya, atau mungkin dia takut ketahuan?

"Ga masak San?" tanya Mas Ricko lagi.

"Ada nasi bungkus." jawabku meraih handuk segera menutup pintu kamar mandi.

Begitupun malam akan berbeda setelah mendatangi bengkel sore ini. Sepertinya, Mas Ricko memang pantas untuk di curigai.

Ah, sudah beberapa hari aku tidak membuka Facebook. Meraih ponsel dan mulai berselancar.

"Malam yang indah" emoj bunga bermekaran sangat banyak. kulihat waktunya, 16 jam yang lalu.

Aku memicingkan mata melihat status Dila. Lagi-lagi aku memikirkan waktu, jika sekarang pukul sembilan belas, maka ini di buat di sepertiga malam tadi, lebih kurang jam tiga pagi.

"Astaghfirullah, artinya dia tidak tidur di jam itu." gumamku di dalam hati, andaikan terbangun pun, sulit rasanya mengetik status bahagia dengan mata serat dan pedih.

Sedangkan aku, tidur sangat nyenyak sehingga tak mendengar apa-apa sampai pagi. Jika ingin mengetahui rahasia Dila, artinya aku harus begadang!

"Sayang."

Lagi, Mas Ricko membawa teh hangat untuk ku.

"Udah Mas, aku lagi ga mau minum teh." tolak ku, memang demikian aku tidak menyukai teh, karena bangun paginya mulutku terasa asam. Kata orang itu asam lambung naik.

"Masak suami bikinin gak diminum." laki-laki tampan di mataku ini mengerucutkan bibirnya.

"Ya nanti saja kalau begitu." ucapku memutar-mutar ponsel.

"Ada apa?" tanya Mas Ricko lembut, dan entah mengapa rasaku muak.

"Mulai besok aku akan bekerja di bengkel kita. Bantu Dani yang sepertinya kerepotan harus mencatat dan menghitung uang, padahal sedang sibuk dengan motor-motor di depan."

"Uhugh...uhugh...uhugh..." Mas Ricko tersedak hebat, teh hangat yang baru di seruputnya keluar sebagian, hidungnya basah. Sakit pastinya. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan hidungnya.

"Apaan sih Mas Ricko." kesal ku sambil membenamkan beberapa lembar tissue di meja. Menggeser gelas Mas Ricko ke depanku.

Dia kembali dengan wajah yang lembab, cuci muka. "Bukankah selama ini bengkel baik-baik saja di kelola Dani dan Rahmat?"

"Ya, tapi tadi pas aku di sana bengkel langsung ramai Mas, Malah yang sepi itu bengkel di depan kita, punya suami Mbak Tami." sengaja memasang wajah senang dan bersemangat.

"Hanya kebetulan saja itu, wong biasanya bengkel dia yang ramai. Sebaiknya kamu di rumah saja, biar cepat pulih dan kita bisa program kehamilan lagi." dia mengangkat gelas teh lagi, menyeruputnya cukup banyak.

Heh, pandai sekali dia.

"Pokoknya aku mau ke bengkel mulai besok, biar enggak bosen. Lagian kamu kan sibuk Mas, sibuk dengan berkas ASN, sibuk dengan teman-teman, dan sibuk dengan apa lagi sehingga kamu tidak seromantis dulu." ucapku kesal.

Mas Ricko menarik nafas kasar.

Tak putus asa, kali ini aku kembali memancing Mas Ricko dengan pakaian seksi dan berdandan sedikit. Lagipula wajahku ini tidak lah jelek. Kulitku putih mulus, rambutku lurus hitam dan wangi, bentuk tubuhku juga perpaduan antara bahenol dan langsing, apa itu masih kurang menggairahkan? Bahkan dulu Mas Ricko menikahi aku, melangkahi restu Orang tuanya hanya karena ngebet ingin menyentuh diriku.

"Kok jam segini udah ngantuk ya?" ucapnya dengan mata yang mulai mengendur, nafas menghempas terdengar, kemudian menguap dan sepertinya dia pusing.

"Masak tidur Mas?" aku protes sambil memeluk dan menciumi dada Mas Ricko.

"Serius, Mas ngantuk banget." jawabnya.

Tak lama kemudian dia segera masuk ke dalam kamar, dan menghempas tubuh gagahnya di ranjang.

"Alamaaakk, dia sudah nyenyak." ungkap ku heran juga putus asa.

Karena sempat dirasuki nafsu yang menggebu, aku jadi sulit tidur malam ini. Duduk di ranjang mengamati wajah Mas Ricko. Dia tampan, semakin matang semakin terlihat gagah.

"Drrrttt...drrrrtttt..." Ponsel Mas Ricko!

Aku beranjak, meraih jaket yang sering di pakai Mas Ricko, ponselnya ada di salah satu kantongnya.

"Jaka." gumamku, keningku berkerut mengingat-ingat siapa teman Mas Ricko bernama Jaka.

"Halo." aku mengangkatnya.

Tik! Tut...Tut...Tut...

"Kok di matiin?" aku melihat ponsel Mas Ricko.

Aku menekan layar yang masih menyala, sialnya satu detik panggilannya mati, layarnya kembali terkunci.

Aku mencoba beberapa inisial untuk membuka layarnya. Sia-sia.

Tak lama kemudian ponselku ikut berbunyi, sepertinya pesan masuk.

Mama. "Mama mau ketemu."

"Mama ke sini?" balasku.

"Enggak, kamu aja yang pulang. Mama lagi kangen."

"Iya Ma, besok sore aku pulang." jawabku tanpa membantah.

"Kenapa sore, nanti sampainya malem?" pesan Mama lagi.

"Tunggu Mas Ricko pulang mengajar Ma."

Tak mendapat jawaban, pastinya Mama tak suka aku menyebut nama Mas Ricko.

***

"Mas, nanti sore aku izin pulang ke rumah Mama."

"Pulang?" tanya Mas Ricko berhenti sejenak mengunyah nasi goreng buatan ku di pagi itu.

"Ya, semalam Mama kirim pesan. Minta aku pulang."

Hening kemudian hanya terdengar denting sendok dan piring beradu.

"Mas ikut ya?" pintaku halus, mana tahu Mas Ricko mau berjuang lagi meluluhkan hati Mama dan Papa.

"Belum lah Sayang, kalau kamu mau pulang nanti Mas Carikan travel pribadi." sahutnya. Tentu jika taksi di pelosok ini tidak ada.

"Oh, ya sudah. Asal kamu mengizinkan." aku tersenyum terpaksa. Nyeri ini sering terulang, ketika suami dan orang tua tak bisa di ajak duduk di kursi yang sama.

"Tentu saja, satu Minggu juga gak apa-apa. Pulangnya nanti Mas jemput, kamu tinggal telepon Mas." senyumnya begitu lebar, mencurigakan.

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

suami selingkuh banyak alasan

2023-07-26

1

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

senyum srigala berbulu domba 🐑😒😒

2023-06-11

2

yamink oi

yamink oi

mas ricko ada udang di balik rempeyek tuh

2023-06-11

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!