Lalu Kemana Uang itu?

Rutinitas Mas Ricko jika hari libur dia akan pergi ke bengkel yang sejak awal Menikah adalah pohon beras untuk kami berdua.

Aku tidak pernah meminta uang dengan Mas Ricko, dia tergolong suami pengertian dalam masalah uang. Setiap bulan dia memberiku uang dua setengah juta untuk belanja. Sedangkan orang tuaku juga terkadang mengirimkan uang ke rekeningku untuk sekedar belanja atau apa saja yang aku mau.

"Ga usah di kasih tahu suamimu." ucap Mama, itu bukan tanpa alasan.

Orang tuaku tidak pernah menyetujui pernikahanku dengan Mas Ricko, pun dengan orang tua Mas Ricko, mereka tidak pernah merestui pernikahan kami.

Sempat terpikir tentang keguguran yang tiga kali ku alami. Atau jangan-jangan karena kedua orang tua kami yang tidak pernah merestui.

Meskipun begitu, Mama tetap sering menelpon, juga ibu Mas Ricko. Beliau sering menelpon tapi tidak pernah mau berbicara dengan aku.

"Mau bicara dengan Susan Bu?" begitu Mas Ricko berusaha membujuk ibu mertuaku.

"Ga usah, yang penting kamu sehat!" ketus terdengar.

Mas Ricko juga berasal dari keluarga lumayan berada, tapi sama saja dengan ku. Mereka enggan memberikan harta mereka karena tidak menyukai diriku.

Terpaksa, Mas Ricko bekerja sebagai guru honorer di pelosok ini karena peluang agar diangkat menjadi ASN lebih besar daripada di kota.

Awal kami menikah, kami cukup kesulitan menjalani hidup berumah tangga. Selain masalah uang yang berubah drastis, kami juga harus bersusah payah memutar otak untuk membuka usaha dengan modal yang sedikit. Hingga jadilah sebuah bengkel yang akhirnya mampu menghidupi kami walaupun pas-pasan.

Mas Ricko sangat mencintaiku, hingga beberapa bulan lalu keguguran ke tiga ku membuatnya berubah. Mas Ricko bilang. "Mungkin rahimmu masih sakit, sebaiknya kita beri waktu untuk pulih baru setelah itu kita rencanakan untuk punya anak lagi."

Awalnya masuk akal, tiga kali keguguran dalam waktu dekat tentu menyakitkan bagi seorang wanita. Tak hanya fisik tapi juga hatinya.

Tapi, makin ke sini malah terkesan aneh. Ini sudah lebih dari waktu penyembuhan tapi dia malah berubah. Seolah terbiasa dengan jarak dan tidak bernafsu kepadaku.

"Apakah aku sudah tidak cantik lagi? Mungkin aku harus ke salon atau belanja, merubah penampilan dan butuh pakaian baru."

Berharap kekhawatiran dan kecurigaan ku terpatahkan jika malam nanti kami menghabiskan malam bersama.

Malamnya, aku berdandan dengan sebagian hatiku gelisah, pikiranku kemana-mana.

Jika benar Dila membeli pakaian bagus hanya untuk melayani suamiku, dari uang suamiku, aku juga bisa membeli baju bagus untuk mempertahankan suamiku. Malam ini ranjang ku harus kembali hangat. Masak kalah sama bocah SMA.

"Sayang." Mas Ricko datang membawa teh hangat untuk ku.

"Makasih Mas." aku tersenyum duduk di dekatnya. Ku lirik dia begitu santai, pakai celana kolor pendek dengan kaos putih.

"Di minum Sayang, mumpung masih hangat." ucapnya mengelus rambutku. Sungguh senang, sepertinya penampilanku berhasil membuat Mas Ricko kembali hangat, terlebih lagi dia berbisik. "Kamu cantik."

"Aku menyandar di dadanya, sambil menonton televisi dan menikmati teh hangat buatan Mas Ricko.

Di pikir-pikir, dia begitu menyayangiku. Lalu apa yang harus ku curigai?

Sungguh wajah tampannya semakin membuat dadaku berdegup, terlebih lagi sudah beberapa bulan tidak menerima sentuhan yang berakhir lelah di ranjang.

"Mas." panggilku manja.

"Ya." jawabnya terdengar begitu mesra. Dia memelukku dan mengecup kening juga pipiku.

"Hoamm..." entah mengapa akhir-akhir ini aku sering cepat mengantuk, aku bahkan tertidur seperti orang mati. Tak mendengar hujan deras di tengah malam, tau-tau teras begitu kotor dan basah esok pagi.

***

Suara ayam berkokok, terdengar di telinga membuat aku menarik nafas dan menggeliat.

Samar terdengar suara mengaji, lalu kemudian semakin jelas ketika azan berkumandang.

Aku melupakan sesuatu!

Aku segera berbalik dari posisi miringku dengan rasa bercampur aduk teringat kata-kata Dila kemarin itu.

"Mas Ricko!" gumamku. Namun akhirnya menghembus nafas lega. laki-laki yang ku curigai tidur di sampingku dengan begitu nyenyak.

***

Kebetulan, Senin ini adalah tanggal merah. Pukul tiga sore aku keluar rumah, iseng menyusul Mas Ricko pergi ke bengkel. Dia sudah lebih dulu pergi ke sana, mungkin karena kami belum juga punya anak, membuat Mas Ricko bosan, atau kesepian.

Tak sesuai dugaan, yang di ceritakan Mas Ricko bengkel sepi dan penghasilannya hanya cukup untuk menggaji dua pegawainya saja itu semua terbantahkan. Dia bilang setelah modal sisa uangnya hanya sedikit, dan seringkali di tambahkan dengan gajinya yang juga sedikit untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. Mungkin yang dimaksud adalah yang 2,5 juta itu. Juga setelah beberapa bulan ini dia sudah menerima gaji ASN, tetap saja uang yang dia berikan sejumlah itu saja, maklum proses yang harus di jalani begitu banyak dan merepotkan. Dan pastinya butuh uang.

"Mbak Susan?" Dani pegawai Mas Ricko menyapaku.

"Iya Dan, Mas Ricko ada?" tanyaku.

"Baru saja keluar, mau pesan barang. Mobilnya Pak Iqbal besok ke kabupaten, belanja sekalian bisa langsung nitip." jawab Dani.

Aku masuk dan duduk di meja kasir. Ku lihat barang di bengkel memang sudah banyak berkurang, dan di depan sana Dani bersama rekannya lanjut berkutat dengan beberapa motor yang sudah mengantri untuk di perbaiki.

Iseng aku membuka pembukuan bengkel, semua data keluar masuk barang ada di situ tentunya.

Mata ku fokus di deretan yang rapi, transaksi penjualan dan jasanya lumayan banyak, bahkan satu dua hari dalam satu Minggu jumlah pelanggan di bengkel ini mencapai ratusan.

"Mbak." Dani mendekat dengan memegang uang seratus ribu.

"Ya."

"Ini ganti oli Mbak, sekalian benerin started." ucapnya sungkan, melirik buku yang sedang ku pegang.

"Sini biar Mbak yang catet." aku menulis di lembar akhir.

"Sembilan puluh lima ribu." sebut Dani lagi. Memberikan uangnya, aku menggantinya dengan uang lima ribu.

"Dan?" panggilku sebelum dia berbalik.

"Ya Mbak?" jawabnya sopan.

"Mas Ricko kalau libur sering ke sini?" tanyaku fokus pada wajah bujangan dua puluh tahun itu.

"Iya Mbak." jawabnya.

"Terus, keuangan bengkel kamu setor semua ke Mas Ricko?" tanyaku lagi.

"Iya Mbak, mana berani aku pegang duit banyak." jawabnya lagi.

"Banyak?" ucapku berpikir semakin jauh, dengan pemandangan wajah Dani yang belepotan oli itu mengangguk.

Benar juga, kalau di hitung dari penjualan barang dan jasa, jika kecilnya saja mengambil keuntungan dua puluh ribu, kali dua puluh motor yang datang untuk diperbaiki perhari itu banyak! Belum modal pokoknya, lalu pemasukan Kecil, atau transaksi besar lainnya, itu di catat terpisah seperti tabel pengelompokan, pembukuan bengkel cukup rapi. Aku sendiri yang membuatnya awal membuka bengkel waktu dulu.

Kalau uangnya banyak, lalu kemana uang itu?

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

Suami dak barahlak

2023-07-26

1

Arkan_fadhila

Arkan_fadhila

teh obat tidur..jgn2 keguguran terus juga Krn si ricko ...yaa Allah jahat banget

2023-06-10

1

yamink oi

yamink oi

hayuhhh kemana jangan2......

2023-06-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!