Aksa tiba di rumah sakit dan langsung di sambut oleh asistennya.
Setelah mencuci wajahnya dan memakai jas berwarna putih, Aksa langsung menuju ruang poliklinik untuk menjalankan tugasnya sebagai Dokter Spesialis Jantung.
***
Berbeda dengan Aksa, tiba di rumah Citra di kejutkan dengan keadaan sang ibu yang sudah jatuh pingsan.
Citra panik. Dia bingung harus melakukan apa karena ponsel dan tas nya tertinggal di Club.
Citra terpaksa berlari minta pertolongan tetangganya sambil menangis. Walaupun dia tahu sangat kecil kemungkinan warga akan menolong nya karena mengingat para warna yang sering mencemooh profesinya.
Rasa sakit pada bagian intinya pun sudah tidak dia hiraukan.
Rumah Citra agak jauh dari tetangga. Jarak dari rumah Citra ke pemukiman di kampung itu sekitar 100 meter.
Di tengah jalan Citra bertemu Satria.
Satria adalah anak pak RW di pemukiman tersebut dan juga adalah kakak kelas Citra waktu sekolah.
"Citra !! Ada apa ?! Kenapa kamu menangis ?" Tanya Satria yang melihat Citra menangis di pinggir jalan.
"Satria tolong aku, Sat !! Ibuku pingsan. Aku ingin membawa ibu ke rumah sakit tapi ponsel dan tas ku tertinggal di Club." ucap Citra.
"Pingsan ?! Ya sudah, ayo kita bawa ibumu ke rumah sakit segera !" ucap Satria panik.
Citra mengangguk sambil memaksakan senyum di wajahnya, sementara air matanya mengalir deras di pipinya.
Citra merasa sedang di permainkan oleh Tuhan dengan takdirnya saat ini.
Kenapa semua harus terjadi secara bersamaan seperti ini.
Satria dan Citra membawa ibunya ke rumah sakit dan langsung meminta bantuan petugas IGD.
Nurul ibunda Citra pun langsung di tangani oleh dokter jaga di IGD saat itu.
Melihat Citra yang menangis tersedu-sedu tanpa henti, membuat hati Satria tersentuh dan tidak tega melihat keadaan Citra seperti itu.
Satria sebenarnya memiliki perasaan kepada Citra, tapi dia tidak berani mengungkapkan nya. Dia memilih mencintai dari jauh karena dia sadar kedua orang tuanya sangat tidak menyukai Citra karena status pekerjaannya, sementara Satria adalah seorang pengacara yang cukup di kenal di kotanya.
Citra masih tetap diam dalam tangisnya. Tatapannya kosong. Perasaannya benar-benar hancur sekarang. Kesuciannya terenggut dan sekarang ibunya anfal. Ditambah lagi dia harus memikirkan caranya dia membayar biaya administrasi rumah sakit, sementara dompetnya tertinggal di Club.
"Cit... Citra !!" Panggil Satria.
"Eh, iya Sat.. kenapa ?" Jawab Citra menghapus air mata di pipinya.
"Jangan kebanyakan bengong. Untuk administrasinya biar aku yang urus." ucap Satria.
"Makasih ya, Sat. Aku janji akan segera aku ganti setelah aku mengambil dompetku."
"Jangan dipikirkan. Yang terpenting nyawa ibu Nurul bisa di selamatkan terlebih dahulu." Sahut Satria.
"Sekali lagi makasih ya, Sat."
"Sama-sama."
Tak lama Dokter jaga yang menangani Nurul pun keluar.
"Keluarga Ibu Nurul..." Panggil Dokter tersebut.
"Iya Dok, saya anaknya." ucap Citra langsung bangkit dari duduknya.
"Mari ikut saya, mbak !" Ajak Dokter tersebut.
Citra pun mengikuti Dokter tersebut menuju ruangan nya.
Citra duduk di depan Dokter tersebut dengan perasaan yang tidak karuan.
Dia memainkan jari-jarinya untuk mengurangi rasa takutnya. Bagaimana pun Citra hanyalah gadis biasa yang berpura-pura tegar dan kuat menghadapi segala masalahnya.
Namun hari ini dia tidak bisa lagi menutupi rasa sakit dan ketakutan dalam dirinya. Setelah semalam kesuciannya direnggut bahkan dia masih merasakan sakit di bagian intinya, kini dia harus melihat sang ibu yang tidak sadarkan diri.
"Mohon maaf, mbak... sepertinya ibu Nurul harus segera menjalani operasi mengingat kondisi jantung ibu Nurul yang sudah benar-benar complex dan harus segera melakukan operasi pemasangan pompa jantung." Jelas Dokter itu.
"Iya Dok, saya tahu.. tapi uang saya belum cukup untuk membeli alat tersebut dan membayar biaya operasinya. Bantuan donasi dari yayasan pun masih sangat sedikit yang terkumpul." Isak Citra.
"Saya mengerti kondisi anda, tapi saya harap anda bisa segera mendapatkan dananya, agar pihak rumah sakit bisa cepat melakukan operasinya. Dan satu lagi, ibu Nurul harus di rawat inap karena kondisinya masih harus terus di pantau. Mbak bisa mengurus administrasi rawat inap terlebih dahulu agar ibu Nurul bisa segera di pindahkan ke kamar rawat." Saran Dokter.
"Baik Dok. Akan saya usahakan secepatnya. Kalau begitu saya permisi, Dok." Pamit Citra.
Citra keluar dari ruangan Dokter dengan lemas. Saat ini dia benar-benar pusing, memikirkan harus kemana mencari uang untuk operasi ibunya.
"Cit, gimana kata Dokter ?" Tanya Satria.
Bukannya menjawab pertanyaan Satria, Citra malah menangis histeris.
Citra berjongkok sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang sudah sangat basah dengan air matanya.
Satria hanya bisa menepuk-nepuk bahu Citra dengan lembut berharap agar Citra bisa sedikit tenang.
"Sabar Cit, aku yakin pasti ibumu akan sembuh." lirih Satria.
"Ibuku harus segera di operasi, Sat. Sementara tabunganku belum cukup untuk membiayai operasi ibu. Aku harus gimana, Sat ? Aku ingin ibu sembuh. Aku gak mau jadi sebatang kara di dunia ini." Citra terisak.
"Kamu tenang ya, Cit. Aku yakin Allah akan kasih kamu jalan untuk membiayai operasi ibumu." ucap Satria.
"Aku bahkan sedang merasa di permainkan oleh takdir-Nya, Sat !" lirih Citra.
"Jangan bicara seperti itu. Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya."
"Benarkah begitu ? Tapi aku merasa kebahagiaan gak akan pernah menghampiri kehidupanku." ucap Citra pasrah.
"Kamu wanita yang kuat, Citra !! Allah memberi ujian ini padamu karena Dia percaya kamu mampu melewatinya." ucap Satria memberi semangat.
"Entahlah, Sat !! Aku harap ucapan mu benar."
~Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments