Suara ketukan di pintu membuat Anya segera berlari dari dapur menuju ke ruang tamu. Dia sempat melirik sofa kosong yang tadi ditempati Davin. Mungkin Davin sudah pergi keluar rumah nongkrong bersama teman-temannya sesama pengangguran yang hobinya bermain game seolah mereka tidak memiliki tanggungan anak dan istri. Ternyata benar kata pepatah bahwa seseorang akan menyerupai teman dekatnya. Itulah pentingnya memilih teman akrab yang baik. Ia segera membuka pintu. Di depan pintu berdiri Bu Ribi bersama seorang pria muda yang terlihat tinggi dan memiliki paras wajah yang tampan. Mungkin ia adalah teknisi listrik yang dimaksud Bu Ribi, pikir Anya dalam hati.
“Ini Haris mba’, dia yang akan memperbaiki listrik di sini.” Jelas Bu Ribi sambil tersenyum. Harris tersenyum ramah pada Anya. Terlihat jelas bahwa ia adalah sosok lelaki yang ramah. “Oh, silahkan masuk.” Ujar Anya seraya mempersilahkan mereka berdua untuk masuk ke rumahnya.
“Duduk dulu, biar saya buatkan teh dulu.” Ujar Anya
“ Ngga’ usah repot-repot mba’ Anya, ibuk lagi buru-buru nih, masih ada acara keluarga sama Bapak. Ibu langsung pamit ya mba’.” “Mas Haris tolong listriknya mba’ Anya dibenerin ya kasihan lho anaknya mba’ Anya biasanya takut sama kegelapan.” Tambah Bu Ribi seraya tersenyum pada Haris.
“Siap Bu.” Jawab Haris lagi-lagi sambil tersenyum.
Bu Ribi segera pergi meninggalkan rumah Anya. Kini di ruang tamu itu tinggal mereka berdua. Anya selalu canggung ketika bertemu orang baru apalagi jika ia bertemu dengan lawan jenis. “Emm, saya buat teh dulu ya mas.” Ujarnya untuk mengurangi kecanggungannya.
“gak usah repot-repot mba', biar saya langsung cek saja instalasi listrik di sini.” Ujar Haris seraya bangkit dari sofa. Anya segera menuju ke dapur untuk membuat teh. Setelah selesai membuat the, ia segera bergegas ke ruang tamu dan meletakkan tehnya di meja.
“Dimana tempat kilometer listriknya mba’?” tanya Haris dengan ramah.
“Ya, ayo saya antar.” Jawab Anya sambil berjalan ke teras tempat kilometernya terpasang di dinding.
Haris mengikuti di belakangnya. Sesampainya d teras, Haris langsung mengeluarkan perlengkapan dari dalam tasnya. Ia langsung mengecek kilometer yang ada di sana. Anya sempat memperhatikan gerak-gerik Haris. “Sudah berapa lama lampu di rumah ini mati mba’?” Tanya Haris.
“Dari tadi malam mas, mungkin sekitar jam 8 malam.” Jawab Anya sambil memperhatikan Haris bekerja.
“Suaminya lagi kerja ya mba’?’’ lanjut Haris.
“Ehm, hu’um.” Jawab Anya sekenanya.
Tiba-tiba terdengar suara Azriel memanggil. Anya segera berjalan ke dalam rumah menuju kamar Azriel.
“Kenapa Nak?” tanya Anya.
“Aku mau makan, di dapur ada apa Ma,?” tanya Azriel
“Mmm,…” Anya bingung mau menjawab apa.
“Mie instan ada Ma?”
“Ada sayang. Bentar mama buatkan ya.” Jawab Anya lega, tadi ia sempat berpikir bagaimana seandainya Azriel merengek minta belikan ayam goreng lagi. Untunglah sekarang ia hanya minta mie instan saja dan untungnya persediaan mie di dapur masih ada. Ia segera ke dapur untuk menyiapkan mie Azriel. Setelah selesai ia memanggil Azriel ke dapur.
“Makan dulu ya Nak, mama masih mau ngecek petugas listrik yang benerin listrik kita.”
“Emang petugasnya ada di mana Ma?”
“Ada di teras Nak.” Jawab Anya seraya meninggalkan dapur menuju ke teras. Sesampainya di teras, Haris masih bekerja.
“Tehnya sambil diminum mas.”
“Iya mba’.” Jawab Haris sambil menoleh ke arah Anya. “Anaknya umur berapa mba’?” tambahnya.
“5 tahun mas.” “Ya udah kalo gitu saya tinggal ke dalam dulu ya mas. “ Tambahnya.
“Iya mba’ silahkan.”
Anya segera ke dapur untuk menemani Azriel. Setelah Azriel selesai makan, ia menemani Azriel bermain di ruang tamu. Anya duduk di sofa sambil menyaksikan anaknya bermain mobil-mobilan. Mobil-mobilan itu adalah
hadiah ulang tahun dari kakek neneknya tahun lalu. Orang tua Anya begitu perhatian pada cucunya. Walaupun dulu pada awalnya mereka menentang hubungan Anya dan Davin, namun setelah cucunya lahir, mereka seolah melupakan ketidaksukaannya terhadap Davin. Mereka berdua begitu mencintai cucunya. Mengingat hal itu, muncul rasa hangat di hatinya. Meski saat ini rumah tangganya teras hambar namun setidaknya masih ada hal-hal baik yang hadir dalam hidupnya. Ia masih memiliki putra yang sehat dan ceria. Ia juga masih memiliki orang tua yang tetap menyayanginya dan menerimanya apa adanya. Namun, apakah baik jika sampai orang tuanya mengetahui kondisi sebenarnya yang Anya alami saat ini?. Anya memutuskan untuk merahasiakan kondisi rumah tangganya saat ini kepada orang tuanya. Suara Langkah kaki yang memasuki ruang tamu membuyarkan lamunannya. Ia menoleh kea rah suara itu, ternyata Haris yang memasuki ruang tamu seraya tersenyum kea rah Azriel.
“Halo adek.” Sapanya begitu ramah kepada Azriel. Azriel menoleh dan memperhatikan Haris.
“Om udah benerin lampunya lho, sekarang coba kita nyalakan lampunya yuk.” Ajak Haris dengan ceria.
“Ayuk.” Jawab Azriel dengan begitu ceria seolah mereka berdua sudah saling berteman sejak lama.
“Dimana saklar lampunya mba’?” Tanyanya sambil menoleh pada Anya.
“Itu mas.” Jawab Anya sambil menunjuk saklar lampu yang ada di dinding ruang tamu.
Haris menoleh pada Azriel dan tersenyum seraya menggandeng tangan Azriel. “Kita pencet sakelarnya yuk.” Ajaknya dengan ceria.
“Oke.” Jawab Azriel meraih tangan Haris yang diulurkan ke arahnya.
Mereka berdua berjalan bergandengan kea rah saklar. Haris menggendong Azriel dan mengangkatnya agar Azriel bisa memencet tombol saklar. “Pencet Bos!” ujarnya menyuruh Azriel. Azriel mengangguk dan langsung menyalakan lampu. Seketika ruangan itu menjadi semakin terang karena lampu yang sudah menyala.
“Wiiihh…berhasil.” Teriak Azriel girang.
Lampu di rumahnya sudah menyala. Anya tersenyum lega. Ia melihat Haris masih tetap menggendong Azriel. Ia tersenyum ke arah Haris. Di saat yang sama Haris juga sedang menatapnya sambil tersenyum.Anya mengajak Haris duduk di sofa dan menyuruhnya meminum tehnya. Haris menurunkan Azriel dan duduk di sofa. Azriel segera mengikutinya dan duduk di samping Haris.
“Kok Om pinter banget benerin listrik di rumahku?” tanya Azriel dengan wajah polosnya yang penasaran. “Om superhero ya?” Tambahnya.
Haris dan Anya tertawa mendengar ucapan Azriel.
“Kok lebih pinter om daripada ayahku?” tanya Azriel.
Sontak pertanyaan Azriel membuat Anya berhenti tertawa. Haris pun berhenti tertawa. Sepertinya ucapan Azriel membuat canggung mereka berdua.
“Ah, nggak kok. Pasti lebih pinter ayahnya adek.” Jawab Haris sambil mengelus kepala Azriel.
“Nggak, masih lebih pinter om. Ayahku nggak bisa benerin listrik apalagi ayah sering bikin mama nangis.” Ujarnya polos. Sontak Anya dan Haris saling bertatapan canggung. Haris segera meminum tehnya dan merasa tidak enak dengan situasi saat itu. Sementara Anya menyuruh Azriel bermain mobil-mobilannya lagi.
“Mmm, berapa ongkosnya mas?” tanya Anya.
“Lho, tadi Bu Ribi sudah memberi saya ongkos. Katanya itu mba’ yang menitipkan uangnya ke Bu Ribi.”
“Oh iya saya lupa.” Ujar Anya. Ternyata Bu Ribi baik sekali. Ia bahkan memberikan ongkos kepada Haris tanpa sepengetahuannya. Ternyata masih ada banyak sekali orang baik di sekelilingnya. Meski hidup sedang menguji
kesabaran dan kekuatan mentalnya, namun di sisi lain hidup juga menghadirkan orang-orang baik dan tulus dalam hidupnya untuk membantunya. Haris menghabiskan tehnya. Mereka berdua mengobrol ringan di ruang tamu. Anya yang sebenarnya adalah seorang yang pendiam dan biasanya ia berbicara ketika bersama seseorang yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Namun Haris selalu memiliki topik untuk dibicarakan dan ditanyakan. Sehingga mereka berdua mengobrol akrab di ruang tamu seolah mereka adalah dua orang yang sudah saling berteman sejak lama. Haris adalah sosok pria yang hangat dan ramah. Caranya berbicara menampakkan hal itu. Ia juga terlihat begitu lembut dan penyayang terhadap anak kecil. Caranya menatap Haris penuh dengan sorot kekaguman dan kasih sayang. Anya mampu melihat sorot mata Haris yang selalu memandang Azriel dengan penuh kekaguman. Mungkin ia memang pria yang menyukai anak-anak, pikir Anya dalam hati. Setelah beberapa menit berlalu tanpa terasa, Haris bangkit dan berpamitan pada Anya. Namun sebelum ia meninggalkan ruang tamu, ia memberikan nomor ponselnya kepada Anya. Ia menjelaskan supaya
untuk berjaga-jaga seandainya Anya butuh bantuan untuk memperbaiki kelistrikan lagi, Anya bisa langsung menghubunginya. Ia berjalan ke arah pintu dan berpamitan sambi tersenyum. Setelah haris pergi, Anya duduk di sofa sambil mengingat lagi tentang pria yang barusan duduk mengobrol dengan dirinya. Ia adalah pria yang hangat, pikirnya. Ia kembali mengingat seperti apa tatapan Haris pada Azriel. Pikirannya mulai membandingkan Haris dengan suaminya. Davin sekarang adalah sosok dingin. Tinggal serumah dengannya seperti tinggal dengan robot. Sudah lama juga Anya tak pernah melihat Davin menemani Azriel bermain. Davin hanya sibuk dengan gadget dan teman-temannya sendiri. Ketika ia di rumah, ia tidak terlalu memperdulikan Anya dan Azriel. Jadi kini bagi Anya, Davin ada di rumah atau tidak itu tidaklah penting.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments