"Sementara kita tinggal disini dulu ya. Gue uda ngurus surat pengunduran diri. Setelah disetujui, kita langsung pindah ke luar kota," tutur Disa. Ia membawa semangkok bubur ayam untuk Arin.
Setelah adegan pengusiran kemarin, Disa membawa Arin ke kontrakannya. Awalnya, ia ingin mereka tinggal disini saja. Tapi Vina yang merupakan kakak Arin, memintanya untuk hengkang dari kota ini karena takut berita kehamilan sang sahabat tersebar luas.
Ia jadi heran, kenapa mereka tidak ada yang peduli? Padahal kan Arin hanya korban. Bukan mau dia mengalami hal memalukan seperti ini.
"Maaf ya Dis. Gara-gara gue, lo jadi resign. Padahal kan ini pekerjaan impian lo," ucap Arin merasa bersalah.
"Rin, dengerin gue. Pekerjaan bisa dicari. Tapi sahabat layaknya keluarga kayak lo tuh langka. Lagian gue juga uda ngga betah kerja disana. Manager gue galaknya ngalahin singa bunting."
Arin sampai tersenyum mendengar lawakan itu. Sejak awal diterima kerja di perusahaan, Disa memang seringkali curhat tentang managernya. Ia jadi penasaran, bagaimana dunia perkantoran.
Ok cukup. Ini bukan waktunya memikirkan impiannya yang tak sampai.
"Gue uda dapet kontrakan. Jadi malam ini kita langsung packing. Biar barang-barangnya bisa dipindahin dulu," Disa memang sudah meminta bantuan pada sang pacar untuk mencarikan tempat tinggal.
Arin menelan bubur ayam di mulutnya. Mengernyitkan dahi karena bingung dengan ucapan sang sahabat. "Katanya nunggu surat resign lo disetujui. Terus barang-barang kita disana gimana?"
"Tenang, nanti diurus sama Dani kok," ucap Disa menenangkan.
"Dani?"
Ia tau bahwa Dani adalah pacar Disa. Tapi apa hubungannya mereka pindah dengan pria itu? Dia kan bekerja di luar kota. Apa mungkin...
"Iya. Berkat lo, gue bisa sekota sama dia. Capek tau ldr mulu. Jadi, lo jangan merasa bersalah lagi ya. Gue sama Dani uda bertekad buat bantu besarin anak lo," jawab Disa dengan bibir tersungging.
Melihat Arin yang berkaca-kaca, membuat Disa tertawa geli. Ia membawa gadis itu ke pelukan. Mengelus lembut punggungnya untuk menyalurkan semangat.
"Oh iya," Disa melepas pelukannya, menatap Arin dengan lekat. "Lo uda siap cerita kenapa lo bisa hamil?" Tanyanya hati-hati. Ia takut Arin menangis lagi karena mengingat tragedi itu.
Sebenarnya Arin sedikit trauma. Ingatan yang masih segar di otaknya itu bagai bencana yang melenyapkan hidupnya dalam sekejap. Rasanya Arin masih belum ikhlas. Bahkan ia tak henti-hentinya menyalahkan takdir.
"Kok lo malah nangis sih? Kalo ngga mau cerita ngga apa-apa kok. Gue ngga bakal maksa," Disa sampai kalang kabut. Dasar mulut ember. Harusnya ia membiarkan Arin tenang terlebih dahulu selama beberapa hari.
Arin menelan ludahnya dengan susah payah. "Gue ngga tau lo percaya sama gue atau ngga, yang pasti gue..."
"Gue pasti percaya sama lo. Meskipun semua orang di dunia ini nyalahin lo, gue tetep ada di pihak lo."
"Makasih Dis. Gue ngga tau harus apa buat balas kebaikan lo," Arin memegang kedua tangan Disa. Meremasnya pelan sambil tersenyum tipis.
"Jadi, uda siap cerita?"
Arin mengangguk pelan. Ia mulai buka suara. Menceritakan semua yang ia pendam selama seminggu terakhir. Semoga saja setelah ini bebannya sedikit berkurang.
Pikirannya melambung pada kejadian malam itu. Ia masih ingat betul karena sadar 100 persen. Tak hanya wajah pria itu, tapi parfumnya pun melekat di hidungnya.
Ia memejamkan mata sekejap. Memori itu berputar dengan cepat. Mulai dari pria itu membantingnya di ranjang, mengambil ciuman pertamanya secara paksa, dan dengan biadabnya dia merenggut...
Jika waktu bisa diputar, Arin akan menolak mentah-mentah perintah sang Mama untuk mengantarkan buket pesanan dia. Ia tarik semua pujiannya untuk pria itu saat pertemuan pertama.
"Brengsek banget tuh cowok. Sumpah, gue sampe ngga tau harus ngomong apa," ucap Disa sambil menutup mulut. Matanya bahkan melotot karena saking kesalnya.
Bibirnya memang kelu, tapi batinnya mengucapkan semua umpatan dari banyak bahasa untuk pria itu. Andai Disa tau dari awal, pasti ia akan mencabik-cabik dia hingga sekarat.
"Tapi ini ngga semua salah dia Dis. Harusnya gue bisa kabur. Gue yang kehabisan tenaga karena kecapekan kerja," tambah Arin. Kalau saja saat itu ia bisa lebih kuat untuk menyingkirkan dia dari atas tubuhnya, pasti semua ini tidak akan terjadi.
Disa mendesah keras. "Rin, please deh. Kenapa lo malah belain cowok biadab itu sih? Inget, dia uda merkosa lo sampe hamil. Mana sampe sekarang dia ngga nyari lo. Gue jamin, pasti cowok itu ngga merasa bersalah sama sekali."
"Gue ngga belain. Tapi waktu itu dia lagi mabuk. Cowok itu keliatan kacau banget, bahkan ada bekas air ma..."
"Bisa ngga sih lo mikirin diri sendiri? Mau dia mabuk atau ngga, yang pasti disini lo korban. Gue bingung, lo tuh polos atau bego? Duuuh, emosi gue," potong Disa cepat.
Disa memijit kepalanya pelan. Bingung kenapa Arin malah berpikiran seperti itu. Lihat saja, ia akan mencari pria itu sampai ketemu. Dia harus diberi pelajaran karena sudah menghancurkan masa depan sahabatnya.
"Dengerin gue, sekacau apapun cowok, dia ngga berhak buat semena-mena sama cewek. Apalagi sampe ngelakuin hal ngga senonoh kayak gitu.
Sekarang kasih tau gue, siapa dia? Gue ngga bisa diem aja ngeliat dia hidup tenang padahal uda ngerusak lo," Disa memegang bahu Arin, menatap matanya dalam.
"Gue cuma tau namanya. Fahreyza," jawab Arin mantap.
"Uda? Gitu doang? Waktu di kamarnya, lo ngga liat nama lengkap dia? Atau sesuatu yang khas gitu? Misalnya berkas penting atau kartu nama?"
Arin terdiam. Malam itu, ia sempat melihat sebuah kotak berwarna biru navy saat meletakkan buket di laci dekat pintu. Diatasnya terdapat sebuah surat yang tertulis jelas sebuah nama.
Siapa ya? Aaah, ia ingat sekarang.
"Fahreyza Attaki. Iya bener. Gue inget karena tulisan di surat itu gede banget," Arin menatap Disa lekat. Memberi kepastian bahwa ia benar-benar ingat.
"Attaki? Kok kayak ngga asing ya? Ok, gue bakal catet baik-baik. Terus-terus, ada lagi ngga? Ngga mungkin gue bisa nemuin dia cuma dari namanya yang pasaran," pinta Disa heboh.
"Kayaknya ya, dia kerja kantoran karena gue ngeliat beberapa berkas yang kececeran di lantai dan ranjangnya. Tapi ada satu yang bikin gue ngerasa aneh," ucap Arin sok misterius.
"Apa?" Tanya Disa antusias.
"Gue ngeliat banyak gambar bumi."
Hah? Gambar bumi? Maksudnya? Disa sampai mengernyitkan dahi bingung. Kenapa harus bumi?
"Lo liat dimana? Dinding kamar? Mungkin itu tema kamarnya. Tapi masa semewah Hotel Happy, dekornya kayak gitu?" Disa jadi bingung sendiri.
"Ngga, gue liat di jas cowok itu ada pin gambar bumi. Terus di tas laptopnya pun ada gambar bumi yang di bordir. Dan ini," Arin mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam tasnya dan memberikan pada Disa.
Di salah satu sudut sapu tangan, terdapat bordiran bumi yang terlihat mewah. Setelah pria bernama Fahreyza itu merenggut kesuciannya, dia memberikan benda tersebut dan kemudian pergi begitu saja.
Arin tidak tau apa maksudnya. Saat itu ia langsung kabur meskipun dengan rasa sakit yang menggila di bawah sana.
"Apa mungkin dia punya perusahaan yang namanya Bumi? Bentar, gue cari dulu," Disa mengambil hp di nakas meja. Mencari nama pria itu beserta perusahaan Bumi. Tapi nihil, tidak ada satupun informasi tentang dia.
Kalau begini, bagaimana bisa ia mencari manusia biadab itu? Lama-lama, Disa bisa gila.
"Gimana? Ketemu?" Tanya Arin, berharap Disa mendapat sedikit titik terang.
"Ngga ada. Gue cuma nemu perusahaan yang namanya Attaki Group. Pemilik dan CEOnya pun namanya Hasan. Gue uda minta bantuan Dani buat bantu nyari."
Arin mengangguk pelan. Tidak, ia tidak kecewa. Ia hanya penasaran saja, siapa sebenarnya Ayah dari anak yang ada di kandungannya.
Kalau pun dia ingin bertanggung jawab, ia akan menolak mentah-mentah. Bagaimana bisa Arin hidup dengan pria yang sudah melecehkannya?
Seumur hidup itu terlalu lama untuk dihabiskan bersama pria brengsek macam Fahreyza.
"Dis, gue jadi kepikiran nama anak gue," tutur Arin memecah keheningan.
"Ya ampuun, bisa-bisanya lo uda kepikiran nama. Seseneng itu ya lo hamil anak cowok brengsek?" Sumpah, Disa tidak paham dengan jalan pikiran sahabatnya. Disaat genting begini, dia malah kepikiran nama anak.
"Ish ngga gitu. Kan uda terlanjur terjadi. Ya uda mending dijalanin aja. Emangnya lo mau gue gugurin dia?" Tanya Arin dengan nada mengancam.
"Jangan lah. Gila lo?" Balas Disa ngegas. Sepertinya Arin memang sudah tidak waras.
Arin tersenyum tipis. Ia tidak mau lama-lama meratapi kesedihan. Menyesal pun tiada guna. Sekarang, tugasnya hanya menjaga kesehatan agar sang bayi bisa tumbuh sehat.
"Nabil Bumi Attaki. Panggilannya Bumi. Bagus ngga?" Arin menatap Disa. Menunggu respon sang sahabat.
"Terus pas aqiqahan nanti ada tulisannya, anak dari Putri Arina Nabila dan Fahreyza Attaki. Gitu mau lo?"
Melihat Arin yang mengangguk semangat, membuat Disa memijit kepalanya pelan. See? Semudah itu sang sahabat melupakan masalahnya.
Disa mengalihkan pandangan ke arah hp saat merasakan ada getaran. Membaca pesan balasan dari Dani mengenai pria bernama Fahreyza Attaki.
Ia sampai melotot, tidak menyangka bahwa pria biadab itu ternyata...
"Ada apa Dis? Kok lo kayak kaget gitu sih?" Tanya Arin khawatir. Apa dia mendapat kabar buruk ya? Atau jangan-jangan, surat pengunduran dirinya tidak disetujui?
"Rin, gue dapet info dari Dani. Kata dia, Fahreyza Attaki itu anaknya Pak Hasan, pemilik sekaligus CEO perusahaan Attaki Group," ucap Disa datar seolah tidak percaya dengan apa yang barusan ia baca.
"SUMPAH?" teriak Arin terkejut.
"Lebih parahnya, besok dia nikah sama anak dari rekan kerja Papanya." tambah Disa.
"APA?"
Jadi, Arin disini adalah pelakor? Oh god, kenapa hidupnya bisa sesial ini?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments