"DASHA!!!"
"?!"
Dasha dan Daren kompak menoleh ke arah pintu UKS, terkejut mendapati semua teman sekelas Dasha datang menjenguknya karena khawatir.
"Woi! Sialan!"
Satya yang baru saja memasuki ruang UKS, spontan melayangkan kepalan tangannya ke wajah Daren yang berhasil membuat cowok itu tersungkur ke lantai.
Brakk!
Melihat perbuatan Satya, mereka semua berteriak panik, dan beberapa siswa spontan melerai Satya agar tidak kembali memukul cowok itu.
"Satya!" panggil Dasha marah, kemudian melirik Daren yang sedang meringis kesakitan seraya menyeka sudut bibirnya yang berdarah.
Satya berdecih kesal, "jadi pacar nggak guna ya Lo?! kok bisa Dasha jatuh dari pohon!"
Dasha memutar malas bola matanya, sedangkan Daren, lantas berdiri dan masih meringis kesakitan.
"Lo juga!" Satya menunjuk Dasha, "kenapa malah manjat pohon? monyet lu?"
"Iya! gue lagi cosplay jadi monyet, puas?!" Dasha balas berteriak, saling menatap tajam satu sama lain.
Daren yang berdiri di antara mereka, mulai menundukkan wajahnya, ekspresinya berubah murung. Satya benar, Daren tidak berguna sebagai pacar. Gadis itu, berjiwa bebas dan ceria, berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu merasa terkekang dan juga pemalu.
Terkadang Daren merasa tidak bisa melindungi gadis itu, melindungi senyumnya, dan kehangatannya. Tapi Daren tidak bisa meninggalkannya!
Bertemu dan berpisah dengannya, hanya akan membuatnya semakin mencintainya, dan Daren enggan untuk melepaskannya.
"Semuanya jangan berisik."
Mereka semua yang berada di ruang UKS kompak menoleh ke arah pintu, langsung terdiam saat dokter yang selalu bertugas di UKS itu datang.
Ia sudah memeriksa Dasha, dan sudah mengetahui apa penyebab sakit perut pada gadis itu.
"Gimana, Dok? apa efek sakit perutnya itu karena jatuh dari pohon?" tanya Ayara, raut wajahnya terlihat khawatir.
Dokter Anya lantas memijit pelipisnya seraya duduk di kursinya, "bisa-bisanya kamu manjat pohon, 'kan jatuh jadinya." katanya spontan membuat semua teman sekelasnya mengangguk setuju.
Dasha nyengir kuda, "cosplay jadi monyet, Dok." jawabnya lantas membuat teman sekelasnya geleng-geleng kepala.
Satya yang sudah tidak sabaran, mendesak Dokter Anya untuk mengatakan hasil pemeriksaannya.
"Gimana, Dok? sakit perutnya karena apa?" tanyanya semakin penasaran.
Dokter cantik itu lantas menoleh ke arah Dasha, memperhatikan gadis itu dengan tatapan selidik.
"Dasha, jangan menyimpan atau memendam stres terlalu lama. Stres berkepanjangan bukan hanya dapat berdampak pada masalah kejiwaan, tapi juga gejala fisik lho!" Dokter Anya mulai menjelaskan, lantas membuat mereka semua kaget mendengarnya. "Salah satunya adalah keluhan sakit perut yang hilang-timbul dan sering kambuh. Kamu merasakan itu, 'kan?" tanya Dokter Anya.
Dasha terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan. Ia mencengkram selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
Dokter Anya lantas tersenyum, "Dasha, kamu ada masalah di rumah? atau di sekolah?"
Pertanyaan yang terasa menusuk ulu hati itu membuat Dasha sedikit gemetar, ia menggigit bibir dalamnya lalu perlahan melempar senyumnya pada Dokter Anya.
"Nggak ada, Dok." banyak! masalah gue banyak, dan salah satunya masalah gue sama Daren!
Ekor mata Daren melirik Dasha, meski gadis itu terlihat tersenyum baik-baik saja, tapi Daren merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikannya.
"Yasudah, kalau kamu nggak mau cerita sama saya. Tapi saya minta, jangan pendam masalah kamu, ya? kalau kamu ngerasa nggak baik-baik, kamu bisa nangis sepuasnya. Wajar 'kan manusia menangis ketika masalah menghampirinya?" Dokter Anya melirik teman sekelas Dasha, mereka semua setuju dengan perkataannya.
"Manusia perlu menangis karena mereka manusia, bukan robot. Paham?" lanjutnya, semua anak muridnya itu menyahut dengan kompak.
"Paham, Dokter Anya ...."
Setelah memberikan sedikit nasehat pada mereka, Dokter Anya melenggang pergi keluar dari ruangan.
Sepeninggal dokter itu. Ayara lantas berseru, "yuk, kita masuk kelas juga. Biarin Dasha istirahat sebentar dulu." katanya, mereka semua mengangguk dan satu persatu keluar dari UKS.
Merasa Satya masih tidak bergerak dari tempatnya, Ayara mendengus kesal dan menarik kerah belakang seragam cowok itu dan menyeretnya keluar.
"Kenapa gue juga disuruh keluar?!" protes Satya kesal.
Ayara spontan menyahut, "emang Lo pacarnya, hah?!" Satya yang mendengar langsung terdiam, pasrah saat Ayara menyeretnya pergi.
Setelah mereka semua pergi, Dasha menghela napasnya lega. Kemudian mendongak, menatap Daren yang terlihat murung dan tidak berbicara sedikit pun.
"Daren." panggil Dasha, cowok itu menatapnya. Dasha memberikan kode dengan tangannya agar Daren menghampirinya.
Cowok itu mengambil duduk di pinggir ranjang, kemudian kedua tangannya mencengkram bahu Dasha dan menatap lekat padanya.
Dasha mendadak kikuk, kebingungan kenapa cowok itu terus menatapnya dengan tatapan yang sendu.
Setelah terdiam beberapa saat, terdengar helaan napas dari Daren. Perlahan cowok itu membenamkan wajahnya ke bahu Dasha.
"Maaf ... karena terlalu suka sama keceriaan yang kamu tunjukkan, aku jadi lupa bahwa kamu juga pasti akan ngerasa nggak baik-baik aja. Maaf ... maaf." Daren berkata lirih, masih membenamkan wajahnya. Mendengar ucapannya, membuat Dasha jadi sedih.
Dasha tidak perlu banyak bukti untuk melihat seberapa tulus cowok itu, karena ia sudah merasakannya, dari kehangatan saat cowok itu bersamanya.
Tapi tetap saja! setiap kali Dasha merasa bahagia saat bersama Daren, pada akhirnya kenyataan yang sesungguhnya berulang kali menjatuhkannya.
Apa yang harus ia lakukan?
"Dasha." Daren mengangkat wajahnya, namun kali ini menciptakan jarak yang lebih dekat dengan wajahnya hingga membuat Dasha dapat merasakan deru napasnya.
Dasha meneguk salivanya, ia mendadak gugup karena wajah Daren yang sangat dekat dengannya.
"A-apa?"
Daren tersenyum lembut seraya menempelkan dahinya ke dahi Dasha, membuatnya dapat merasakan suhu tubuh gadis itu.
"Aku cinta kamu, dan aku ingin jadi satu-satunya orang yang selalu ada disamping kamu bahkan saat kamu ingin nangis." kata Daren pelan, namun karena mereka saling menempelkan dahi membuat Dasha tidak bisa mengontrol rasa gugupnya.
"I-iya ...."
Daren tersenyum seraya memejamkan kedua matanya, "aku cinta kamu, Sha, sampai rasanya jadi gila ...."
Tubuh Dasha mematung ditempat, tidak berkutik saat merasakan kehangatan dari pelukan yang cowok itu lakukan.
Kebohongan yang membuatnya dilema ini benar-benar menyakitinya, dan perkataan Daren yang tulus itu berhasil membungkamnya.
Apa tidak papa ... bila Dasha harus merasakan kehangatan ini meskipun ia berbohong tentang perasannya pada Daren? apa boleh, jika ia merasakan kasih sayang ini meskipun pada akhirnya harus mengakui segalanya?
Mungkin setiap detik, setiap menit, setiap jam, dan setiap harinya mulai sekarang. Suatu saat akan menjadi sesuatu yang paling ia rindukan.
...••••••...
Pukul 22:15, malam hari.
Dasha membenturkan dahinya pada meja belajarnya, terdapat banyak coretan tentang rencana-rencana yang ia siapkan untuk Daren. Dan semuanya gagal.
Seketika terlintas ingatan saat Daren memeluknya waktu itu di UKS, karena cowok itu tidak bertingkah polos seperti biasanya membuat Dasha malu saja setiap memikirkannya.
Kesal dengan semua rencananya yang tidak berhasil membuat Daren ilfil, Dasha lantas mendengus kesal seraya berjalan menuju cermin besar yang ada di kamarnya.
Malam ini Dasha mengenakan sweater oversize-nya yang berwarna biru muda, serta rok mini plisketnya yang berwarna hitam, juga rambutnya yang panjang dengan sedikit bergelombang. Membuat Dasha cengengesan memperhatikan penampilannya.
"Buset, cantik banget gue." gumamnya diselingi kekehan diakhir kalimatnya.
Setelah puas memandangi dirinya dari balik cermin, Dasha lantas keluar kamar. Dan cukup terkejut melihat Mamanya, Selena, sedang berduaan mesra bersama seorang pria di ruang tamu.
Dasha mengernyitkan dahinya, "kalau mau mesra-mesraan, jangan disini! sana di hotel!" katanya menghampiri mereka berdua.
Mendengar perkataan Dasha, Selena lantas berjalan menghampiri anaknya itu kemudian dengan ringan tangannya, melayangkan sebuah tamparan keras di pipi Dasha.
PLAKKK!
Rasa panas yang seketika menjalar di sekujur tubuhnya itu membuat Dasha spontan mengepalkan kedua tangannya, mencoba menahan emosinya.
"Anak sialan!" Selena menatap Dasha sinis, "jaga mulut kamu, sialan!"
Dasha menghela napasnya kemudian tersenyum pada Selena, "tapi biasanya emang gitu, 'kan?"
Dasha tahu melawan orang tua itu salah, tapi apa yang ia katakan barusan itu memang kenyataannya. Mamanya itu selalu bersama pria yang berbeda-beda, kadang mereka akan berada di hotel, dan kadang malah di rumah. Dan Selena sudah melakukan itu sejak Dasha masih SMP.
Pemandangan yang menjijikan harus melihat Mamanya dan pria asing bermesraan di rumah, Dasha berusaha tidak peduli tapi terkadang semua itu mengganggunya.
Dasha tahu Mamanya itu hanya berpura-pura mencintai setiap pria yang ditemuinya, padahal tujuannya hanya untuk mengambil hartanya. Karena perbuatan Selena itu, sejak dulu Dasha selalu mendapat masalah dari pria-pria yang merasa marah pada Mamanya.
Yang Dasha tidak pernah lupakan ialah, saat salah satu pria yang pernah Mamanya kencani, hampir membunuhnya. Dan saat Dasha memberitahukan hal itu pada Selena, Mamanya itu tidak memperdulikannya.
"Ngapain kamu keluar kamar segala, hah? mau tebar pesona? ngerasa lebih cantik dari saya, hah?!"
"Dasha emang cantik kok, tapi tipe Dasha bukan om-om mesum kayak gitu." ucapan yang terang-terangan itu membuat Selena dan pacarnya, tercengang mendengarnya.
Selena geram, berjalan mengambil gelas kaca yang ada di atas meja kemudian melemparkannya dan tepat sasaran mengenai kepala Dasha. Bersamaan dengan itu, gelas yang dilemparkan Selena terjatuh ke lantai dan pecah.
PRANGG!
Dasha tidak berteriak kesakitan, ia hanya diam seraya mengusap kepalanya yang terasa sakit lalu menatap telapak tangannya yang sudah ternodai banyak darah.
Bahkan sekarang, Dasha dapat merasakan darah mulai terjun bebas di pipinya. Detik selanjutnya Dasha terkekeh pelan, memandangi Selena yang menatapnya dengan tatapan seolah-olah jijik padanya.
"Wah, parah! gimana bisa Mama ngelakuin ini dihadapan pacar Mama? apa kata om itu nanti, bisa-bisa Mama malah diputusin sama dia!"
Selena semakin geram, "berhenti panggil saya dengan sebutan mama! saya bahkan nggak ingat pernah melahirkan anak kurang ajar seperti kamu!" kata Selena semakin memaki-maki Dasha.
"Nggak ingat? Mama udah pikun, ya? masa Mama nggak ingat pernah ngelahirin anak secantik ini!"
"Pergi kamu, sialan! cepat pergi!" Selena berteriak, semakin membentak Dasha.
Setelah menghela napasnya, Dasha lantas melenggang pergi keluar rumahnya. Ia tidak ingin berlama-lama di dalam rumah itu, membuatnya sesak saja.
Dasha pergi ke sembarang arah, tidak tahu harus kemana. Tapi yang pasti, ia tidak ingin kembali ke rumah itu.
Namun saat sudah berjalan cukup jauh dari rumahnya, sekeliling Dasha terasa berputar-putar, pandangannya mulai memburam.
Bruk!
Dasha tersungkur ke tanah, kesadarannya perlahan mulai menghilang. Darah yang semakin mengucur dari kepalanya, membuat jantung Dasha berdegup kencang seraya memandangi telapak tangannya yang bersimbah darah.
Sekuat tenaga, Dasha memaksakan diri untuk berdiri. Dengan berjalan tertatih, Dasha menghampiri sebuah kursi kemudian duduk disana.
Dasha meluruskan kedua kakinya, kemudian mendongak ke atas langit malam yang terlihat mendung, seperti mewakilkan hatinya sekarang.
"Haaahh, kalau mati sekarang pun, toh gue rasa nggak papa. Lagipula baik Mama maupun Papa, mereka semua nggak peduli dengan hidup gue. Terkadang hidup ini kejam, nggak adil. Gue benci, tapi gue juga suka!"
"DASHA?! LO BAIK-BAIK AJA?!"
Dasha meluruskan pandangannya, menatap sahabatnya, Ayara. Gadis itu sangat panik saat melihat keadaannya sekarang.
"Baik, sekarat dikit aja."
Jawaban Dasha yang sempat-sempatnya bercanda membuat Ayara berdecak kesal, ia kemudian merogoh sakunya mengambil handphone kemudian segera menelpon ambulans.
"Halo!!! ambulans! gawat darurat! teman saya sekarat, segera datang cepetan! ke jalan ....."
Pandangan Dasha semakin memburam, ia bahkan hanya bisa samar-samar mendengar suara Ayara yang sangat panik saat menelpon ambulans untuk menjemputnya.
Ayara yang selesai menelpon, semakin panik ketika mengetahui Dasha sudah kehilangan kesadarannya dengan kepalanya yang mengucurkan darah.
"Dasha!!!"
.
.
.
.
Ayara menghela napasnya lega, saat Dokter yang baru saja mengobati Dasha, mengatakan bahwa gadis itu baik-baik saja.
Ayara bersyukur karena pada jam itu ia berniat pergi ke minimarket untuk berbelanja, jika saat itu ia tidak pergi dan tidak mengetahui keadaan gadis itu, ia tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya gadis itu karena kesakitan menahannya.
"Waduh, nggak jadi mati, ya, gue." celutuk Dasha tiba-tiba.
"Jangan ngomong gitu, bodoh! Lo nggak tau, ya, gimana paniknya gue?! gue bahkan nangis kencang banget saat ngelihat Lo pingsan!"
Ayara yang selalu bersikap cuek dan tidak banyak bicara itu, malam ini ia bahkan menangis dan mengkhawatirkannya, membuat Dasha tersenyum simpul memperhatikannya.
"Tapi gue serius, Ra, gue sempat berpikir gitu. Gue benar-benar udah menderita dari dulu."
Ayara yang mendengar ucapan Dasha, lantas menunduk murung seraya memilin ujung bajunya.
"Kenapa Lo nggak nangis aja? Lo 'kan, bukan robot!" sahut Ayara, mendongak dan menatap Dasha sedih.
Dasha lantas tersenyum lebar, "kayaknya gue udah tahan banting, dibandingkan waktu dulu. Mental gue mental baja! bukan mental yupi." jawabnya kemudian tertawa renyah.
Seperti biasa, Dasha sosok yang tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada siapapun bahkan pada sahabatnya sendiri. Berlagak seolah baik-baik saja, dan selalu tersenyum untuk menutupinya.
Dulu Dasha memiliki keluarga yang harmonis, dengan Mama dan Papa yang selalu menyayanginya. Tapi saat Dasha mulai memasuki sekolah dasar, kedua orangtuanya bercerai.
Papanya yang berselingkuh dan kini sudah menikah lagi, dan mamanya yang putus asa kemudian mencari pelarian untuk melampiaskan perasaannya. Sejak saat itu, yang Dasha rasakan hanyalah penderitaan.
Baik mama maupun papanya, mereka sudah tidak memperdulikannya. Masalah keluarga yang membunuh kebahagiannya itu, di satu sisi menyakitinya namun disisi lain telah mengajarkannya untuk kuat.
"Kapan, ya, gue bisa benar-benar bahagia?"
...••••••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Writle 🐢
Kirain keluarganya baik-naik aja. Kuat banget masih bisa ceria, online hug for Dasha. 🫂
2023-09-12
0
miyura
ternyata oh ternyata ...sedih ngeliat dasha..😢😢
2023-06-17
0