..."Karena waktu yang salah, dan mempertemukan kita secepat ini."...
.......
.......
.......
...MOHON VOTE DAN KOMEN YA:) ...
...~~~~...
"Haaahhh ...."
Ini sudah berlalu beberapa hari setelah kejadian itu. Selama itu juga Dasha tidak bertemu dengan Daren, ia tidak kuat untuk melihat wajah pacarnya itu.
Dasha spontan mendongak. Pacar? Daren? mungkin lebih tepatnya, Pacar pura-pura! begitu pikir Dasha, ia lantas mendengus hingga membuat Ayara yang duduk disampingnya, memutar malas bola matanya.
"Selamat tinggal Dasha yang jomblo!" sentaknya sambil menggebrak meja, membuat Ayara mendelik kesal.
Perasaan menyesal dan bersalah ini sudah menghantui Dasha beberapa hari ini, bahkan setelah Daren menerima perasaannya dan mereka berpacaran. Dasha tidak pernah menghubungi cowok itu, bagaimana ingin melakukannya? ia bahkan lupa menanyakan nomor cowok itu saat bersamanya. Sandiwara yang benar-benar melelahkan, terlebih lagi Dasha berusaha menyembunyikannya dari semua teman sekelasnya.
"Oi jelek!"
Padahal suasana hatinya sedang tidak bagus, tapi seperti biasa, Satya datang dan selalu mengganggunya. Cowok itu menarik kuncir rambutnya yang spontan saja membuat Dasha berteriak kencang.
"BangSatya! sakit tahu!" kesal Dasha, Dan Satya hanya cengengesan melihat ekspresinya.
"Sok cantik Lo pake di kuncir segala tuh rambut!" ejek Satya, amarah Dasha kian memuncak.
"Terserah gue lah, kampret! mau di kuncir kek mau di botakin juga, bukan urusan Lo!"
Dasha mendengus kesal, mengalihkan pandangannya menuju kaca jendela. Moodnya hari ini semakin memburuk, perutnya juga sakit, mungkin karena masa menstruasi ini membuat Dasha ingin menghancurkan semuanya bahkan dunia sekalipun.
Satya yang mengamati sikap Dasha, lantas menghela napasnya seraya melirik ke pintu kelas. Satya terperangah kemudian menghampiri seorang cowok yang tidak ia kenal sama sekali.
Mungkin adik kelas, pikir Satya karena cowok itu terlihat lebih muda darinya.
"Nyari siapa?" tanya Satya, ekspresinya datar menatap cowok itu yang senyam-senyum memandangi paper bag yang ia bawa.
"Ah, saya nyari Kak Dasha. Ada?"
Mendengar nama Dasha disebut, ekspresi Satya berubah serius.
"Ada urusan apa Lo sama Dasha? kelas berapa Lo?"
"Saya kelas 10."
Dalam sekejap ekspresi Satya kembali berubah, berpikir bahwa cowok itu adalah adik Dasha.
Satya menoleh ke tempat Dasha berada, gadis itu masih mengalihkan pandangannya menatap kaca jendela.
"Oi Dasha jelek! Adek Lo nyariin nih." Satya berteriak kencang membuat seisi kelas menatapnya kecuali Dasha, gadis itu kebingungan sesaat setelah mendengar kata Satya barusan.
"Hah? adek gue?" Dasha menoleh ke arah Ayara, sahabatnya itu menatap dengan ekspresi datarnya. "Gue punya adek?" tanya Dasha, ekspresinya berubah cengo.
Ayara lantas menggeleng, "Lo 'kan, anak tunggal."
Satya kembali menoleh ke arah cowok itu, menatapnya seraya tersenyum manis. "Tunggu, ya, dek. Kakak Lo itu orangnya emang lemot, masa lupa sama Adeknya sendiri. Durhaka banget jadi orang."
Cowok itu menggeleng, ekspresinya berubah datar. "Saya bukan Adeknya," sahutnya.
"Lah? terus siapa?" tanya Satya, ekor matanya melirik Dasha yang sedang kebingungan berbicara dengan Ayara.
"Pacarnya."
"Oh!!!" Satya masih belum sadar, lantas menoleh ke arah Dasha. "oi Dasha jelek, ini bukan adek Lo, tapi pacar Lo nih!" teriaknya lagi.
Setelah ucapannya barusan, detik selanjutnya Satya tersadarkan. Ia berteriak kaget menatap cowok itu, begitupun semua teman sekelasnya.
"HAH?!"
"YEAYYY!" kecuali Lena dan Tara, kedua gadis itu malah teriak senang.
Menyadari kehadiran Daren, Dasha spontan berlari menghampirinya.
"Asdfkhjkl! ngapain kesini, Bambang?!" pekik Dasha melotot pada Daren.
"Nama Saya Daren, Kak."
Dasha menepuk dahinya kemudian melirik Satya, ekspresi cowok itu nampak kesal.
"Pacar Lo?" tanya Satya, Dasha lantas mendelik sembari melenggang pergi.
"Bukan urusan Lo."
.
.
.
.
Daren tanpa ekspresinya, lantas menoleh ke arah Dasha yang duduk memunggunginya. Gadis itu seperti menahan kekesalan, mungkin karena perbuatannya barusan.
Tapi memangnya tidak boleh, ya? menjemput pacar sendiri ke kelasnya. Kalau itu salah, Daren tidak akan mengulanginya.
"Kak, maaf. Gara-gara saya ...."
Dasha lantas menoleh, "kenapa minta maaf? ini bukan salah Lo, jadi nggak usah minta maaf. Oke?"
Mendengar perkataan Dasha, cowok itu perlahan mengukir senyumnya seraya menunduk malu. Melihatnya spontan membuat Dasha mencubit kedua pipinya.
"Gemas banget!!! apa Lo belajar 'cara jadi imut' setiap hari, huh?!" saat sadar dengan apa yang ia lakukan pada cowok itu, Dasha sedikit menjauh sembari berdehem karena merasa canggung.
"Maaf, spontan." kata Dasha, ekor matanya diam-diam melirik Daren.
Ekspresi Daren nampak senang, cowok itu tidak berhenti tersenyum seraya menurunkan pandangannya.
Gilak! kenapa dia imut banget kalau tingkahnya polos gini, tampan lagi! gue berasa orang paling beruntung banget, karena jadi pacarnya. Batin Dasha.
Tapi pemikiran itu tiba-tiba mengingatkan Dasha pada sandiwara yang sedang ia lakukan ini, cowok polos seperti dia yang sedang senang karena hubungan palsu ini, jika Dasha mengatakan yang sebenarnya ... apakah dia akan marah? apakah dia akan sangat tersakiti?
Memikirkannya saja membuat Dasha semakin sedih, perasaan bersalahnya semakin nyata pada cowok itu.
"Daren, kenapa Lo suka sama gue? apa yang Lo sukai dari gue?" pertanyaan yang tiba-tiba terlontar dari mulut Dasha, ia menatap Daren lekat.
Sesaat setelah terdiam karena kaget dengan pertanyaan itu, Daren akhirnya melempar senyumnya.
"Apa saya perlu alasan untuk suka Kakak?"
Jawaban yang terdengar tulus itu mengetuk hati Dasha, tangan kanannya perlahan mengusap lembut rambut Daren hingga membuat cowok itu terperangah menatapnya.
"Saya suka Kakak." perkataan yang spontan, saat melihat wajah gadis itu.
"Iya-iya, gue juga suka sama Lo."
Maaf ... gue tahu gue jahat, dan Lo boleh benci gue kalau tahu bahwa semua ini cuma kebohongan.
Daren baru teringat sesuatu, lantas menyodorkan paper bag pada Dasha, reaksi gadis itu terlihat kebingungan.
"Apa nih?" tanyanya penasaran.
"Kue coklat,"
"Wah, beli di mana?"
Mendengar pertanyaan itu, Daren sedikit murung. "Itu ... saya yang buat, Kak." jawabnya, Dasha menatapnya tidak percaya.
"Hebat banget! makasih, ya, gue emang suka makanan manis. Jadi gue bakal makan nanti pas di kelas," Dasha tersenyum, tangannya kembali mengelus rambut Daren, dan cowok itu menyukai perbuatannya.
Setiap melihat reaksi polos dan manis dari cowok itu, membuat Dasha ingin tertawa karena merasa gemas dengannya. Bahkan sakit perut yang sedari tadi ia rasakan, seperti sudah menghilang karena melihat cowok itu.
"Udah mau bel masuk, yuk pergi." kata Dasha seraya berdiri kemudian menoleh pada Daren.
"Pu-pulang sekolah nanti, mau pulang sama saya?"
Dasha termenung sesaat melihat ekspresi malu-malu yang Daren tunjukkan, detik selanjutnya Dasha tertawa renyah.
"Oke lah. Lo ke sekolah pake apa?" sembari berjalan di koridor, Dasha mulai basa-basi menanyai Daren.
"Mobil."
"HAH?!" jawaban cowok itu spontan membuat Dasha terkejut mendengarnya, bahkan mungkin ekspresinya sekarang terlihat seperti orang bodoh.
Daren menoleh kemudian terkekeh kecil dengan reaksi Dasha. Dia lucu, batin Daren.
"Ng-nggak terduga banget!" kata Dasha bersusah payah meneguk salivanya.
Orang kaya, jir!
...••••••...
Padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi, bukannya langsung pulang sebagian teman sekelasnya ini malah mengerumuninya dan menghujaninya dengan ribuan pertanyaan.
"Lo pacaran sama cowok itu?!"
"Dia 'kan adik kelas yang banyak dibicarakan itu karena ganteng banget!"
"Nggak gue sangka Lo lebih suka sama yang lebih muda, daripada yang seumuran."
"Lihat kesana, pacar Lo udah jemput tuh."
Mereka semua kompak menoleh ke arah pintu kelas, berdecak kagum memandangi Daren yang sedang menunggu Dasha.
"Wah gila, ganteng banget!" Lena berdecak kagum, tidak percaya bahwa rumor tentang cowok itu yang sangat tampan ternyata memang benar.
"Dia ngelamun aja ganteng, apalagi kalau lagi ngupil!" timpal Tara menganga takjub.
Dasha menggebrak mejanya, membuat semua teman sekelasnya kompak menatapnya.
"Bubar kalian! pulang sana! emak nyariin tuh di rumah!" kesal Dasha, mendorong satu persatu teman-temannya untuk pergi.
Tidak sengaja matanya dan mata Satya saling bertemu, namun cowok itu seperti menatap tajam padanya sebelum akhirnya melenggang pergi keluar kelas.
Dasha mengangkat bahunya, bingung dengan ekspresi Satya barusan. Padahal biasanya cowok itu selalu yang paling terdepan untuk mengejek dan mengganggunya.
Yah, meski begitu Dasha tidak terlalu mempedulikannya.
"Yuk, pulang." Dasha melempar senyum pada Daren yang sudah dengan sabar menunggunya.
Daren mengangguk senang. Mereka berdua berjalan berdampingan di sepanjang koridor, tanpa berbicara sepatah katapun.
Tiba-tiba Dasha teringat sesuatu. Jika dua orang yang saling berpacaran itu, mereka selalu bergandengan tangan saat berjalan. Mungkin itu harus ia lakukan juga pada Daren, 'kan?
Dasha spontan menoleh pada Daren, cowok itu sedari tadi memandangi tangan kanannya. Ekspresinya dapat di baca, Dasha tersenyum karena cowok itu tidak berani sembarangan menyentuhnya tanpa ijin.
"Mau pegangan tangan?"
Daren spontan mendongak, terlihat senang. "Boleh?!"
Dasha mengangguk, "iya, masa enggak, kita 'kan pacaran."
Tanpa basa-basi lagi, Daren meraih tangan kanan Dasha, menautkan jari jemarinya pada genggaman tangannya yang saling mengunci jari satu sama lain.
Daren perlahan tersenyum saat menatap lekat tangan Dasha yang ia genggam, kemudian beralih menatap wajah Dasha dari samping.
"Tangan Kakak, hangat."
Perkataannya lantas membuat Dasha menoleh, lalu tersenyum manis seraya tangan kirinya mengusap pelan rambut Daren.
"Karena kita pacaran, selain genggaman tangan, gimana kalau kita ubah cara bicara kita juga?" usul Dasha, tanpa pikir panjang Daren lantas mengangguk.
"Gue tahu gue senior Lo di sekolah, tapi karena gue pacar Lo, jadi panggil gue Dasha aja. Oke?"
Daren terdiam sesaat, kemudian mengangguk. "Da-Dasha. Saya----"
"Eits! jangan pake kata 'saya', kesannya formal banget. Pake 'aku-kamu' aja, oke?" Dasha kembali tersenyum, dan Daren selalu suka saat wajah itu tersenyum.
Senyumannya dan tangannya yang hangat saat di genggam. Membuat Daren tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah itu.
Daren kembali menyunggingkan senyumnya, "aku suka kamu, Dasha." pernyataan yang tiba-tiba itu membuat Dasha termenung sesaat lalu tersenyum.
"Iya."
...••••••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Writle 🐢
Jealous ya Sat?
2023-09-12
0