3- Dilema

..."Semesta, jangan terlalu bercanda pada keadaan. Aku sedang tidak ingin berpura-pura bahagia."...

.......

.......

.......

...MOHON VOTE DAN KOMEN:) ...

...~~~~...

Setelah berkedip beberapa kali dengan ekspresi cengonya, Daren lalu tersenyum kecut menatap Dasha di hadapannya.

Pagi ini Daren menjemput Dasha di rumahnya, mereka akan bersama-sama pergi ke sekolah. Tapi ada satu masalah, Dasha tidak ingin pergi ke sekolah dengan mobil Daren. Gadis itu malah menyarankannya untuk memakai sepeda saja.

"Tapi, sepedanya cuma satu." kata Daren, ia kebingungan menatap sepeda berwarna pink itu, bahkan bagian depan keranjangnya memakai pita. Benar-benar sepeda yang feminim untuk perempuan.

Dasha terkekeh pelan, "ini sepeda aku waktu SMP, kita pakai ini aja ke sekolah." wajah Dasha yang semakin sumringah membuat Daren mau tak mau menuruti keinginan gadis itu.

"Tapi aku----" belum selesai Daren berbicara, Dasha sudah lebih dulu menyela.

"Biar romantis!"

Mendengar kata terakhir dari ucapan Dasha, sudut bibir Daren tertarik membentuk senyuman.

"Oke."

Alasan Dasha melakukan ini, sebenarnya bagian dari rencana yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Jika kebohongan cinta ini terus berlanjut, terpaksa Dasha harus melakukan cara ini. Yaitu, jika Dasha tidak tega untuk meninggalkan cowok itu, maka Daren lah yang harus meninggalkannya.

Ya, salah satunya dengan cara ini. Membuat cowok itu malu karena harus berpacaran dengannya. Karena Dasha berjiwa bebas dan tidak tahu malu juga barbar, cowok itu pasti tidak akan tahan menjalin hubungan dengannya.

Mweheheheh, rencana yang sempurna! lalu, maafkan Dasha yang telah melakukan ini, toh ini semua juga ia lakukan untuk kebaikan Daren agar cowok itu tidak sakit hati saat mengetahui kebohongannya.

Dasha tersenyum miring memperhatikan Daren sedari tadi memandangi sepeda miliknya, sembari melipat kedua tangannya di depan dada, Dasha lantas membuka suara.

"Kenapa? malu? kalau malu, kamu pergi duluan aja sana ke sekolah, biar aku yang pakai sepedanya ke sekolah." perkataan yang terang-terangan itu membuat Daren tercengang, detik selanjutnya cowok itu menggeleng cepat.

"Nggak!" jawabnya menunduk murung, kemudian tersenyum. "Kalau itu sama kamu, aku nggak malu. Kalau kamu suka apapun, aku juga akan suka itu."

Jawaban yang tidak terduga dari cowok itu, alhasil membuat Dasha mendengus. Rencana pertamanya hari ini, gagal.

"Kalau aku suka makan tai ayam, kamu juga suka?"

Daren terbahak, "emangnya kamu suka makan itu?" tanyanya yang berhasil membuat Dasha malu.

"Nggak lah! yakali aku suka itu." jawabnya salah tingkah, "udah yuk! ayo berangkat, nanti telat. Oh iya, kamu yang bonceng aku ya!"

Ekspresi Daren berubah, "tunggu, Sha." ucapnya saat Dasha menarik tangannya dan menyuruhnya memboncengnya, namun gadis itu tidak menghiraukannya.

"Ayo, nanti telat."

Mereka berdua sudah menaiki sepeda itu, tapi Daren merasa ragu seraya menoleh ke belakang menatap Dasha. Namun yang membuat Daren kaget, tanpa berbicara apapun Dasha langsung memeluk pinggang Daren dari belakang.

"Oke, jalan!" seru Dasha semangat.

Perbuatan gadis itu membuat Daren tersenyum manis. Hangat, pikirnya, membuat Daren semakin yakin untuk mengayuh sepedanya.

Tetapi, baru saja Daren mengayuh pedal sepedanya, stang-nya sudah bergoyang-goyang kemudian miring dan malah berakhir mereka terjatuh bersama dari sepeda.

Brakk!

"?!"

Dasha dan Daren saling berpandangan, penampilan mereka sudah acak-acakan. Buru-buru Daren membersihkan rambut gadis itu dari dedaunan kering yang tersangkut di rambutnya.

Daren dengan ekspresi murungnya kemudian berkata, "Dasha, Sebenarnya aku nggak bisa naik sepeda."

"Kenapa nggak bilang dari tadi?"

"Maaf,"

"Yaudah, biar aku aja yang bonceng kamu."

KENAPA NGGAK BILANG DARI TADI?! KENAPA?! TELL ME WHY?! WHY?!

...••••••...

Kring! kring! kring!

Akhirnya mereka sampai juga ke sekolah, dengan Dasha yang membonceng Daren di belakangnya. Dan saat memasuki parkiran sekolah, sembari membunyikan bel sepedanya, Dasha berteriak bak seorang penjual es krim.

"Es krim! es krim! es krim enak!"

Daren yang duduk dibelakangnya, lantas tersenyum tanpa menghiraukan tatapan para murid yang memperhatikan mereka berdua naik sepeda.

"Tapi kita nggak bawa es krim," kata Daren membuat Dasha menoleh sebentar ke arahnya.

"Ada kok, kamu es krim-nya. 'kan kamu manis." sahut Dasha lantas Daren tertawa senang mendengarnya.

Dasha spontan menggigit bibir dalamnya. Kampret! kenapa gue malah gombal ke dia?! duh, kebablasan! siapa suruh jadi cowok polos banget, batin Dasha.

Setelah memarkirkan sepedanya, mereka saling menatap satu sama lain dan detik selanjutnya tawa mereka meledak. Baik Dasha maupun Daren, penampilan mereka acak-acakan. Bahkan di rambut Dasha, banyak menempel daun kering dan ranting kecilnya.

Karena saat di perjalanan, mereka berulang kali terjatuh dari sepeda.

"Sini aku bersihin," tangan Daren perlahan ingin membersihkan rambut Dasha, namun terhenti saat seseorang memanggilnya.

"Daren."

Mereka berdua spontan menoleh ke sumber suara. Dasha mengernyit heran memperhatikan siapa gadis yang memanggil Daren, tapi Daren terlihat mengenalnya.

Gadis itu mengernyitkan alisnya, memperhatikan dari atas sampai bawah penampilan Daren sekarang yang terlihat berantakan.

"Seragam kamu kenapa kotor?" gadis bernama Nasreen itu menatap Daren kaget.

Daren lantas menoleh, ekspresinya berubah datar, berbanding terbalik saat Dasha yang berbicara dengannya.

"Kenapa?" tanya Daren tanpa basa-basi.

Seraya ekor matanya melirik Dasha, Nasreen mulai mengatakan tujuannya. "Ada rapat OSIS, kita disuruh langsung ke ruangannya. Ayo bareng, nanti telat."

Ah iya, Dasha baru ingat. Cowok itu baru saja menjadi anggota OSIS, wajar ia akan lebih sibuk dari biasanya.

Tapi yang membuat Dasha merasa terganggu, tatapan gadis itu terlihat sinis padanya, dan Dasha sudah tahu bahwa gadis itu tidak menyukainya padahal baru pertama kali bertemu.

"Dasha, aku mau rapat dulu."

Deg!

Dasha spontan mendongak, cukup kaget karena di hadapan gadis itu, Daren tiba-tiba mengusap rambutnya dan membersihkan wajahnya yang sedikit kotor.

Perlakuan lembut cowok itu membuat Dasha tertawa, merasa lucu kenapa cowok sebaik ini pada akhirnya harus ia sakiti.

"Jangan tertawa." ekspresi Daren berubah serius seraya menyentuh wajah Dasha, ia tidak ingin melihat penampilan gadis itu berantakan di sekolah.

"Iya."

Sudut bibir Daren kembali tertarik, ia tersenyum memperhatikan wajah gadis itu. Kemudian Nasreen berdehem, membuatnya mau tidak mau harus meninggalkan Dasha.

"Bye." Dasha tersenyum lebar dan melambaikan tangannya, memandangi Daren yang mulai melenggang pergi bersama gadis itu yang sepertinya teman sekelas Daren.

Senyumannya mulai memudar bersamaan dengan kepergian cowok itu. Dasha menunduk murung, perasaan bersalah ini kian hari semakin menyelimutinya.

Ia ingin berhenti, dan mengatakan segalanya pada cowok itu. Tapi, bagaimana reaksinya nanti? saat mengetahui bahwa perasaan ini hanyalah pura-pura, dan karena permainan ini ia menjadi targetnya.

Tapi setiap kali Dasha ingin berhenti, tatapan dan senyuman penuh cinta dari cowok itu, membuatnya kembali ragu. Tanpa ia sadari, cowok itu menjadi kelemahannya sendiri.

"Plan B, gagal."

...••••••...

Tuk! Tuk! Tuk!

Sudah setengah jam Ayara memperhatikan Dasha, temannya itu sedari tadi hanya melamun seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya.

Ayara tahu apa yang gadis itu pikiran, dan ia tidak ingin mengganggunya karena sudah mengetahui bagaimana kepribadian gadis itu yang suka menyimpan masalahnya sendiri.

Tapi Satya, cowok yang suka mengganggu itu berjalan menghampiri Dasha dan seperti mengambil sesuatu dari rambut Dasha.

"Apaan nih? ada daun di rambut Lo, ada rantingnya juga nih. Emang Lo habis nyungsep ke semak-semak, ya?"

Dasha menoleh, berdecak kesal menatap Satya.

"Sial! kenapa masih ada daun di rambut gue?!" keceplosan, Dasha tiba-tiba berkata kasar yang spontan saja Satya langsung membekap mulutnya.

"Mana gue tahu!" sahut Satya seraya mengambil duduk di depan gadis itu.

Dasha mendengus, memalingkan wajahnya dari Satya. Tidak sengaja matanya menangkap sosok Lena dan Tara yang sedang tertawa, lantas membuat Dasha berjalan menghampiri mereka.

"Gimana permainan kalian?" tanya Dasha tiba-tiba, kedua gadis itu kompak menatapnya.

"Lancar, target berubah jadi bucin ke gue." jawab Lena tersenyum miring.

"Abis itu tinggalin dia, pas satu bulan! pasti dia bakal nangis kayak anak bayi!" timpal Tara menatap Lena, mereka kemudian tertawa.

Dasha mengernyitkan keningnya, "kalian nggak ngerasa bersalah, ya?"

Lena menatapnya, "ngomong-ngomong soal merasa bersalah, emangnya Lo nggak ngerasa bersalah juga?" skakmat! Dasha spontan terdiam karena perkataannya.

"Ngapain mikirin itu? toh juga ini termasuk balasan buat cowok-cowok yang suka ninggalin cewek pas lagi sayang-sayangnya!" kata Tara membuat Dasha dan Lena kompak menatapnya.

"Nggak semua cowok gitu, 'kan." lirih Dasha, ia mengusap belakang lehernya karena tiba-tiba teringat dengan cowok itu.

"Sha." panggil Lena serius.

"Hm?"

"Masih ingat 'kan peraturan permainan ini? Lo nggak boleh berhenti ataupun mundur, dan nggak boleh juga mencintai cowok itu." Lena tersenyum simpul, memperhatikan raut wajah Dasha yang terlihat gusar.

Tara ikut menimpali, "apa salahnya sih? nikmatin aja hubungan sandiwara itu. toh juga nggak selamanya, cuma satu bulan doang!"

"Tapi 'kan----"

"Kalau mau berhenti, berhenti aja sekarang." Dasha tercengang menatap Lena yang kembali berekspresi serius menatapnya, "gue bakal suruh semua murid buat pergi ke lapangan, nonton pertunjukan Lo soal kebohongan Lo yang berpura-pura cinta sama cowok itu."

Tara mengangguk setuju, "Lo pasti nggak mau 'kan jadi bulan-bulanan semua murid di sekolah, cuma karena itu."

Dasha mengepalkan kedua tangannya. Ini namanya maju salah, mundur juga salah. Posisinya sekarang sangat sulit. Jika ia mengatakan yang sebenarnya pada Daren, cowok itu akan sangat tersakiti, tapi jika ia tidak mengatakannya dan melanjutkan saja hubungan ini sampai satu bulan ke depan, bagimana jika ... bagaimana jika Dasha malah benar-benar menyukai cowok itu dan tidak ingin melepaskannya?

Baik ia maupun cowok itu, pada akhirnya pasti akan sama-sama tersakiti 'kan?"

"Jangan khawatir, seiring berjalannya waktu perasaan bersalah itu pasti akan hilang." bersamaan dengan perkataan Lena, Dasha langsung melenggang pergi keluar kelas.

Dasha bahkan melewati Satya yang berada di depan pintu kelas, cowok itu mengernyit heran memperhatikan ekspresi Dasha yang tidak biasanya.

"Mau kemana, Sha?"

"Bukan urusan Lo."

.

.

.

.

Semilir angin yang menerpa seketika membuat tenang jiwa yang merasakannya, seakan angin itu memeluk segala kelelahan yang dirasakan.

Rambut panjangnya yang tergerai indah, bergerak saat angin meniupnya. pemandangan dari atas sini benar-benar indah, lebih tepatnya dari atas pohon.

Dasha sekarang sedang duduk di atas pohon, yang berada di pinggir lapangan.

Ia spontan menoleh saat beberapa murid yang berlalu lalang di koridor, terkejut melihatnya berada di atas pohon.

"Cantik-cantik tapi hobinya manjat."

"Monyet cantik!"

Bisik-bisik yang mereka lakukan membuat Dasha tersenyum kecut, mereka benar-benar menyebalkan. Memangnya salah, ya? kalau dia suka memanjat pohon, lagipula angin dari atas pohon selalu bertiup lembut, cocok untuk menenangkan pikirannya sekarang.

"Hai."

Deg!

Dasha spontan menatap ke bawah saat mendengar suara yang ia kenal, mendapati Daren sedang memperhatikannya dengan senyuman karena melihat dirinya yang berada di atas pohon ini.

Dasha tarik perkataannya barusan! cewek cantik seperti dia tidak boleh memanjat pohon! bisa-bisa Daren juga berpikiran yang sama seperti beberapa murid barusan yang mengatainya.

Eits, tapi bukankah ini juga kesempatan? plan C, membuat cowok itu semakin ilfil padanya. Mungkin cara ini akan berhasil!

Hohoho! lihatlah pacarmu yang barbar ini sedang duduk di atas pohon! memangnya cewek mana yang mau manjat pohon di sekolah? apalagi jika ia cantik dan anggun seperti Dasha, sudah pasti tidak ada!

"Pasti kamu berpikir, 'kan? pacarmu ini sedang cosplay jadi monyet." kata Dasha tersenyum sinis.

Daren tertawa renyah mendengarnya, seraya geleng-geleng kepala.

"Monyet cantik." kata Daren.

"Wah! parah!"

Mereka saling tertawa sesaat setelah akhirnya tawa Dasha menghilang, ekspresinya berubah murung memandangi Daren yang masih tersenyum memperhatikannya.

"Ayo turun, biar aku tangkap." Daren kembali tersenyum, menatap lembut Dasha seraya merentangkan kedua tangannya.

Sesaat Dasha termenung memperhatikan ekspresi cowok itu, hingga membuat suatu desiran aneh di tubuhnya. Perasaan bersalah ini membebani pikirannya.

Deg!

"Dasha!"

Daren spontan berteriak saat tanpa berkata apapun gadis itu langsung melompat ke arahnya.

BRAK!

Ekspresi Daren sangat syok saat tubuh gadis itu mendarat di atas tubuhnya, membuat mereka berdua sama-sama terjatuh ke tanah.

"Sha?"

Daren lantas mengusap rambut gadis itu, namun tidak ada sahutan darinya.

"Dasha?"

Detik selanjutnya Daren tersentak kaget saat Dasha meringis kesakitan, memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.

"Per-perut aku ... sa-sakit!"

Pupil mata Daren mengecil, ia semakin syok saat gadis itu sudah pingsan dalam pelukannya.

"Dasha!"

...•••••...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!