Yara menatap laut lepas dari balkon kamar hotel, kekecewaan atas gagalnya bulan madu bersama Yila mencoba ia lampiaskan dengan menikmati keindahan pantai. Meskipun malam semakin larut, tapi pantai yang dipandanginya masih riuh dengan pengunjung pantai.
Tepat di bawah sana, ada sepasang bule yang tengah kasmaran, membuat Yara sedikit teriris hatinya. Malam ini dia gagal mengarungi bulan madu, karena Yila sedang kedatangan tamu bulanan yang mendadak. Namun, di bawah sana sepasang bule seperti tidak tahu malu memanas-manasi hati Yara yang kecewa.
"Sialan! Kenapa harus melihat mereka yang sedang bermesraan? Mereka seakan sengaja ingin membuat aku kepanasan," umpatnya kesal.
Sementara itu, Yila sedang duduk gelisah di depan bathtub kamar mandi, sebab darah haidnya sangat banyak, sedangkan dia tidak memiliki pembalut. Hatinya sangat sedih, ingin minta tolong suaminya dia segan dan tidak berani. Jalan lain hanya minta tolong pada pelayan hotel. Tapi bagaimana caranya, Yila masih bingung.
Tiba-tiba Yila dikejutkan dengan suara pintu kamar mandi yang diketuk. Tidak salah lagi itu pasti Yara. Yila bingung dan serba salah. Jika dibuka dia pasti akan malu, kalaupun tidak dibuka sama saja, dan yang pasti Yara akan sangat khawatir jika mendapati Yila lama di kamar mandi. Ah, belum tentu juga Yara khawatir padanya. Yila membuang jauh-jauh rasa percaya dirinya yang terlalu berlebihan.
Yila, kamu lagi apa di dalam? Cepatlah buka, aku kebelet!" ujar suara di luar kamar mandi mendesak. Mendengar itu, Yila dengan berat hati dan terpaksa membuka pintu, walau sebenarnya dia merasa malu dengan keadaannya yang sedang mengalami tembus darah.
Yila berjalan dengan sedikit di seret, sebab darah yang keluar dari alat vitalnya semakin banyak. Tepat di depan pintu, sejenak Yila termenung. Dia merasa malu jika dilihat Yara. Namun apa lagi yang harus dia lakukan selain membuka pintu.
Perlahan pintu dibuka dengan perasaan yang campur aduk. Dan pintu pun terbuka, di sana Yara terlihat memegangi perutnya yang sakit menahan kantung kemih yang terdorong oleh urine yang tidak sabar ingin segera keluar.
"Kenapa begitu lama cuma buka pintu saja, memangnya kamu sedang apa di dalam? Tidak tahukah kamu bahwa aku sedang kebelet?" tanya Yara sedikit menekan. Yila menunduk, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sementara Yara masuk begitu saja ke dalam kamar mandi melewati Yila yang masih berdiri di pinggir pintu, mematung. Karena sudah kebelet, Yara segera membuang beban di kantung kemihnya yang sejak tadi bergelayut tanpa peduli lagi pintu kamar mandi terbuka.
Menyudahi buang air kecilnya, Yara kembali bermaksud keluar kamar mandi. Namun, Yara heran, rupanya Yila masih berdiri mematung di pinggir pintu. Yara mendekat dan menatap Yila dengan heran, malah dalam hatinya sedikit terbersit kesal.
"Ngapain sejak tadi berdiri mematung begini, apakah kamu masih mau berdiam diri di kamar mandi dan tidak akan tidur?" tanya Yara kesal. Yila mengangkat wajahnya perlahan, wajahnya sedikit pias. Yara melewati Yila untuk yang kedua kalinya, dia seakan tidak peduli apa yang dirasakan Yila .
Yila sedih karena Yara sudah keluar dari mulut pintu, juga sedih dengan dirinya yang tidak punya keberanian untuk mengungkapkan segala keluh kesahnya akibat sikap dingin Yara. Namun, Yila kini sedang mencoba menguatkan hatinya untuk 'terpaksa' meminta tolong pada Yara.
Satu, dua, tiga, jantung Yila malah semakin deg-degan tidak karuan. Walau sekuat apapun dia berusaha menguatkan hati ingin meminta tolong, tapi lidahnya seakan kelu.
"Aduhhh, keluar lagi, bagaimana ini?" Hati Yila berbicara resah.
"Astaghfirullah, Yila, kamu masih di situ?" Tiba-tiba Yara menegur Yila yang ternyata masih diam mematung di dekat pintu kamar mandi. Hati Yara semakin gondok, sudah gagal bulan madu, kini dia dikesalkan dengan sikap Yila yang aneh, yang sejak tadi betah berdiri dekat pintu.
"Mas Yara!" panggilnya. Akhirnya Yila memberanikan diri memanggil sosok dingin itu. Yara berdiri dan menatap Yila dalam.
"Bolehkah saya minta tolong?" tanyanya ragu.
"Tolong apa?" balas Yara membuat Yila ada sedikit harapan.
"Anu, eummm." Rasa ragu kini kembali menggelayuti Yila, padahal dia butuh benar bantuan dari Yara.
"Apa?" kerungnya heran.
"Saya mau minta tolong, apakah boleh?" Yara sedikit kesal dengan pertanyaan Yila yang seakan ragu dan lambat.
"Katakan saja terus terang, apa maumu? Aku paling tidak suka sama orang yang lelet, baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari-hari," tekan Yara.
"Bolehkah saya minta tolong belikan pembalut, sebab darah yang keluar sepertinya akan banyak." Akhirnya Yila menyampaikan permintaannya, meskipun ragu masih bergelayut dalam dada.
"Lho, kamu berdiri di dekat pintu itu ternyata hanya ingin sekedar minta tolong?" Yara bangkit dan menghampiri Yila yang berdiri kaku.
"Ya ampun, kamu ini kenapa, sih, tidak mau bilang sejak tadi, kalau datang bulan kamu sampai banjir begini?" Yara balik mempertanyakan kebisuan Yila yang tidak mau mengungkapkan segala permasalahannya.
"Tunggu di situ dan bersihkan diri kamu, aku segera kembali," ujarnya seraya menuju pintu keluar dan beranjak meninggalkan kamar hotel.
Lima belas menit kemudian, Yara datang dengan membawa sebuah kantong kresek hitam yang ditentengnya tanpa rasa malu.
"Ini, kan?" tanya Yara sambil menyodorkan kantong kresek berisi pembalut malam. Yila segera meraih kantong kresek yang diberikan Yara tadi. Dengan muka yang gembira Yila segera membersihkan diri. Rasa malu karena ketahuan banjir oleh Yara, kini sudah sedikit mengendap.
Yila keluar kamar mandi dengan keadaan yang sudah fresh dan bermaksud menyusul Yara yang sudah berbaring duluan.
"Mas Yara, hari ini saya minta maaf karena sudah merepotkan dan membuat Mas Yara kecewa," ucapnya sembari membaringkan dirinya di samping Yara.
"Sudahlah, aku tidak butuh basa-basi. Ini sudah malam, segeralah tidur. Besok siang kita harus kembali," tukasnya tanpa melihat ke arah Yila.
Malam berganti pagi, dan pagi berganti siang. Kebersamaan Yila dan Yara di pulau Bali untuk tujuan bulan madu yang terpaksa gagal karena kedatangan tamu bulanan Yila.
"Kita pulang hari ini, segera persiapkan diri kamu," titah Yara tetap tegas. Yila tidak membantah dia segera bersiap dan kembali ke kota kelahirannya.
Perjalanan udara pun dimulai, Yara dan Yila tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Pulang bulan madu bukannya sumringah. Namun, wajah keduanya sama sekali tidak memperlihatkan kebahagiaan.
Kepulangan mereka dari bulan madu tentu saja disambut baik oleh kedua orang tua masing-masing. Mereka berharap kepulangan Yara dan Yila membawa kabar gembira berupa hadirnya seorang cucu di rahim Yila.
Yara segera masuk ke dalam kamar meninggalkan Yila yang masih kelihatan bingung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
anggita
yila banjir.. bulanan.
2023-06-28
1