5. ELVARO MENGHUBUNGI ZAFIA

Hamdani mengetuk kamar yang ditempati oleh Arbhy. Karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam waktu setempat.

"Sudah siap Tuan Mesum?"

Hamdani bertanya dengan gaya tengilnya. Arbhy hanya menatap malas kearah kakak iparnya itu. Sejak kejadian di bandara sore tadi. Hamdani selalu mengejeknya, dengan memanggil Arbhy 'Tuan Mesum'.

"Bonus mu bulan ini Saya potong lima puluh persen."

Hamdani langsung melebarkan matanya. Sementara Arbhy berjalan melewati Hamdani begitu saja.

"What!"

Arbhy nampak acuh dengan respon yang Hamdani tunjukkan. Ia terus berjalan tanpa menunggu kakak ipar yang menurutnya menyebalkan.

"Bhy, jangan main potong bonus gitu 'lah. Kamu gak kasihan apa sama keponakanmu?"

Hamdani mencoba membujuk Arbhy, supaya mengurungkan niatnya. Namun, Arbhy tampaknya tidak menggubris.

"Masalah Delima, aku akan memberikan langsung apa yang ia inginkan. Jadi, Bang Hamdani tidak perlu lagi, menggunakan nama Delima sebagai alasan."

Hamdani hanya bisa meringis ketika mendengar ucapan Arbhy.

'Kau sungguh perhitungan sekali, Bhy. Tahu saja kalau aku akan menggunakan Delima sebagai alasan,' Hamdani menggerutu didalam hatinya.

"Cepatlah Tuan sekretaris! Jangan sampai Saya terlambat. Hanya karena keteledoran Anda."

Arbhy berteriak memanggil Hamdani yang sempat menghentikan langkahnya. Hingga Arbhy sudah berdiri di dalam lift. Hamdani baru menghampiri dengan napas yang ngos-ngosan.

"Sebagai sekretaris harus cakap, Bang. Jangan suka bengong, bisa dipatok ayam nanti," celetuk Arbhy seenaknya.

Hamdani hanya mendengus mendengar ucapan Arbhy.

♡♡♡

Zafia baru saja selesai mandi ketika ada panggilan masuk dari ponselnya. Tanpa melihat nama si pemanggil. Zafia sudah tahu siapa yang menghubunginya. Siapa lagi jika bukan adik kesayangannya. Elvaro Estelld Guind, adik yang sangat perhatian kepada Zafia.

"Halo, kak. Apa kakak sudah sampai?"

Elvaro bertanya kepada kakaknya dari seberang telepon. Wajah Zafia nampak sendu, saat mendengar suara adiknya.

"Kak ..., apa kakak baik-baik saja?"

Sekali lagi, Elvaro bertanya kepada Zafia. Zafia menengadahkan wajahnya, menahan air mata yang hendak menetes.

"El, kakak sudah sampai. Maaf, ya. Kakak belum sempat menghubungi kamu."

Zafia berbicara dengan suara sedikit serak.

"Apa kakak habis menangis lagi?"

"Ah, tidak. Kakak baru saja bangun tidur. Setelah sampai di apartemen, kakak langsung tidur. Kakak baru saja bangun."

Zafia sebisa mungkin membuat alasan. Supaya Elvaro percaya, ia tidak ingin membuat adiknya merasa khawatir.

"Syukurlah kalau Kakak baik-baik saja. El merasa tenang tenang. Jangan menangis lagi ya, kak. Berjanjilah kakak akan menjalani hidup dengan baik disana."

Zafia yang mendengar permintaan Elvaro menganggukkan kepalanya. Seakan ia sedang berhadapan dengan sang adik.

"Kak."

Zafia baru tersadar ketika Elvaro memanggilnya.

"Iya, El. Kamu jangan khawatir. Kakak pasti akan baik-baik saja disini. Kakak berjanji."

Zafia berucap sembari mengulas senyum. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana raut wajah adiknya saat ini. Setelah mendengarkan janji yang ia ucapkan.

"Terimakasih, kak. El akan selalu merindukan kakak."

Elvaro berucap begitu tulus, Zafia sangat tahu itu. Karena Elvaro tidak pernah berbuat buruk terhadapnya. Mereka berdua saling menyayangi. Selalu bersama sejak kecil. Bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya, Zafia akan hidup berjauhan dengan Elvaro.

"Kakak juga, jaga dirimu baik-baik. Jangan membuat onar di sekolah. Kalau sampai itu terjadi, kakak akan sangat marah padamu, El."

"Tenangkan dirimu dulu, kak. Baru nanti kakak memberiku hukuman. Itupun jika aku terbukti membuat onar."

Terdengar gelak tawa Elvaro dari seberang telepon. Zafia mengulas senyuman tipis di bibirnya.

Ceklek.

Zafia menoleh kearah sumber suara. Terlihat Mayra sudah nampak rapi.

"El, kakak tutup dulu ya teleponnya. Kakak mau makan malam dulu dengan kak Mayra."

Zafia dengan hati-hati memberitahu adiknya, untuk mengakhiri percakapan mereka.

"Baiklah kak, salam untuk kak Mayra. Jangan lupa untuk makan yang banyak, kak. Supaya badan kakak tidak terlihat kurus."

Zafia mendengus kesal saat Elvaro berpesan seperti itu. Karena secara tidak langsung, Elvaro telah mengejeknya.

"Iya, nanti kakak sampaikan. Dan ..., terimakasih atas pesannya. Kakak baru sadar kalau tubuhku ini ternyata memang kurusan. Walaupun sedikit, terimakasih sudah mengingatkan."

Zafia dapat mendengar tawa renyah adiknya itu, setelah ia berucap seperti itu.

"Jangan menertawakan kakak terus, El. Kakak matikan teleponnya ya. Dah!"

Klik.

Zafia memutuskan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari adiknya.

Sementara di negara dimana Elvaro berada saat ini. Elvaro sedang menggelengkan kepalanya. Ada sedikit rasa lega di hatinya setelah berbicara dengan kakaknya.

"Semoga kakak mendapatkan kebahagiaan disana," gumam Elvaro sambil memandangi benda pipih ditangannya.

♡♡♡

Ardiansyah laki-laki yang kerap dipanggil Ardian itu, sedang disibukkan dengan pekerjaannya. Padahal waktu sudah menunjukkan jam 12.00 siang. Jam makan siang bahkan sudah dimulai sedari jam 11.30 tadi. Tapi Ardian harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu.

"Sayang. Masih sibuk, ya?"

Arsha memasuki ruangan Ardian sambil membawa dua buah paper bag. Dilihat dari tampilan luarnya itu seperti sebuah makanan. Karena terdapat gambar logo dari nama sebuah kafe.

"Kamu bawa apa?"

Ardian bertanya kepada Arsha, tanpa mengalihkan pandangan matanya dari layar laptop miliknya.

"Makan siang buat kamu dong. Aku 'kan kekasih kamu yang perhatian. Paling mengerti kamu, bisa diandalkan pastinya."

Arsha berucap dengan bangganya, sambil meletakkan paper bag itu diatas meja. Namun, Ardian tidak menghiraukannya. Karena terlalu fokus pada pekerjaannya.

"Masih banyak ya?"

Tanya Arsha yang sudah berada disamping Ardian dan melihat ke layar laptop. Tepat saat itu Ardian sudah selesai dengan ketikan terakhirnya.

"Done!"

Ardian menutup laptopnya setelah pekerjaannya selesai.

"Apa menu makan siangku, Sha?"

Ardian bertanya kepada Arsha sambil melihat ke arah paper bag yang tadi dibawa oleh Arsha.

"Yang pastinya aku beliin makanan kesukaan kamu. Yuk, aku suapi."

Arsha mengajak Ardian untuk berpindah ke sofa panjang yang ada di ruangan itu. Ardian menurut begitu saja saat Arsha menarik tangannya.

"Kamu duduk sini dulu. Aku siapin makanannya. Oke!"

Ardian menganggukkan kepalanya. Ia memperhatikan setiap gerakan Arsha, yang sedang mengeluarkan makan siang untuknya. Yang ternyata adalah ayam teriyaki dan minumannya lemon tea.

"Sekarang kamu makan, ya. Buka mulutnya, aku yang suapi."

Arsha menyodorkan satu sendok nasi beserta lauknya. Ardian menurut dan membuka mulutnya. Menerima suapan pertama yang Arsha berikan.

"Kamu sudah makan, Sha?"

Ardian bertanya dengan lembut kepada Arsha. Yang ditanya tersenyum sebelum memberikan jawabannya.

"Aku udah makan duluan tadi, Ar. Sambil menunggu pesanan buat kamu makan siang."

Ardiansyah menganggukkan kepalanya. Arsha kembali menyuapi Ardian dengan telaten. Tidak ada lagi percakapan selama Ardian makan. Sampai akhirnya makanan yang dibawa Arsha habis disuap 'kan kepada Ardian. Barulah Arsha kembali bersuara.

"Minum dulu gih."

Arsha memberikan lemon tea kepada Ardian. Ardian meminumnya hingga tandas.

"Makasih ya, Sha. Kamu selalu perhatian sama aku."

Arsha tersenyum manis kepada Ardian. Ia kemudian merapatkan duduknya dengan Ardian. Arsha menyandarkan kepalanya pada bahu Ardian.

"Aku sudah pernah bilang sama kamu 'kan, Ar. Aku akan melakukan apa pun untuk kamu. Jangan berterimakasih terus, untuk setiap apa yang aku lakukan untukmu."

Arsha berucap dengan suara manjanya. Membuat Ardian mengulas senyuman tipis.

"Ar ...."

Arsha memanggil Ardian dengan lembut. Arsha mengaitkan tangannya dengan tangan Ardian.

"Ada apa?"

Ardian bertanya dengan lembut.

"Apa kamu akan mengakuiku sebagai kekasihmu pada semua orang. Jika urusanmu dengan Zafia sudah selesai?"

Ardian terdiam ketika mendengar pertanyaan dari Arsha. Bingung harus menjawab apa. Saat Ardian sedang memikirkan kata-kata yang tepat, untuk menjawab pertanyaan Arsha.

Tiba-tiba Ardian mendapatkan panggilan telepon dari seseorang. Saat Ardian melihat layar ponselnya, ternyata itu dari nomor tidak dikenal.

"Sebentar ya, Sha. Aku angkat telepon dulu."

Arsha langsung menjauhkan dirinya dari Ardian. Ia menganggukkan kepalanya. Ardian sendiri bergegas beranjak dari duduknya. Kemudian melangkah sedikit menjauh dari Arsha. Setelah dirasa aman, Ardian baru menjawab teleponnya.

"Halo."

"Tuan, Nona Zafia terekam memasuki bandara. Penerbangan tujuan Aussie, Australia. Sekitar jam 9.30 pagi."

Ardian nampak terkejut mendengar jawaban dari orang yang menghubunginya. Menyadari Arsha yang sedang memperhatikannya. Ardian segera menetralkan raut terkejutnya.

"Siapkan perjalananku kesana. Secepatnya!"

"Baik, Tuan."

Panggilan pun terputus setelah Ardian mendapatkan kepastian dari lawan bicaranya.

"Zafia, tunggu aku!"

Ardian bergumam sambil meremas ponselnya.

♡♡♡

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

The Lucky

The Lucky

wiiih gak bisa move on kau ar😏

2023-06-16

0

The Lucky

The Lucky

melas bgt sampe bawa" Anaknya😄

2023-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!